Minggu, 29 Agustus 2021

Tauhid sebagai Esensi Estetika Sastra Sufi

Heru Kurniawan
lampungpost.com
 
APA yang ingin saya diungkapkan ini mengenai paradigma pemahaman sastra sufi dilihat dari fondasi Islam dan epistemologi sastra. Penggabungan keduanya, menurut saya, akan menghasilkan suatu paradigma sastra sufi yang logis. Sekalipun pengertian ini bersifat analogis, tetapi dapat dijadikan sebagai perspektif dalam memosisikan sastra sufi, yang sampai saat ini paradigmanya masih rancu karena dikaburkan oleh cara pandang subjektif sebagai pengaruh etika agama yang tidak dilihat secara keilmuan. Hasilnya, cara pandang paradigma sastra sufi dalam kesusastraan Indonesia masih terbelenggu oleh romantisme dan keyakinan Islam yang sempit.
 
1.
Hal mendasar yang diungkapkan dan diabadikan dari karya seni adalah estetika, yaitu cabang filsafat yang berbicara tentang keindahan. Kesamaan fundamental dari setiap karya seni adalah estetika, sedangkan letak perbedaannya pada media penyampainya. Misalnya, antara seni sastra dan seni lukis itu sama-sama menyampaikan keindahan. Namun, keindahan dalam sastra disampakan lewat bahasa, sedangkan keindahan dalam lukisan disampaikan lewat harmonisasi warna. Warna dan bahasa inilah yang disebut media penyampainya.
 
Di sini terlihat bahwa media penyampai adalah badan, sedangkan estetika merupakan roh. Sekalipun keduanya mempunyai posisi yang penting, tetapi tubuh hanya mempunyai fungsi untuk mengantarkan sedangkan kenikmatan yang sebenarnya adalah pada “roh”. Dengan roh ini ekspresivitas seni terlahir, yang efeknya akan menciptakan pengalaman hidup baru yang “mencerahkan atau katarsis.” Sebab estetika merupakan roh, maka hakikat estetika adalah “pribadi” yang keberadaannya paling fundamental dalam seni. Tidak mengherankan bila pergelutan kreator dalam dunia kreativitas sebenarnya adalah suatu usaha dalam menemukan estetika yang berpribadi.
 
2.
Sementara itu, fondasi ajaran Islam itu bertumpu pada tauhid, yaitu suatu kesadaran dalam “peng-Esa-an Tuhan” dengan “Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan.” Kesadaran ke-Esa-an Tuhan ini mengimplikasikan suatu pandangan hidup bahwa eksistensi alam semesta hanya berinti pada Tuhan. Maka keyakinan hidup manusia haruslah bertumpu pada Tuhan. Manusia harus yakin bahwa segala gerak alam semesta itu terjadi kerena eksistensi Tuhan. Tanpa Tuhan Yang Mahakuasa, maka alam semesta tidak ada. Tuhan adalah inti realitas yang membuat realitas menjadi ada, termasuk manusia itu sendiri. Sebab dasar tauhid ini, tidak mengherankan bila “pengingkaran” manusia terhadap Tuhan, dalam Islam, diposisikan sebagai sikap berdosa paling tinggi yang tidak terampuni. Implikasi dari penyaksiaan ketauhidan ini adalah iman, yaitu keyakinan-keyakian terhadap keberadaan Tuhan, malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari kiamat, dan takdir. Dengan keimanan ini maka sudah sempurnalah setiap individu menjadi muslim. Selanjutnya, individu tersebut akan hidup dalam garis Islam yang bersandar pada Alquran dan Hadis. Di sini terlihat bahwa peran utama tauhid adalah sebagai pintu masuk menuju “Islam” sebagai agama teologis-humanisme, yaitu pencipta rahmatan lil alamin dengan berdasar konsep ketuhanan.
 
3.
Dua penjelasan di atas memperllihatkan bahwa esetetika adalah esensi dari sastra, sedangkan tauhid adalah pondasi dari Islam. Oleh karenanya paradigma “sastra sufi”–sebagai dunia yang dibangun oleh “seni” dan “Islam” merupakan bagian seni Islam yang fondasi filosofinya berdasarkan estetika tauhid, yaitu keindahan-keindahan filosofis yang berpangkal pada peng-Esa-an Tuhan. Estetika tauhid akan mengungkapkan pengembaraan dan perjalanan untuk menuju yang transendental. Muaranya adalah pada nilai-nilai ilahiah, yaitu suatu kesadaran tentang keberadaan Tuhan pada setiap gerak dan peristiwa dalam kehidupan.
 
Di sini saya memaknai konsep tauhid Islam tidak hanya pada wilayah prinsip keimanan yang eksoterik. Namun, tauhid saya letakkan pada dimensi esoterik, yaitu ruang kehidupan yang luas, yang oleh Ismail Raji al-Faruqi dalam bukunya Cultural Atlas of Islam disebut tauhid sebagai prinsip peradaban. Tauhid sebagai dasar peradaban adalah unsur struktur pemberi identitas peradaban yang mengikat dan mengintegrasikan keseluruhan unsur pokok sehingga membentuk suatu kesatuan yang padu. Peradaban yang dibangun di atas nilai-nilai tauhid inilah yang sesungguhnya mencerminkan hak tipikal Islam. Dengan dimensi tauhid yang sampai menjangkau peradaban, maka seni Islam (sastra) tidak terkecuali, hakikatnya adalah menyuarakan tauhid dalam kapasitasnya sebagai sarana untuk mempengaruhi peradaban masyarakat.
 
Oleh sebab itu, sastra sufi sebagai bagian dari gerak kehidupan akan berpartisipasi aktif, kreatif, sadar, dan bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas kehidupan yang bermuara kepada Tuhan. Estetika sastra sufi selalu menyuarakan kesatuan alam semesta dalam pencipta-Nya sehingga sastra sufi membangun pemahaman yang berujung pada Tuhan. Sarana pengucapan dalam sastra sufi yang bertabur hal keduniaan hakikatnya adalah jalan untuk menginsyafi keberadaan Tuhan. Hal inilah yang menyebabkan sastra sufi selalu menyuarakan nafas ketuhanannya dengan simbolitas. Hal ini dapat dimaklumi karena Tuhan sebagai inti realitas tidak sama dengan realitas-realitas yang diciptakannya.
 
4.
Setelah mengetahui tauhid sebagai esensi estetika sastra sufi, persoalan yang kemudian muncul adalah “apa parameter estetika sastra dianggap menyuarakan dimensi tauhid?” Dalam hal ini, saya mengatakan bahwa ketauhidan sebagai suatu estetika hanya dapat dilihat dari dialog yang intens antara “pembaca dengan karya.” Pembaca adalah pemegang “otoritas esetetis” karena hakikat interpretasi sebagai pemahaman itu subjektif. Hal ini terjadi karena konsep “subjektivikasi” estetika terjadi dengan adanya dialog antara “penciptaan yang personal” dengan “penikmatan yang impresi” sehingga dialog antara karya dan penikmat menjadi suatu produksi pengalaman pribadi penikmat yang tanpa henti dalam konteks sejarah.
 
Idealisasi rekonstruksi karya harusnya didasarkan pada “pengalaman pembaca” dan “kemungkinan-kemungkinan yang diciptakan teks”. Namun, sering sekali hal itu tidak terjadi. Rekonstruksi makna justru berjalan searah, yaitu hanya dikuasai oleh pembaca. Pembaca karya sastra, menurut saya, sering arogan dalam memperlakukan karya. Karya hanya diperlakukan sebagai “artefak” yang pemaknaannnya menjadi semau gue sehingga apa yang didapat pembaca dalam pemaknaan hanyalah “reproduksi pengalaman” pembaca. Pembacaan model inilah yang menyebabkan pemaknaan gagal karena pembaca tidak bisa merefleksikan dirinya di hadapan karya.
 
Harus dipahami bahwa hakikat pembacaan pada karya muaranya adalah “refleksi diri” di hadapan karya. Oleh sebab itu, dalam proses pembacaan, pengalaman pembaca dan karya berada dalam posisi yang sama, yaitu pembacaan terhadap karya haruslah memperlakukan karya sebagai “ruang kemungkinan” yang juga akan mengarahkan pembacanya untuk menelusuri “makna keinginan” dari karya. Di sini pembaca dan karya terlibat dalam pemaknaan yang harmonis sehingga pembaca akan dapat “merefleksikan dirinya” dengan sempurna di hadapan karya, dan karya mampu memberikan pengalaman-pengalaman baru kepada pembaca. Efeknya, pembaca akan mendapatkan pemahaman atas karya yang dimaknai.
 
Dengan “perefleksikan diri” di hadapan karya “sastra sufi” maka pembaca akan menikmati pengalaman transendental yang bermuara pada Tuhan. Di sini terlihat bahwa kesufian suatu karya terletak pada “apresiasi pembaca” yang memang ketika membaca karya ia mendapatkan “Tuhan” di sana. Saya memersepsi bahwa “estetika tauhid” yang diusung “karya” adalah hakikat karya dikatakan sufi karena “sufi adalah pemahaman terhadap nilai yang terdapat dalam karya”. Dan ujung dari sastra sufi adalah menyampaikan pemahaman pada pembaca tentang Tuhan sebagai inti realitas.
 
Oleh sebab itu, siapa pun penyairnya jika puisi yang diciptakan mampu memberikan pemahaman ketauhidan pada pembaca, puisi itu dapat dikatakan sastra sufi. Hal ini berarti bahwa pemahaman sastra sufi harus diletakkan pada “nilai ketauhidan yang terdapat pada karya” bukan pada penciptanya. Dalam hal ini saya menyamakan kedudukan “penyair sebagai pencipta” sama seperti “pendakwah” dalam terminologi syiar Islam. Pendakwah mempunyai tugas menyampaikan kebaikan (Islam) pada orang lain, tetapi pendakwah tentu tidak ingin kalau ada orang yang masuk Islam karena dirinya. Pendakwah menginginkan orang masuk Islam itu karena kesadarannya bahwa Islam adalah agama yang baik, seperti isi dakwahnya. Di sinilah terlihat bahwa penyair hanyalah “penyampai” yang hanya bertanggung jawab untuk membuat “apa yang disampaikannya itu baik”. Selanjutnya, otoritas penilaian baik dan buruk atau sufi dan tidaknya suatu karya itu mutlak di tangan pembaca.
***

*) Pengajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto. http://sastra-indonesia.com/2008/12/tauhid-sebagai-esensi-estetika-sastra-sufi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez