Kamis, 05 Agustus 2021

KIAI YANG TERTAWA

Taufiq Wr. Hidayat *
 
Dialah seorang kiai dengan ilmu-ilmu agama yang mumpuni. Penguasaannya pada ilmu-ilmu agama Islam tak diragukan, menjadi rujukan banyak orang perihal masalah-masalah keagamaan. Tapi kiai ini punya selera humor yang tinggi, tak segan tertawa terbahak, hari ini mirip Kiai Fadhol Umbulsari, Wongsorejo. Sedikit saja humor sudah membuatnya tertawa. kalau berbicara, wajahnya tampak seakan-akan menahan tawa atau tampak selalu tersenyum. Sangat cair. Dan mengasikkan.
 
Setidaknya begitulah Gus Dur menggambarkan Kiai Ali Krapyak dalam “Kiai Nyentrik”-nya. Kiai yang luwes dan gemar bercanda. Meski demikian, ia selalu bersikap tegas pada persoalan-persoalan bersama, kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara yang tak menguntungkan orang banyak. Ia kokoh pada sikapnya. Namun sikap kritis dan kokoh pada pendirian untuk setuju atau tak setuju pada kebijakan-kebijakan publik yang merugikan, bukanlah sikap yang dilandasi kepentingan praktis. Melainkan dibangun dari pengertian yang mendalam terhadap ilmu-ilmu agama yang dikuasai dan dipedomaninya sepanjang hayat. Kiai yang tampak luwes dan gemar bercanda, memiliki selera humor yang baik itu, selalu bersikap kritis pada kebijakan negara yang buruk. Tetapi ia tak segan mendukung apa pun kebijakan negara yang menurut keilmuannya baik. Dan untuk kedua hal tersebut, ia tak cemas pada resiko: dianggap tak mendukung pemerintah ketika menyerang kebijakan formal, atau dianggap antek pemerintah ketika menilai suatu kebijakan itu memang baik. Dia tertawa saja.
 
Dari manakah sikap seperti itu ia dapatkan? Tak lain dari pendalamannya terhadap ilmu-ilmu agama Islam, dari penguasaannya yang mumpuni pada kitab-kitab kuno pesantren. Artinya Kiai Ali menemukan kebijaksanaan dari pedalaman ilmu-ilmu agama yang dijaga tradisi pesantren selama beratus tahun. Bagaimana ia dapat melihat kenyataan hari ini dari kitab-kitab kuno tersebut? Tak lain adalah kemampuannya memberikan tafsir baru terhadap teks-teks kuno dengan mengarifi kenyataan hari ini. Pedoman itulah yang ia pakai, yang dalam prinsip keilmuan Islam disebut “al-muhafadhotu 'ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah” (mempertahankan yang lama dan meramunya dengan yang baru yang lebih baik). Sikap tersebut ditegakkannya dari pengalaman hidup sehari-hari, bergaul dengan siapa saja tanpa batasan umur dan status sosial, bahkan dengan santrinya sendiri ia dapat bergurau seperti seorang kawan karib.
 
Dalam pengertian ini, barangkali ia memang memegang pengertian kalamullah sebagai "al-'alam al-amar", yang original dan tak terjamah makhluk. Tetapi kitabullah, sebagai "buah tafsir" dari kalamullah ialah "al-'alama al-khalq", yang berada dalam sejarah dan kebudayaan manusia. Kalamullah utuh dan kekal (basith). Namun kitabullah sebagai buah tafsir terhadap kalamullah, meniscayakan dirinya pada bahasa dan penanda, tersusun dan membuka keleluasaan diraih budaya atau akal-pikiran manusia (murakkab). Pemahaman terhadap kitabullah sebagai "tafsir kedua" dari "tafsir pertama" yang telah dirisalahkan seorang Rasul, belum tentu meraih kalamullah. Itulah kenapa dalam khazanah Islam dikenal istilah "qauliyah" (ayat yang terucap) dan "kauniyah" (yang tak terucap). Kalamullah adalah perilaku dan segala sifat agung Rasulullah sebagaimana hadits yang disabdakan Aisyah: "kana khuluqul qur'an" (perilaku mulia Rasul adalah Qur'an). Atau dalam al-Qalam: 4: "wa innaka la'ala khuluqin adhim" (sesungguhnya perilakumu (Muhammad) itu perilaku yang luhur-agung), pun dalam an-Najm:3-4; bahwa apa yang diucapkan dan segala gerak-gerik Rasul tak lain wahyu yang diwahyukan.
 
Pengertian ini menarik. Pembacaan, pendalaman, tafsir, bahkan dugaan-dugaan, dan segala upaya akal-pikiran manusia terhadap Qur'an sebagai "kitabullah", mensyaratkan muaranya pada keluhuran kemanusiaan (al-akhlaq al-karimah) atau manfaat yang baik guna membuka peluang anugerah-Nya pada "kalamullah". Jika tidak, maka segala pengagungan terhadap "kitabullah" tidak integral dengan perilaku kemanusiaan yang luhur di mana manusia hidup. Sehingga menjadi batal segala klaim yang mengatasnamakan kitab suci dengan tujuan dan alasan apa pun tetapi mengingkari kemanusiaan. Bunyi "iqra'" merupakan hasil "daya tangkap" Rasul. Ia membunyikannya. Sebab mustahil ada kata yang pasti untuk menjelaskan kalamullah secara final.
 
Justru dari kedalaman ilmu-ilmu agama yang dikuasai, dipelajari, dan dipegangnya dalam kenyataan hidup sehari-hari, membuat Kiai Ali dengan tepat membedakan apa-apa yang penting, dan apa-apa yang tidak penting. Apa yang bersifat prinsip dan yang tak prinsip dalam kehidupan. Bercanda, bergurau, dan lain-lain yang merupakan pergaulan sehari-hari baginya bukanlah sesuatu yang gawat, melainkan kewajaran. Tak memerlukan dalil-dalil agama. Melainkan dialiri saja. Tak perlu seseorang berbasa-basi meski di dalam tertawa. Ia tidak khawatir ke-kiai-annya tak dihormati orang lain ketika bercanda. Tapi pada kebijakan publik yang berimplikasi terhadap kepentingan bersama, ia memasang diri sebagai sosok yang tak kenal kompromi. Bahkan melakukan perlawanan dengan menyanggah atau yang lain, meskipun ia punya pergaulan yang cukup dekat dengan para pejabat negara  Kemampuan dan sikap memilah apa-apa yang penting dan apa-apa yang tak penting, apa-apa yang vital dan apa-apa yang tak vital, membuatnya menjadi sosok yang tak dapat dirobohkan keadaan, dan kejernihannya tak terpengaruh atau dipengaruhi siapa pun meski ia punya pergaulan yang dekat dengan para pemegang kebijakan formal. Kiai ini mustahil bisa diperalat kekuasaan. Begitu kiranya Gus Dur melihat Kiai Ali.
 
Hingga pada suatu hari, Kiai Ali ditanya perihal sikap dan tata cara mendapatkan ilmu yang ditetapkan dan dijadikan pedoman para pencari ilmu beratus-ratus tahun yang lampau oleh al-Ghazali dalam “Ihya’”-nya yang mashur. Dalam ketetapan al-Ghazali itu, seorang santri atau pencari ilmu harus melakukan “laku tirakat” atau “laku prihatin”, yakni mengurangi makan atau sering berpuasa dan mengurangi tidur di dalam mendapatkan ilmu-ilmu.
 
“Bagaimana menurut, Kiai?” tanya seseorang. Mungkin seseorang itu adalah Gus Dur sendiri.
 
“Bagu! Tapi belum tentu bermanfaat. Karena anak-anak jaman sekarang punya mobilitas yang tinggi, sehingga memerlukan banyak nutrisi dan waktu beristirahat agar dapat menuntut ilmu dengan baik. Tidak membutuhkan puasa dan mengurangi tidur seperti yang dikatakan al-Ghazali. Apa yang dikatakan al-Ghazali itu, pada hari ini tetap bagus, tapi belum tentu bermanfaat,” jawab Kiai Ali ringan.
 
Bukankah ini kearifan yang menakjubkan? Kearifan itu dibangun justru dari dalam ilmu-ilmu agama itu sendiri. Bukan dari logika di luar ilmu-ilmu agama bersangkutan. Kemudian alangkah pengertian Kiai Ali tersebut tetap memiliki kesesuaiannya pada hari ini, bahwa pemaksaan atau penekanan kedisiplinan yang berlebihan di dalam rangka menuntut ilmu, tidaklah bermanfaat bagi si penuntut ilmu itu sendiri. Juga pada konteks kehidupan dan kepentingan bersama. Dan dalam dunia sehari-hari dalam kekinian, ada seberapa bayakkah para tokoh agama yang memiliki pengertian luwes, tapi tegas seperti itu? Ketegasan yang murni dari dalam keilmuan agama yang dalam, luas, dan mumpuni. Bukan ketegasan dari kepentingan-kepentingan praktis dan singkat belaka. Bukan sebagai pendukung atau yang melawan pemerintah belaka. Bukan yang begitu luwes, sampai tak punya ketegasan. Bukan pula yang tegas, tapi sama sekali tak memiliki keluwesan dan toleransi, sehingga banyak orang ketakutan. Sikap hidup Kiai Ali adalah sikap hidup sepanjang masa, yang jika ditekuni, menjernihkan kehidupan. Bukan sikap serba boleh atau serta tidak boleh, sehingga tak pernah sanggup menjernihkan kehidupan, terlebih dalam kehidupan beragama. Sikap sederhana Kiai Ali, jika didekati dengan keilmuan agama, sejatinya tak sesederhana itu. Tetapi sikap tersebut memang muncul secara alamiah dari dalam kepribadian seorang kiai yang mendalami dan menggeluti ilmu-ilmu agama seumur hidupnya. Hari ini sikap seperti itu seolah lenyap, terutama dari sejumlah orang yang mengaku atau dianggap pemuka agama, bukan?
 
Tembokrejo, 2021

*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab Iblis” (PSBB, 2018), “Agama Para Bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi. http://sastra-indonesia.com/2021/08/kiai-yang-tertawa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez