Sabtu, 28 Desember 2019

Mengkudeta Presiden Gus Dur

Peran AP dan PDI-P dalam Mengkudeta Presiden Gus Dur
Virdika Rizky Utama

Saya sudah menulis dua bagian scenario penjatuhan Gus Dur dan termasuk peran-peran tokoh penting di dalamnya. Salah satu yang saya tulis atau buat utasnya di Twitter pada Agustus lalu adalah bagaimana peran AR dan ormas Islam lainnya dalam menjatuhkan Gus Dur.

Hal yang mengejutkan dari utas tersebut adalah banyaknya mention akun telur yang menyerang saya. Saya tak pernah ambil pusing untuk hal itu, tapi yang paling menarik adalah ada yang menyebut bahwa saya simpatisan Joko Widodo dan PDI-Perjuangan.

Situasi politik Indonesia saat ini mungkin yang membuat pandangan itu terjadi. Politik membelah masyarakat antara Jokowi atau Prabowo. Kalau saya tulis AR yang berada di kubu Prabowo, berarti saya simpatisan Jokowi. Mungkin mereka lupa bahwa PDI-P yang justru mendampatkan hasil langsung dari lengsernya Gus Dur.

Pada bagian ketiga dan mungkin terakhir ini, sebelum buku saya terbit nanti. Saya kan menjelaskan peran PDI-P dalam penjatuhan Gus Dur, berikut wawancara yang saya dapat dari beberapa tokoh. Dalam tulisan ini saya akan tulis semua hasil wawancara, dalam buku tidak semua saya tulis karena dalam buku saya harus melewati tahap verifikasi yang ketat.

Bagian yang masuk dalam buku, sudah lolos verifikasi dan konfirmasi. Sedangkan yang tidak, akan tetap saya tulis di bagian ini. Saya tidak mewawancarai M karena saya sudah dapat membayangkan apa saja jawabannya. Karena PDI-P berada pada posisi blessing in disguise, toh inisiator melengserkan Gus Dur dari PDI-P adalah anak-anak kosnya yaitu AP.

Sayangnya, AP tak bersedia diwawancara. Sebagai pengganti, saya memilih NN, bendahara umum untuk diwawancara. Sebab, ia merupakan kader asli PDI-P dan perannya sebagai bendahara sangat vital, ia tahu aliran dana partai.

Kita mulai dari awal reformasi. Meski PDI-P diprediksi oleh para ahli politik akan memenangkan pemilu 1999, nyatanya PDI-P tidak siap menang. Baik secara kader maupun finansial. Hal itu disebabkan, PDI-P banyak mendapatkan represi dari rezim Orde Baru.

Tepatnya, saat PDI mengalami represi saat peristiwa 27 Juli 1996 dan dualisme PDI versi S dan M. “Ya, kami memang tidak siap. Saat pelantikan Anggota DPR RI pemilu 1999. Kami bahkan tidak saling kenal. Siapa pun bisa masuk, asal dapat mau berkontribusi pada partai,” ujar NN, bendahara PDI-P, saat saya wawancara awal Maret 2019 di bilangan Senayan.

Kontribusi yang dimaksud NN adalah komitmen memajukan partai dan dapat menyumbang dana. Oleh sebab itu, banyak pengusaha yang masuk ke PDI-P, salah satu yang terkenal dan memainkan peran penting adalah AP. Kemudian, mereka ini disebut anak kos.

NN memberi contoh betapa pentingnya bantuan finansial bagi PDI-P. Setelah PDI-P memenangkan pemilu, PDI-P seolah yakin akan memenangkan pemilu presiden. Kemudian, yang beredar di media, bahwa M dan PDIP sangat sombong dan jumawa, tak mau berkoalisi.

“Pertama M masih kurang matang dalam politik. Kedua, saat ada kumpul antarsekjen partai, PDI-P diminta untuk selalu mentraktir. Kita sudah habis-habisan berjuang saat Orde Baru, tak ada banyak uang kas. Akhirnya, kami tak pernah kumpul lagi dengan partai lain,” NN coba mengingat.

ak hanya itu, naiknya M menjadi calon presiden juga diserah isu gender dan anti-islam. Saat itu, banyak anggota DPR dari PDI-P yang non-islam. M juga tak banyak memberikan komentar atau pembelaan saat ditanyai wartawan terkait isu anti-Islam.

Singkatnya, M kalah oleh Gus Dur dan menjadi Wapres. Proses pencalonannya pun diinisasi oleh PKB, orang yang dimintai untuk mengurus keperluan teknis pencalonan Wapres adalah KIP. Lalu terpilihlah M menjadi Wapres. Penyusunan cabinet dari PDI-P tak banyak protes seperti AR meminta jatah Menkeu untuk PAN.

Gerilya anak kos berebut pengaruh TK dan M, momen itu mereka dapat saat pemecatan LS dari PDI-P dan JK dari Golkar oleh Gus Dur dengan dugaan KKN. Seorang sumber yang tak mau disebutkan namanya, menceritakan bahwa awalnya M tak marah ketika LS dipecat. “Kenapa M tak marah? Karena LS itu pelit untuk partai. Contoh kalau LS dapat fee proyek 10 Miliar, paling dia hanya kasih 100juta untuk partai,” katanya.

Tapi, yang menentang keputusan tersebut adalah anak-anak kos. Kalian bisa periksa pernyataannya AP, SS, dan PA di media  massa saat itu yang megusulkan hak interpelasi kepada Gus Dur. Dalam sebuah dokumen rapat notulensi di rumah AP 22 Juni 2000, AP  mengkoordinasi pertemuan dengan sejumlah petinggi Golkar, Poros Tengah, HMI, KAHMI, Polisi, dan tentara.

Aliansi ini kemudian mengubah konfigurasi kekuatan politik yang ada. Jika sebelumnya Poros Tengah (PKB ada di dalamnya) dan Golkar melawan PDI-P, maka setelah pertemuan tersebut aliansi menjadi Golkar, PDI-P, Poros Tengah melawan PKB.

Rencana jangka pendeknya adalah dengan menurunkan pamor Gus Dur lewat isu bruneigate dan buloggate, sambil menaikkan pamor M. Sebenarnya dalam dokumen tersebut ada tiga kandidat yang dapat dijadikan presiden, yaitu AR, NM, dan M.

AR ditolak karena dianggap menikung M dengan membuat poros tengah dan menaikkan Gus Dur pada pemilu 1999.  Akhirnya, AR ditugasi untuk mendeskreditkan peran Gus Dur, moral politik AR sebagai tokoh reformasi dirasa berguna. NM tak punya kehendak di bidang politik dan lebih memilih jadi guru bangsa. Calon terakhir yang paling rasional adalah M. Hanya saja isu gender dan anti-islam masih mengganjal poros tengah. Tapi mereka yakin akan berhasil, sebab M pada di tengah jalan akan kembali “digulung” seperti Gus Dur.

Sebelum lebih jauh, dengan ditetapkannya M menjadi calon presiden. AP mulai mengondisikan sejumlah massa PDI-P untuk menyambut isu M akan jadi presiden. AP memobilisasi massa PDI-P Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung. AP dibantu oleh politisi PDI-P lainnya yaitu ZL (sekarang di Nasdem) dan JU. Mereka dianggap berhasil memengaruhi massa PDI-P untuk ikut bergabung dalam demonstrasi yang digalang oleh HMI, KAMMI, GPK, PP. Tak hanya itu, dalam sebuah dokumen dituliskan juga AP ikut memborong dollar di Singapura, Hongkong, dan London bersama LSL, BTH, dan FM (Bendum Golkar).

Di kalangan internal, kader asli PDI-P ingin tetap duet Gus Dur-M berlangsung sampai 2004. “Tujuannya biar M belajar dulu dari Gus Dur,” kata NN. Usulan itu paling tidak bertahan sampai Januari 2001, sesaat sebelum Memorandum I.

Anak kos berhasil merebut pengaruh M dan TK, pertama yang dilobi adalah TK. Dengan  meyakinkan bahwa M layak jadi presiden karena PDI-P partai pemenang pemilu. Diakui oleh TK dalam biografinya, ia sering bertemu dengan Poros Tengah di Masjid Al-Azhar untuk meyakinkan M bersedia menjadi Presiden.

Namun, meyakinkan M tak semudah yang dibayangkan oleh Golkar dan Poros Tengah.  Terdapat sebuah kesepakatan yang kemudian meyakinkan M bersedia menjadi presiden. Pertama, M meminta garansi bahwa ia tidak dijatuhkan di tengah jalan. Ia belajar dari pengalaman pemilu 1999 dan jatuhnya Gus Dur. Imbalannya adalah kasus Buloggate lainnya yang mengganjal AT tak dilanjutkan. Setelah memorandum I, Gus Dur sempat melakukan perlawanan, melalui MMD menyebut bahwa terdapat aliran dana Buloggate 90 M untuk Golkar.

Ketika itu disepakati, PDI-P semakin yakin akan menjatuhkan Gus Dur. Terlebih Gus Dur banyak merombak dan mengintervensi TNI. Hasilnya, TNI jadi lebih bersimpati pada M. Puncaknya, ketika RR, Pangkostrad saat itu melakukan komunikasi dengan M untuk mengarahkan tank ke Istana pada 22 Juli 2001.

Sebelumnya, sejak Memorandum I, hubungan Gus Dur dan M tak kunjung membaik dan tak berkomunikasi. Sebuah sumber menyebutkan Gus Dur sering kali meledek M sebagai orang yang jujur tapi bodoh dalam beberapa kali rapat cabinet. TK mengakui, jika saja M tak datang pada Sidang istimewa 23 Juli 2001, maka Gus Dur masih menjadi presidennya.

Karena ini tulisan bagian akhir, saya akan sebutkan judul buku ini nanti adalah “Menjerat Gus Dur”. Greg Barton menulis kata pengantar dan Wahyu Muryadi menulis epilog buku ini. Semoga Desember 2019 nanti bisa sudah terbit. (*)

https://duta.co/pdi-p-dan-orang-orang-yang-menjerat-gus-dur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez