Rabu, 13 Oktober 2010

Danarto, “Haji Itu Perlu Dorongan Spiritual Yang Kuat”

Wawancara ini juga dimuat dalam Majalah MataAir edisi 18 “Banyak Jalan Menuju Makkah”
http://www.gusmus.net/

Siapa yang tidak kenal Danarto. Budayawan gaek dan penulis buku “Orang Jawa Naik Haji” ini dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1941 di Sragen, Jawa Tengah. Kali ini, Danarto akan mengisahkan pengalamannya berhaji serta berbagai pendapat dan ungkapannya tentang fenomena unik ibadah haji kepada anda.

Ayahnya bernama Jakio Harjodinomo, seorang mandor pabrik gula. Ibunya bernama Siti Aminah, pedagang batik kecil-kecilan di pasar. Setelah menamatkan pendidikannya di sekolah dasar (SD), ia melanjutkan pelajarannya ke sekolah menengah pertama (SMP). Kemudian, ia meneruskan sekolahnya di sekolah menengah atas (SMA) bagian Sastra di Solo. Pada tahun 1958—1961, ia belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta jurusan seni lukis.

Danarto aktif mengamati dan menulis tentang sufisme. Sedari belia, Danarto sudah punya pengalaman menulis cerita pendek, melukis, menyair, menyutradarai teater dan menjadi penata artistik. Kumpulan cerpennya, Godlob (1975) sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Abracadabra oleh Harry Aveling, pengamat sastra Indonesia dari Australia. Beberapa cerpennya diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis dan Belanda. Kumpulan cerpennya yang lain, Adam Ma’rifat, memenangkan hadiah sastra pada tahun 1982, Dewan Kesenian Jakarta, dan Hadiah Buku Utama tahun 1982. Burton Raffel, pengamat sastra dari Amerika, sampai-sampai mengomentarinya dalam The Asian Wall Street Journal, 28 Februari 1980.

Mantan anggota inti Sanggarbambu ini pernah menjadi dosen Institut Kesenian Jakarta selama 11 tahun dan wartawan majalah Zaman selama 6 tahun. Pada tahun 1983, ia menunaikan ibadah haji dan menghasilkan sebuah laporan perjalanan yang kemudian diterbitkan PT Pustaka Grafiti Pers, Jakarta dengan judul “Orang Jawa Naik Haji”. Danarto juga pernah bergabung dengan teater Sardono yang tampil di Eropa Barat dan Asia tahun 1974. Di samping berpameran “Kanvas Kosong” (1973), ia juga berpameran puisi konkret (1978).

MataAir mewancarainya seputar pengalaman haji dalam sebuah pertemuan sore hari di Mal Pondok Indah. Berikut wawancara selengkapnya.

Masyarakat kita kok kayaknya hasrat berhaji tidak pernah luntur. Bagaimana menurut Anda?

Semangat untuk berhaji masyarakat kita memang tidak ada kendornya, karena keimanan yang tinggi. Setiap jamaah calon haji maupun yang sudah berhaji merasakan bahwa untuk menunaikan ibadah haji membutuhkan suatu dorongan spiritual yang kuat, dan dorongan spiritual itu selalu dipunyai oleh para jemaah calon haji.

Anda pernah menulis buku Orang Jawa Naik Haji. Apa Anda memang ingin mengungkap sesuatu yang unik dari ibadah haji?

Buku Orang Jawa Naik Haji yang saya tulis itu judulnya itu bukan dari saya, tapi dari ide Gunawan Muhammad. Judul itu membuat buku itu laku. Sebenarnya, tidak ada sesuatu yang istimewa dalam pergi haji bagi masyarakat manapun. Tetapi, ketika orang Jawa dicantumkan dalam judul buku itu, orang jadi kepingin baca. Memang ada karakter Jawa dalam buku itu yang berbeda dengan suku-suku lain. Misalnya, saya bisa berhaji apa adanya, secara santai dan kemampuan pasrah yang mutlak..

Konon, seperti Sultan Hamengkubono IX tidak mau berhaji. Apa lantaran ada kepercayaan dalam budaya Jawa yang memandang sinis haji?

Mungkin tidak hanya bagi Sri Sultan Hamengkubono IX, orang kayak Emha Ainun Najib juga tidak mau berhaji. Barangkali begini. Bagi Sri Sultan, berhaji itu merupakan satu kemewahan, sehingga bertentangan dengan sifat-sifat kerakyatan Sultan. Sedang, bagi Emha, barangkali berhaji itu akan menimbulkan kedudukan status sosial yang rancu. Artinya, orang tidak bisa begitu saja dipandang sebagai saudara, apalagi kemudian dengan embel-embel haji, orang jadi punya pamrih yang mendalam.

Dalam haji, bagaimana menyelaraskan ritual dzahir dengan yang spiritual?

Pergi haji itu pertama-tama adalah iman, kemudian kepasrahan serta harapan akan dicapainya suatu kondisi spiritual yang bisa memuaskan. Ketika saya pergi haji, saya tidak mendapatkan suatu sambutan yang ramah. Saya selalu mendapatkan kesukaran dan kendala. Meskipun demikian, karena kepasrahan yang tinggi, kendala itu saya anggap ringan saja.

Maksud kendala dan kesulitan itu apa?

Artinya, kedudukan pembimbing itu tidak ada artinya apa-apa di Tanah Suci. Setiap jamaah punya problematika sendiri-sendiri. Berdasarkan watak dari jamaah itu sendiri, dan dari sini setiap jamaah mendapatkan pengalamannya sendiri-sendiri. Ada saja orang yang enggak mau berhaji lantaran takut dikerjain di Tanah Suci misalnya.

Ada kejadian unik?

Iya memang terjadi. Misalnya gini. Saya pernah terjebak kemacetan 14 jam di dalam bus, tanpa makanan dan minuman. Itu kan sesuatu yang mustahil. Tetapi, saya alami juga itu, karena ada kondisi yang memungkinkan kejadian itu menimpa tiap jamaah.

Jamaah lain juga merasakan. Banyak orang-orang tua yang lapar dan haus. Sementara, ada bayi yang tidur nyaman, tidak terganggu apa-apa. Jadi, betul-betul Tanah Suci itu beroperasi terhadap kejiwaan orang–perorang.

Calon haji harus mempersiapakan segala sesuatunya termasuk kehidupan rohani dan tindakan sehari-harinya. Ucapan, perilaku dan pikiran-pikirannya akan menentukan sepak terjang berhaji di Tanah Suci. Pendeknya, ada dua fakta, ada jamaah yang mendapat kesukaran berjam-jam dan ada jamaah yang tidak mendapatkan halangan apapun. Padahal, harinya sama, tempatnya sama dan ritualnya sama.

Ada yang sadar bahwa peristiwa itu imbas dari kehidupan rohaninya. Tetapi, ada yang tidak sadar bahwa kejadian itu betul-betul kesukaran yang bersifat fisikal semata, karena kecerobohan dari panitia haji.

Saya pergi haji itu tahun 1983. Kala itu, satu kamar yang luasnya sepuluh meter persegi bisa dihuni 50 jamaah dengan satu kamar mandi. Wah, sengsara betul tahun-tahun itu. Di atas tikar tempat tidur ada jemuran. Makanya, bukan tidak mungkin waktu tidur mukanya ketetesan air jemuran. Juga, antrian yang panjang dikamar mandi. Betul-betul ada kebodohan di sana. Ada jiwa yang mampat di sana yang mungkin bagi Emha pasti enggak bisa diterima sebagai ketololan.

Bagaimana saat Anda melihat Ka’bah?

Pertamakali, saya menatap Ka’bah saya merasa kaget sekali, ternyata Ka’bah begitu agung dan mempengaruhi kegiatan sehari-hari saya dalam melaksanakan rukun-rukun haji.

Bagaimana dengan haji eksekutif?

Haji eksekutif itu kan haji yang memenuhi standar sebagai pegawai negeri sipil atau suatu kedudukan dalam pemerintahan, sehingga mereka menganggap hal itu sebagai suatu tugas yang dibebankan oleh negara kepadanya. Dan jika tugas itu sudah terlaksana dengan baik, maka ya sudah cukup.

Pergi haji itu kan juga bermotivasi adanya kerinduan spiritual?

Ya bisa saja. Yah, rindu akan kekayaan spiritual yang bisa didapat dari pengalaman menunaikan ibadah haji. Sehingga, banyak orang kaya raya mau bersusah payah berhaji. Memang haji bisa dilakukan secara gampang. Misalnya, haji itu kan hanya satu syarat, yaitu wukuf di Arafah. Jadi, begitu mendarat di bandara Jeddah kita bisa langsung ke Arafah untuk wukuf dari pagi sampai sore. Sesudah itu, ya sudah haji. Walaupun tidak mengikuti rukun-rukun yang lain, misalnya lempar jumrah dan sebagainya.

Apa yang paling berat saat wukuf di Arafah?

Yang berat itu wukuf di Arafah dan juga melempar jumrah di Mina, karena harus melempar jumrah berkali-kali ditengah dua setengah juta umat Islam.

Dulu, haji bisa menjadi wahana meningkatkan semangat Pan Islamisme.

Dulu, saya kira bisa. Tetapi, sekarang tidak, karena masing-masing negara memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Misalnya, Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia yang sangat condong ke Barat. Kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat Palestina misalnya. Mungkin, karena posisi Indonesia sekarang serba susah atau serba salah karena berpihak ke Barat. Tapi, kalau tidak berpihak pada Barat, bangsa ini mungkin tidak bisa berlangsung kehidupannya.

Pada saat menjalankan haji kira-kira pada momen ritual apa Anda merasakan kenikmatan spiritual?

Momen yang paling memuaskan secara spiritual bahwa saya bisa berhasil sampai ke Tanah Suci dengan uang tabungan yang diangsur sedikit demi sedikit. Ketika sampai di Tanah Suci, saya merasa bahwa ini suatu berkah yang sungguh di luar kemampuan saya sebenarnya.

Pandangan Anda tentang orang yang berhaji berkali-kali?

Mereka mungkin mendapatkan kepuasan spiritual dari ibadah haji. Walaupun, harus mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk berhaji lagi. Ada janji kedudukan spriritual yang bisa didapat dari Tanah Suci itu. Seandainya itu merupakan bentuk riya’ atau sekedar hanya untuk gengsi, rasanya tidak mungkin dilaksanakan berkali-kali, karena akan bosan.

Kayaknya ada yang suda berhaji, tetapi kelakuannya tidak berubah?

Saya kira banyak. Pulang haji kelakuannya tidak berubah. Misalnya, tetap saja melakukan kejahatan. Tetapi, itu ya memang sesuatu yang terjadi secara lumrah. Mengingat bahwa bagi sebagian orang mungkin pergi haji merupakan suatu bentuk pencapaian cita-cita yang bersifat material-finansial. Sehingga, bagi dia tidak perlu ada perubahan atau jaminan spiritual yang bisa di dapat dari pergi haji itu.

Menurut Anda berhaji yang ideal itu bagaimana?

Berhaji yang ideal itu adalah yang dilandasi keimanan, keihklasan dan harapan. untuk mendapatkan kekuatan atau kekayaan spiritual.

Meningkatnya jumlah orang berhaji apa bisa jadi petunjuk bahwa spiritualitas masyarakat kita juga meningkat?

Bisa saja. Meningkatnya jumlah jamah haji itu menandakan juga meningkatnya kekayaan spiritual yang didapat dari Tanah Suci.

Haji diposisikan sebagai rukun Islam yang terakhir. Apakah ini berarti sebagai puncak pencapaian spiritual?

Iya. Haji merupakan gong di rukun Islam. Kalau ada yang tidak butuh pergi haji, barangkali mereka yang berpikiran hal itu menjadi sesuatu yang sangat memeras tenaga dan biaya.

Pesan-pesan Anda untuk mereka yang mau berhaji?

Yang paling penting adalah kehidupan sehari-hari harus ditata betul sebelum keberangkatan. Misalnya, cara berfikir, cara ngomong, cara bertindak sehari-hari yang itu akan mempengaruhi kelangsungan atau kelancaran berhaji di sana. Yah, ada istilah menjadi Muslim yang kaffah.. Sebenarnya, sampai kepada wudhu yang benar, berpakaian yang benar, hubungan antar sesama yang baik, itu semua akan sangat mempengaruhi kelancaran haji kita. (mz)

Sumber: http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis⊂=6&id=900

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez