Wawancara ini juga dimuat dalam Majalah MataAir edisi 18 “Banyak Jalan Menuju Makkah”
http://www.gusmus.net/
Siapa yang tidak kenal Danarto. Budayawan gaek dan penulis buku “Orang Jawa Naik Haji” ini dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1941 di Sragen, Jawa Tengah. Kali ini, Danarto akan mengisahkan pengalamannya berhaji serta berbagai pendapat dan ungkapannya tentang fenomena unik ibadah haji kepada anda.
Ayahnya bernama Jakio Harjodinomo, seorang mandor pabrik gula. Ibunya bernama Siti Aminah, pedagang batik kecil-kecilan di pasar. Setelah menamatkan pendidikannya di sekolah dasar (SD), ia melanjutkan pelajarannya ke sekolah menengah pertama (SMP). Kemudian, ia meneruskan sekolahnya di sekolah menengah atas (SMA) bagian Sastra di Solo. Pada tahun 1958—1961, ia belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta jurusan seni lukis.
Danarto aktif mengamati dan menulis tentang sufisme. Sedari belia, Danarto sudah punya pengalaman menulis cerita pendek, melukis, menyair, menyutradarai teater dan menjadi penata artistik. Kumpulan cerpennya, Godlob (1975) sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Abracadabra oleh Harry Aveling, pengamat sastra Indonesia dari Australia. Beberapa cerpennya diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis dan Belanda. Kumpulan cerpennya yang lain, Adam Ma’rifat, memenangkan hadiah sastra pada tahun 1982, Dewan Kesenian Jakarta, dan Hadiah Buku Utama tahun 1982. Burton Raffel, pengamat sastra dari Amerika, sampai-sampai mengomentarinya dalam The Asian Wall Street Journal, 28 Februari 1980.
Mantan anggota inti Sanggarbambu ini pernah menjadi dosen Institut Kesenian Jakarta selama 11 tahun dan wartawan majalah Zaman selama 6 tahun. Pada tahun 1983, ia menunaikan ibadah haji dan menghasilkan sebuah laporan perjalanan yang kemudian diterbitkan PT Pustaka Grafiti Pers, Jakarta dengan judul “Orang Jawa Naik Haji”. Danarto juga pernah bergabung dengan teater Sardono yang tampil di Eropa Barat dan Asia tahun 1974. Di samping berpameran “Kanvas Kosong” (1973), ia juga berpameran puisi konkret (1978).
MataAir mewancarainya seputar pengalaman haji dalam sebuah pertemuan sore hari di Mal Pondok Indah. Berikut wawancara selengkapnya.
Masyarakat kita kok kayaknya hasrat berhaji tidak pernah luntur. Bagaimana menurut Anda?
Semangat untuk berhaji masyarakat kita memang tidak ada kendornya, karena keimanan yang tinggi. Setiap jamaah calon haji maupun yang sudah berhaji merasakan bahwa untuk menunaikan ibadah haji membutuhkan suatu dorongan spiritual yang kuat, dan dorongan spiritual itu selalu dipunyai oleh para jemaah calon haji.
Anda pernah menulis buku Orang Jawa Naik Haji. Apa Anda memang ingin mengungkap sesuatu yang unik dari ibadah haji?
Buku Orang Jawa Naik Haji yang saya tulis itu judulnya itu bukan dari saya, tapi dari ide Gunawan Muhammad. Judul itu membuat buku itu laku. Sebenarnya, tidak ada sesuatu yang istimewa dalam pergi haji bagi masyarakat manapun. Tetapi, ketika orang Jawa dicantumkan dalam judul buku itu, orang jadi kepingin baca. Memang ada karakter Jawa dalam buku itu yang berbeda dengan suku-suku lain. Misalnya, saya bisa berhaji apa adanya, secara santai dan kemampuan pasrah yang mutlak..
Konon, seperti Sultan Hamengkubono IX tidak mau berhaji. Apa lantaran ada kepercayaan dalam budaya Jawa yang memandang sinis haji?
Mungkin tidak hanya bagi Sri Sultan Hamengkubono IX, orang kayak Emha Ainun Najib juga tidak mau berhaji. Barangkali begini. Bagi Sri Sultan, berhaji itu merupakan satu kemewahan, sehingga bertentangan dengan sifat-sifat kerakyatan Sultan. Sedang, bagi Emha, barangkali berhaji itu akan menimbulkan kedudukan status sosial yang rancu. Artinya, orang tidak bisa begitu saja dipandang sebagai saudara, apalagi kemudian dengan embel-embel haji, orang jadi punya pamrih yang mendalam.
Dalam haji, bagaimana menyelaraskan ritual dzahir dengan yang spiritual?
Pergi haji itu pertama-tama adalah iman, kemudian kepasrahan serta harapan akan dicapainya suatu kondisi spiritual yang bisa memuaskan. Ketika saya pergi haji, saya tidak mendapatkan suatu sambutan yang ramah. Saya selalu mendapatkan kesukaran dan kendala. Meskipun demikian, karena kepasrahan yang tinggi, kendala itu saya anggap ringan saja.
Maksud kendala dan kesulitan itu apa?
Artinya, kedudukan pembimbing itu tidak ada artinya apa-apa di Tanah Suci. Setiap jamaah punya problematika sendiri-sendiri. Berdasarkan watak dari jamaah itu sendiri, dan dari sini setiap jamaah mendapatkan pengalamannya sendiri-sendiri. Ada saja orang yang enggak mau berhaji lantaran takut dikerjain di Tanah Suci misalnya.
Ada kejadian unik?
Iya memang terjadi. Misalnya gini. Saya pernah terjebak kemacetan 14 jam di dalam bus, tanpa makanan dan minuman. Itu kan sesuatu yang mustahil. Tetapi, saya alami juga itu, karena ada kondisi yang memungkinkan kejadian itu menimpa tiap jamaah.
Jamaah lain juga merasakan. Banyak orang-orang tua yang lapar dan haus. Sementara, ada bayi yang tidur nyaman, tidak terganggu apa-apa. Jadi, betul-betul Tanah Suci itu beroperasi terhadap kejiwaan orang–perorang.
Calon haji harus mempersiapakan segala sesuatunya termasuk kehidupan rohani dan tindakan sehari-harinya. Ucapan, perilaku dan pikiran-pikirannya akan menentukan sepak terjang berhaji di Tanah Suci. Pendeknya, ada dua fakta, ada jamaah yang mendapat kesukaran berjam-jam dan ada jamaah yang tidak mendapatkan halangan apapun. Padahal, harinya sama, tempatnya sama dan ritualnya sama.
Ada yang sadar bahwa peristiwa itu imbas dari kehidupan rohaninya. Tetapi, ada yang tidak sadar bahwa kejadian itu betul-betul kesukaran yang bersifat fisikal semata, karena kecerobohan dari panitia haji.
Saya pergi haji itu tahun 1983. Kala itu, satu kamar yang luasnya sepuluh meter persegi bisa dihuni 50 jamaah dengan satu kamar mandi. Wah, sengsara betul tahun-tahun itu. Di atas tikar tempat tidur ada jemuran. Makanya, bukan tidak mungkin waktu tidur mukanya ketetesan air jemuran. Juga, antrian yang panjang dikamar mandi. Betul-betul ada kebodohan di sana. Ada jiwa yang mampat di sana yang mungkin bagi Emha pasti enggak bisa diterima sebagai ketololan.
Bagaimana saat Anda melihat Ka’bah?
Pertamakali, saya menatap Ka’bah saya merasa kaget sekali, ternyata Ka’bah begitu agung dan mempengaruhi kegiatan sehari-hari saya dalam melaksanakan rukun-rukun haji.
Bagaimana dengan haji eksekutif?
Haji eksekutif itu kan haji yang memenuhi standar sebagai pegawai negeri sipil atau suatu kedudukan dalam pemerintahan, sehingga mereka menganggap hal itu sebagai suatu tugas yang dibebankan oleh negara kepadanya. Dan jika tugas itu sudah terlaksana dengan baik, maka ya sudah cukup.
Pergi haji itu kan juga bermotivasi adanya kerinduan spiritual?
Ya bisa saja. Yah, rindu akan kekayaan spiritual yang bisa didapat dari pengalaman menunaikan ibadah haji. Sehingga, banyak orang kaya raya mau bersusah payah berhaji. Memang haji bisa dilakukan secara gampang. Misalnya, haji itu kan hanya satu syarat, yaitu wukuf di Arafah. Jadi, begitu mendarat di bandara Jeddah kita bisa langsung ke Arafah untuk wukuf dari pagi sampai sore. Sesudah itu, ya sudah haji. Walaupun tidak mengikuti rukun-rukun yang lain, misalnya lempar jumrah dan sebagainya.
Apa yang paling berat saat wukuf di Arafah?
Yang berat itu wukuf di Arafah dan juga melempar jumrah di Mina, karena harus melempar jumrah berkali-kali ditengah dua setengah juta umat Islam.
Dulu, haji bisa menjadi wahana meningkatkan semangat Pan Islamisme.
Dulu, saya kira bisa. Tetapi, sekarang tidak, karena masing-masing negara memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Misalnya, Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia yang sangat condong ke Barat. Kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat Palestina misalnya. Mungkin, karena posisi Indonesia sekarang serba susah atau serba salah karena berpihak ke Barat. Tapi, kalau tidak berpihak pada Barat, bangsa ini mungkin tidak bisa berlangsung kehidupannya.
Pada saat menjalankan haji kira-kira pada momen ritual apa Anda merasakan kenikmatan spiritual?
Momen yang paling memuaskan secara spiritual bahwa saya bisa berhasil sampai ke Tanah Suci dengan uang tabungan yang diangsur sedikit demi sedikit. Ketika sampai di Tanah Suci, saya merasa bahwa ini suatu berkah yang sungguh di luar kemampuan saya sebenarnya.
Pandangan Anda tentang orang yang berhaji berkali-kali?
Mereka mungkin mendapatkan kepuasan spiritual dari ibadah haji. Walaupun, harus mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk berhaji lagi. Ada janji kedudukan spriritual yang bisa didapat dari Tanah Suci itu. Seandainya itu merupakan bentuk riya’ atau sekedar hanya untuk gengsi, rasanya tidak mungkin dilaksanakan berkali-kali, karena akan bosan.
Kayaknya ada yang suda berhaji, tetapi kelakuannya tidak berubah?
Saya kira banyak. Pulang haji kelakuannya tidak berubah. Misalnya, tetap saja melakukan kejahatan. Tetapi, itu ya memang sesuatu yang terjadi secara lumrah. Mengingat bahwa bagi sebagian orang mungkin pergi haji merupakan suatu bentuk pencapaian cita-cita yang bersifat material-finansial. Sehingga, bagi dia tidak perlu ada perubahan atau jaminan spiritual yang bisa di dapat dari pergi haji itu.
Menurut Anda berhaji yang ideal itu bagaimana?
Berhaji yang ideal itu adalah yang dilandasi keimanan, keihklasan dan harapan. untuk mendapatkan kekuatan atau kekayaan spiritual.
Meningkatnya jumlah orang berhaji apa bisa jadi petunjuk bahwa spiritualitas masyarakat kita juga meningkat?
Bisa saja. Meningkatnya jumlah jamah haji itu menandakan juga meningkatnya kekayaan spiritual yang didapat dari Tanah Suci.
Haji diposisikan sebagai rukun Islam yang terakhir. Apakah ini berarti sebagai puncak pencapaian spiritual?
Iya. Haji merupakan gong di rukun Islam. Kalau ada yang tidak butuh pergi haji, barangkali mereka yang berpikiran hal itu menjadi sesuatu yang sangat memeras tenaga dan biaya.
Pesan-pesan Anda untuk mereka yang mau berhaji?
Yang paling penting adalah kehidupan sehari-hari harus ditata betul sebelum keberangkatan. Misalnya, cara berfikir, cara ngomong, cara bertindak sehari-hari yang itu akan mempengaruhi kelangsungan atau kelancaran berhaji di sana. Yah, ada istilah menjadi Muslim yang kaffah.. Sebenarnya, sampai kepada wudhu yang benar, berpakaian yang benar, hubungan antar sesama yang baik, itu semua akan sangat mempengaruhi kelancaran haji kita. (mz)
Sumber: http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis⊂=6&id=900
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar