Senin, 18 Mei 2020

Gus Dur, Sastra dan Diplomasi untuk Palestina

Siswanto *

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan salah satu tokoh yang berada di garda terdepan dalam perjuangan Kemerdekaan Palestina. Sudah puluhan tahun orang-orang Palestina tidak mendapatkan keadilan, tanahnya dirampas dan hak-haknya dibungkam. Jalan panjang telah dilakukan banyak pihak, baik internal maupun eksternal, dan negara-negara ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina melalui diplomasi.

Sebagai pemimpin, Gus Dur melakukan banyak upaya dalam perjuangan Palestina, baginya ini suatu amanat bagi Nahdlatul Ulama (NU) untuk terus berupaya bahwa Indonesia, NU pada khususnya ikut dalam perjuangan Palestina, dan mengutuk segala bentuk penjajahan. Kita ketahui, Gus Dur tokoh penting yang banyak memberikan kontribusi dan dekontruksi didalam tubuh NU, salah satunya menggagas Khittah Nahdliyah pada Musyawarah Nasioal Alim Ulama 1983 dan Muktamar NU ke- 27 di Situbondo tahun 1984, bersama dengan KH. Ahmad Shiddiq sebagai Rais Aam, Gus Dur sebagai lokomotif utama berperan dalam keberlangsungan Khittah 1926 dibawah tekanan Orde Baru.

Empat aspek utama dalam gagasan besar Khittah 1926 yaitu: NU tidak lagi terikat pada partai politik manapun; NU kembali pada dasar perjuanngan yaitu organisasi keagamaan seperti yang tercantum dalam Qonun Asasi Nahdlatul Ulama; Menerima Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk final, dan penegasan kembali supermasi ulama di dalam jamiyyah Nahdlatul Ulama.

Diawal-awal kemerdekaan Indonesia, Faunding Father kita telah ikut dalam perjuangan Palestina, hal yang pernah dilakukan oleh Bung Hatta dalam Perjanjian Komisi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949 di Belanda, bahwa Palestina mengakui sepenuhnya kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan kedaulatan rakyat dan wilayahnya. Langkah dan dukungan yang telah dilakukan Palestina dalam masa-masa sulit bangsa Indonesia memberikan angin segar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan suatu pengakuan basa-basi, bahkan sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan. Itulah amanat yang tertuang dalam Undang-Undang yang telah dicanangkan Faunding Father bangsa Indonesia.

Melawan dengan Sastra

Pada tahun 1982 Gus Dur menggagas “Malam Puisi Palestina” di Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat, ini tahun-tahun awal dimana Gus Dur menjabat sebagai Ketua Umum PBNU (1982-2004). Pada saat itu pula, ia juga menjabat sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), salah satu lembaga kesenian dan kebudayaan di Jakarta.

Malam Puisi Palestina merupakan sebuah acara solidaritas untuk perdamaian, membendung kekerasan atas nama kemanusiaan didunia internasional khususunya Palestina. Gus Dur dari kalangan Kyai, mengajak tokoh seniman, di antaranya KH. Musthofa Bisri (Gus Mus), Abdul Hadi WM, Sutardji Calzoum Bahri, Subagyo Sastrowardoyo dan lain sebagainnya, bersama-sama membacakan sajak-sajak perjuangan Palestina. Suatu langkah yang banyak ditentang pada waktu itu, baik oleh Orde Baru, maupun dari kalangan Nahdlyin sendiri.

Musthofa Bisri sebagai salah satu tokoh yang membacakan sajak pada acara tersebut adalah rekan seperjuangan Gus Dur, ia berucap bahwa pada moment itulah pertama kalinya Gus Mus membacakan puisi, dan mengantarkan ia pada dunia kesusastraan.

Setelah 35 tahun terlewati, pada Agustus 2017, Gus Mus dan tokoh-tokoh yang masih hidup dalam perjuangan Palestiana mengadakan kembali acara Do’a Untuk Palestina di Taman Ismail Marzuki Jakarta, sebuah acara pembacaan sajak-sajak puisi, dan do’a solidaritas untuk konflik kemanusiaan di Palestina. Gus Mus mengkonsolidasikan dari berbagai tokoh, cendekiawan, sastrawan dan seniman untuk bersama-sama mendukung kemerdekaan Palestina. Konsolidasi vertikal–horizontal, bahwa problematik yang menimpa Palestina bukanlah persoalan agama, melainkan ketidakadilah, dan kekerasan terhadap kemanusiaan.

Suatu langkah diplomatis yang diwariskan Gus Dur terasa diwaktu sekarang, bahwa kontroversialismenya akan terjawab seiring berjalannya waktu ke waktu. Gus Dur mampu membawa Konflik Palestina pada ranah direndahkannya martabat kemanusiaan, bahwa seharusnya kehidupan manusia tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, tanpa adanya penindasan dan penjajahan berdalihkan kekuasaan semata.

Bagi penulis, disinilah Gus Dur mampu menggantarkan sastra dan kebudayaan sebagai lokomotif dalam perjuangan kemerdekaan Palestina, sikap kesantriaan Gus Dur yang telah mengesampingkan adanya benturan atau perseteruan konflik fisik atau senjata secara langsung. Bahwa kemanusiaan harus diangakat dengan cara-cara manusiawi.

Diplomasi yang Lentur

Berjuang untuk kemerdekaan Palestina tentunya membutuhkan cara-cara jitu dan waktu sangat lama demi rekonsiliasi dan terwujudnya perdamaian Palestina dan Israel. Pada tahun 1990, saat Gus Dur menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, melakukan kunjungan ke Israel, tentu Israel adalah negara yang menindas tanah Palestina.

Bukan Gus Dur jika langkahnya tidak menuai kontroversi dibanyak kalangan, kunjungan diplomasi Gus Dur disambut baik oleh pemerintahan Israel. Suatu sambutan yang luar biasa dan langkah awal membuka dialektik dalam pembebesan Palestina. Pada saat kunjungan ke Israel, Gus Dur menyampaikan pidato umum dengan mengutarakan dua hal penting untuk Palestina yaitu, kemerdekaan bagi Palestina, dan Keadilah bagi seluruh rakyat Palestina.

Langkah berani dilakukan Gus Dur dalam penyelesaian konflik kemananusiaan di Palestna, mempunyai cara-cara tersendiri yang belum pernah dilakukan oleh pemimpin sebelumya, bahkan pemimpin-pemimpin dunia yang ikut serta dalam pembebasan tanah Palestina. Sungguh Gus Dur merupakan sosok yang sangat berwawasan jenius dan punyai sikap diplomatik sangat tinggi. Ia mengupayakan persahabatan pada musuhnya sekalipun demi melakukan diplomasi internasional, bahwa segala yang telah diperbuat itu melanggar perdamaian internasional dan nilai-nilai kemanusiaan.

Suatu sikap kepemimpinan yang tidak mudah untuk dilakukan oleh orang-orang biasa, pertentangan akan muncul baik dari dalam maupun kalangan luar, akan tetapi, Gus Dur mampu meredam semua itu, bahwa diplomasi dalam perjuangan Palestinya sebaiknya dengan cara-cara baik dan lentur, termasuk membuka dialektik dan bersahabat dengan musuh sekalipun. Inilah diplomasi Gus Dur.

Pemimpin Pemberani

Pada Desember 2009 Gus Dur meninggalkan kita semua, kembali dalam keadaan tenang, duka mendalam menyelimuti hati keluarga, kerabat, rekan perjuangan dan rakyat Indonesia pada umumnya. Perjalanan hidup Gus Dur telah mewariskan garis nilai-nilai perjuangan, tidak meninggalkan harta atau warisan berupa materil.

Gus Dur telah mengajarkan kepada kita semua tentang kemanusiaan, keadilan dan kesatriaan. Sikap dan tauladannya telah membekas dalam sejarah yang harus dilanjutkan. Perjuangan belum berakhir, sekalipun usia telah lapuk dimakan waktu.

Gus Dur adalah seorang pemimpin yang dirindukan kita semua. Mengutip sajak yang dibacakan Gus Mus di Acara Haul ke-7 Gus Dur di Ciganjur, melantunlah:

Seorang pemimpin pemberani datang sendiri mengawal bukan dikawal umatnya
Seorang pemimpin pemberani datang sendiri
Membela kaum lemah hanya dengan kayakinan dan do’a
Pemimpin Pemberani memaafkan
Tanpa sedikitpun kebenciaan
Karena dihatinya hanya ada Cinta dan Tuhan.

Apa yang disampaikan oleh Gus Mus merupakan gambaran keberaniannya sebagai seorang pemimpin umat dan negara. Sisi humanisme dan kesatriaannya menjadi hal utama dalam meneladani nilai-nilai yang telah diwariskan oleh Gus Dur.

Gus Dur ialah jalan bagi kami untuk belajar ditengah kondisi krisis moral kepemimpinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yah, Gus Dur telah mewariskan kepada kita semua, bahwa tauladan akan menghidupkan orang yang 'sudah mati' sekalipun.

*) Siswanto, Koordinator Penggerak Gusdurian Ciputat, Mahasiswa Aqidah Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
https://harakatuna.com/gus-dur-sastra-dan-diplomasi-untuk-palestina.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez