Minggu, 07 Juni 2020

INTEGRASI KE-MADURA-AN DALAM PUISI DAN DIRI

Matroni Musèrang *

Dalam tulisan ini saya akan mencoba berkenalan dengan penyair Madura yang tidak menetap di tanah kelahirannya, namun rasa Maduranya masih kental dan manis. Di komunitas Kutub Pondok Pesantren Hasyim Asy’arie Yogyakarta, saya berguru kepada tiga penyair Pulau Garam “Madura,” Mahwi Air Tawar, Salman Rusydie Anwar, dan Ahmad Muchlis Amrin, di samping juga kepada pengasuh K.H. Zainal Arifin Thaha (alm) dan Kuswaidi Syafi’ie, Evi Idawati, Raudal Tanjung Banua, Joni Ariadinata, tetapi tulisan ini hanya focus pada tiga penyair yang sama-sama memiliki ciri khas dalam menulis puisi.

Semoga tuangan ini tidak su’adul adab (cangkolang; madura) kepada tiga tokoh tersebut, sebab bagaimanapun saya sebagai santrinya tetap menaruh ta’dzim kepada beliau, bahkan setiap malam menghadiahkan fatihah, dengan harapan barokah itu tetap mengalir ke kampung ilmu dan pengetahuan saya. Meskipun catatan ini membuat beliau tidak suka, semoga memaafkan saya sebagai santri yang selalu belajar dan belajar menulis.
***

Awal saya masuk dan diterima menjadi santri Pesantren Hasyim Asy’arie pada tahun 2005, ketiga penyair ini sudah di sana, dan telah terbiasa menulis di koran. Namun untaian ini bukan hendak menceritakan, hanya bagian dari pintu masuk bagaimana sebenarnya proses integrasi ke-Madura-an itu ditulis tiga penyair di atas, bagaimana mereka mampu bertahan, dan mencari celah untuk terus eksis dalam menuai sastra Indonesia.

Dalam percaturan perpuisian Indonesia, mereka memang tidak ikut dalam wacara serta desas-desus “politik sastra”, namun hanya mengikuti perkembangan sastra dan politik sastra Indonesia, artinya dalam subjektivitas saya -mereka tidak ikut arus ngartis sekadar komentar pendek, tapi membuktikan dengan karya, buat apa ikut komentar, jika tidak punya karya, lebih baik berkarya daripada cuitan-cuitan emosional-ngartis.

Karya lebih penting daripada ikut-ikut ramai di medsos, kata mereka dalam hati. Mahwi Air Tawar yang konsisten menjelejah kedalaman budaya tanah kelahiran, menulis puisi, dan cerpen-cerpennya selalu menawarkan nuansa budaya Madura, (baca: Blater, Karapan Laut).

Ahmad Muchlis Amrin, karakter pengembaraan prosesnya pun sama dengan Mahwi, tidak ikut ramai di medsos, tetapi Muchlis tidak seberani Mahwi dalam menerbitkan karya-karyanya, Muchlis baru berani menerbitkan karya tunggalnya baru satu, itupun pada tahun 2020. Entah apa alasan Muchlis tidak berani. Padahal tulisan-tulisannya sudah melanglang buana di koran lokal dan Nasional, bahkan pernah diundang ke Ubut Writer. Apakah karena takut karyanya hanya menjadi penghias rak-rak buku tanpa memiliki sumbangsih penting terhadap perpuisian Indonesia? Sementara anak-anak millennial dimuat sekali di koran, sudah ngaku “Aku Penyair” dan mencari penerbit untuk membukukan puisinya, -yang katanya kualitasnya bagus menurut dirinya sendiri?

Pada tahun 2020 Ahmad Muchlis Amrin baru berani menerbitkan karyanya dalam bentuk buku dengan judul “Damar Kembang”, mari kita cek penggalan puisi yang berkarakter Madura “Sajak Buah Pinang”:

Nang ning nang ning nong/....
Bila kau racik pinang muda/ bercampur madu/ tambahkan saja telur kuningnya/ maka akarmu akan menghunjam-hunjam/ kedalaman birahi tuhan/ hingga lumas pemanjat pinang/ di hari tujuh belasan/.

Ini pun budaya Madura, perjaka jika hendak menikah, maka jamu pinang muda memang pas, bagaimana menghadapi perawan yang baru merasakan nikmatnya bersenggama, tentu perawan akan terus kurang dan selalu meminta, maka perjaka harus siap melayani, -olehnya buah pinang merupakan salah satunya. Namun saya tidak mengulas puisinya secara detil di sini, -akan saya cari waktu lain membahas “damar Kembang” nanti.

Salman Rusydi Anwar, justeru seolah tak berkeinginan menerbitkan puisi tunggal, entah atas dasar apa? Apakah sebab lebih suka menulis di koran/web, atau masih nunggu tahun yang pas? Kita tunggu saja.

Lalu apakah bisa terintergrasi ke-Madura-an mereka dalam puisi? tentu sangat bisa, dalam konteks diri mereka sama-sama lahir di Madura tepatnya Kabupaten Sumenep. Mereka sama menulis sastra, hanya saja celah yang dilakukan dalam menjaga eksistensi puisi yaitu dengan menuliskan puisi dan cerpen, yang masih bernuansa Madura.

Kalau Mahwi budaya Madura yang masih sedikit klasik, bagaimana Madura yang dikenal “kasar”, padahal tak, hanya jusfitikasi orang luar saja. Kasar di sini tentu memiliki makna yang berbeda, dengan kasar yang dianggap banyak orang di luar Madura. Kasar di dalam karya Mahwi, sebenarnya dalam konteks ke-laki-laki-an, artinya lelaki benar-benar penjaga gawang demi mengangkat harkat dan martabat keluarga.

Apakah kita akan menjustifikasi laki-laki yang mengangkat celurit kasar dan keras? Belum tentu, justeru itu ekspresi cinta kepada keluarga, sehingga harus mengeluarkan simbol celurit sebagai bentuk cinta. Misalkan cinta Tuhan kepada hambanya bisa berbentuk surga dan neraka. Apakah kemudian kita menjustifikasi Tuhan tidak cinta kepada kita, lantaran diceburkan ke neraka? Begitulah analogi kasar dan keras dalam karya-karya Mahwi. Jadi karakter karya Mahwi klasikal-progres.

Sementara Muchlis, justru keras dalam proses kreatif, tidak akan membukukan puisinya jika belum benar-benar menjadi puisi. Kata Joko Pinorbo, masih berupa draf puisi. Sehingga wajar jika sampai sekarang baru satu bukunya. Apakah lantas kita mengatakan Muchlis itu keras kepala? Tentu tidak, ini cinta kepada karyanya sendiri, sebab karya itu anak kandung, maka sebelum dipublik harus purna dulu menurut dirinya. Sehingga dalam pengakuannya “Aku menimal satu kali dimuat di kompas dalam satu tahun, itu sudah cukup”. Sementara karakter karya Muchlis millennial-kosmopolit.

Sedangkan pada Salman Rusydi Anwar berkarakter sosial-religius di dalam karya-karyanya, sehingga cukup lembut dan halus. Itulah karakter santri senior di Kutub yang selalu memberi contoh kepada santri yang lain.

Ke tiga penyair asal Sumenep Pulau Madura ini memiliki ruang-ruang tersendiri dalam menuangkan karya-karyanya, walau pun mereka tidak ikut arus percaturan wacana, tapi tetap eksis sampai sekarang, sebab bagi mereka eksistensi karya bukan terletak di komen-komen pendek, akan tetapi eksistensi karya terletak dalam perjalanan sejarah dan zaman.

Sehingga karakter santri masih dijaga oleh mereka itulah yang dijalankan sampai sekarang. Meski mereka hidup di kota, tidak pernah menghina dan mencemooh orang lain di FB, IG dan twitter, itulah karakter santri. Jika ada yang tidak setuju mereka langsung bertanya (tabayun), tidak kemudian mencak-mencak di medsos.

Itulah karakter penyair santri Pondok Pesantren Hasyim Asy’arie yang berproses di komunitas Kutub. Sebab Gus Zainal mendidik para santri bukan hanya tangguh bidang sains, akan tetapi juga spiritualitas, intelektualitas, profesionalitas. Artinya tulisan-tulisannya benar-benar refleksi atas bacaannya, tak hanya pendapat orang dicopas lantas dikomentari, tidak, akan tetapi bagaimana mereka harus memeras otak, berpikir, berzikir, sehingga menemukan sendiri.

7 Juni 2020

*) Santri pondok pesantren hasyim Asy’arie dan ketua komunitas kutub tahun 2007.
http://sastra-indonesia.com/2020/06/integrasi-ke-madura-an-dalam-puisi-dan-diri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez