Jumat, 30 Juli 2021

Catatan Perjalanan dan Kesunyian di Makam Sunan Giri (V)

Muhammad Yasir
 
Aku pernah memelihara seekor anjing kampung, anjing pemburu, yang tidak perlu diperdebatkan kehandalannya. Semula, anjing itu milik seorang pemburu tua di tanah-airku. Karena melihat aku kerap memberi makan anjing itu, pemburu tua itu memberikannya padaku. Dan, dalam waktu tidak lebih dari dua bulan, aku menjadi anjing itu, pun sebaliknya. Kami menjadi akrab dan sukar dipisahkan. Sebagaimana anak pedalaman dalam kepala seorang presiden dan kekuasaan, aku memberi nama anjing itu Lenge; taringnya tajam dan tidak pernah mendapatkan ajaran berkuasa yang baik. Namun demikian, setahun berlalu, Lenge terpaksa kubunuh dengan racun agar tidak dibunuh tangan para tetangga yang ketakutan, karena anjing-anjing pemburu di sana nyaris semua terserang rebias alias anjing gila. Tidak ada doa, tidak ada pemakaman, dan tidak ada airmata untuk perpisahan ini. Aku membiarkan Lenge hidup dalam pikiran dan nuraniku saja.
 
Di Gresik, belasan tahun kemudian, aku tiba di makam seorang yang telah lama mati dalam kemuliaan, Sunan Giri. Karena hidup dalam kebiadaban dan kebajingan, aku tidak mengenal siapa dan bagaimana perjuangan Sunan Giri di masa lalu – kukatakan kepada engkau seorang bahwa aku tidak pernah dididik untuk mengenal masa lalu, karena hari ini dan masa depan (kuketahui kemudian) adalah perjalanan menuju kematian sebagai apa dan bagaimana serta berapa hargaku di dunia yang seperti wajah jelekku ini. Namun, aku telah bertekad untuk menyambangi satu per satu makam para pejuang Islam ini, bagaimanapun caranya. Dan, makam Sunan Giri, adalah makam pertama dalam perjalanan ini.
 
Betapa indah pagi itu! Jalanan Gresik-Lamongan, bunga-bunga, semak belukar, taman, rumah Tuhan, dan pabrik hidup berdampingan begitu damainya. Truk-truk besar tampak tidak mengalami kesulitan membawa kayu-kayu besar, entah dari mana. Bunga-bunga akasia berguguran, dari jauh hampir seperti jelaga. Semak belukar yang tidak selebat rambutmu, menyembunyikan bunga puteri malu. Taman tampak sepi, mungkin sebentar lagi akan dijadikan pemakaman umum. Rumah Tuhan yang mewah seperti Istana Negara, tergembok rapat, seakan-akan orang-orang sepertiku dilarang menginjakkan kaki ke sana! Pintu gerbang pabrik terbuka setengah, para buruh masuk seperti bebek petelur. Semua itu terjadi pada suatu pagi yang indah! Aku menyukainya dan menikmatinya dari sebuah warung kopi alakadarnya di tepi jalan perlintasan.
 
“Apakah engkau dari Kalimantan?!” Tanya seorang juru parkir ketika aku turun dari kuda besi dan menyulut sebatang rokok sebelum menuju makam Sunan Giri.
 
“Ya, karena tatoku?!”
 
“Ya! Bagus. Apakah aku bisa memilikinya juga?!”
 
“Tidak.”
 
“Mengapa?!”
 
“Karena engkau ingin memilikinya!”
 
Juru parkir itu masam setelah mendengar perkataanku. Aku bukan seorang yang pandai berbasa-basi; jika engkau ingin, lakukanlah! Jangan bertanya. Jika tidak, biarkan orang lain dengan urusannya sendiri! Setelah menghabiskan sebatang rokok, karena memang hanya ada sebatang itu, aku mulai berjalan menuju jalan masuk makam. Aku tidak menghitung berapa banyak anak tangga yang harus kulalui untuk sampai ke pintu masuk makam. Tidak penting juga bagiku. Yang paling penting adalah sensasi ketika aku melaluinya. Aku merasakan sepasang kakiku dingin dan agak bergetar. Di pertengahan, aku berhenti untuk memeriksa apakah celana jeans-ku basah karena embun. Ternyata tidak. Dan, angin hanya berhembus malas. Jadi sangat tidak mungkin jika itu disebabkan angin. Hingga aku sampai di pintu masuk makam, kini sekujur tubuhku dingin dan bergetar.
 
Namun aku mencoba melawan sensasi itu semampuku, hingga pada ujungnya aku tidak kuat dan terduduk di makam Sunan Giri, persis di pintu sebelah kiri. Sial, gumamku. Bagaimana aku bisa melupakan wudlu?! Lihat! Betapa biadab dan bajingannya seorang buta dan bebal ini. Aku bangkit, berjalan lemah menuju tempat wudlu, kemudian kembali lagi. Sensasi dingin dan getaran di tubuhku semakin hebat. Di sana, mungkin karena terlalu pagi, hanya penjaga makam tampak membersihkan setiap sudut area makam. Jadi, aku tidak perlu khawatir jika terjadi sesuatu padaku. Setelah selesai mendoakan yang baik-baik untuk Sunan Giri, aku tafakur; aku kenal tafakur dari al-Ghazali, seorang kawan di Pandaan, Pasuruan, memberi buku tentang itu padaku tahun lalu:
 
Sunan Giri... kedatanganku ke sini bukan sebagai seorang peziarah utuh. Maksudku, tidak ada doa-doa yang istemewa yang bisa kubacakan. Kukatakan kepada engkau, aku pernah memelihara seekor anjing pemburu, tetapi kemudian kubunuh karena aku tidak ingin orang lain membunuhnya. Aku seperti anjing pemburu itu. Hidupku kini berada di jalan perburuan; harap-harap dapatlah kuselamatkan diri sendiri demi makanan untuk keluarga kecilku yang kutinggalkan di Surabaya. Apakah engkau menerima kedatanganku? Jika tidak, beri aku tanda. Sesuatu yang buruk! Yang mengerikan! Lebih buruk dari doa seorang presiden dan lebih mengerikan dari orang-orang mati sebelum mendapatkan kemerdekaan. Segera beri aku tanda! Jika dingin dan getar pada tubuhku ini tanda bahwa engkau menerimaku, aku akan mengatakan sesuatu kepadamu:
dunia yang engkau tinggalkan kini menjadi dunia yang ramai dan tidak terkendali. Orang-orang yang kutemui, kaum lelaki, sepanjang hari membuat meja panjang untuk makan malam. Sementara kaum perempuan, memasak di dapur sembari menangis. Mereka semua menangis! Karena kelaparan?! Tidak. Aku merasakan diriku berada di perjamuan makan malam itu. Semua orang tampak murung dan mata mereka berkaca-kaca. Kaum perempuan kemudian datang dan menyuguhkan makanan yang tampaknya lezat bukan main. Benar saja! Aku menghabiskan semangkuk sup seperti kesetanan. Akan tetapi, setelah makanan habis termakan, seorang perempuan tua berdiri dan berkata: “Kita membesarkan mereka dengan cinta dan kasih, tetapi takdir membawa mereka ke panci dan wajan dan, oh! Katakan kepadaku, betapa lezat daging, lemak, dan tulang mereka ini! Bukan demikian?” Sontak, aku memuntahkannya, Sunan! Aku mencolok-colok tenggorokanku tapi tidak ada yang keluar. Jadilah aku sebagai pemakan mereka! Demi Tuhan.
 
Wahai Sunan Giri... aku telah menjadi bagian atau sesuatu yang menjijikkan! Apakah engkau akan menerimaku?! Beri aku tanda jika tidak. Dan, mengapa ketika aku bertanya demikian, dingin dan getar di tubuhku semakin menggila?! Apakah engkau akan... oh! Barangkali, Azazil tidak akan melepaskanku begitu saja. Apakah engkau... oh! Aku datang dari pulau seberang, Sunan. Sebuah pulau yang sedang menggeliat kesakitan tanpa suara. Aku mencoba melupakannya, tetapi dia adalah darah dan dagingku. Mereka hidup dan membuatku hidup. Namun hidupku, seperti engkau lihat! Tidak ada yang menarik dan tampak begitu menyedihkan. Ketidakmenarikan dan kesedihan ini kemudian dua tahun lebih yang lalu, mempertemukanku dengan seorang perempuan dari tanahmu; seorang perempuan yang menerima keadaanku; kebiadaban dan kebajingan. Dia kuat bertahan dan berjuang bersamaku. Engkau tahu, Sunan Giri, sebelum aku melakukan perjalanan ke sini, di atas kuda besi aku melelehkan airmata. Aku merasa kegagalan seperti bayangan diri sendiri. Ke mana kakiku melangkah, ke sana jua bayangan itu menuju. Tapi jangan engkau iba kepadaku! Aku bukan peziarah yang utuh. Doa-doaku untukmu hanyalah doa-doa yang kupaksakan, karena aku tidak bisa lagi selain itu! Jadi, kuharapkan engkau mengizinkan kehadiranku di sini.
 
Aku bangkit dan mulai meninggalkan makam, tetapi tidak dengan dingin dan getar pada tubuhku, hingga aku benar-benar meninggalkan makam Sunan Giri. Apakah ini semacam peringatan bahwa akan datang nasib baik kepadaku, pikirku meracau. Ketika menuruni tangga di jalan masuk makam, aku dapat menyaksikan bagaimana orang-orang Gresik akan segera habis tidak tersisa, seperti orang-orang yang pernah kutemui dalam perjalananku. Kemudian, di pintu keluar makam, sebelum berlalu pergi melaju di jalan raya, aku menoleh ke belakang. Dan, kurasakan, sensasi dingin dan getar di tubuhku mulai redam dimakan kesunyian. Sempat terpikir untuk tetap di sana barang sejam lagi, tetapi tidak. Perjalanan ini harus kulanjutkan agar tetap hidup. Dengar! Jalanan Gresik-Lamongan, bunga-bunga, semak belukar, taman, rumah Tuhan, dan pabrik bernyanyi menutupi kesunyian mereka sendiri!

Surabaya, 2021 http://sastra-indonesia.com/2021/07/catatan-perjalanan-dan-kesunyian-di-makam-sunan-giri-v/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez