Kisah Penemuan Dokumen Penggulingan Gus Dur dan Bahaya yang Mengancam
Virdika Rizky Utama *
Dalam satu minggu terakhir ini, sedikitnya sudah dua kali ada “tamu” yang meminta dokumen penjatuhan Gus Dur. Saya berpikir, “tamu” tersebut digerakkan oleh tulisan atau utas yang saya buat di akun Twitter saya.
Kunjungan tamu yang meminta dokumen Penjatuhan Gus Dur ini bukan kali pertama terjadi. Setidaknya kali ini adalah gelombang ketiga mereka datang ke rumah meminta dokumen.
Gelombang pertama terjadi pada Januari 2018 dan gelombang kedua tepat setahun yang lalu, Agustus 2018. Gelombang kedua menurut saya yang paling “keras” karena orangtua saya meminta untuk tidak tinggal di rumah.
Tak hanya itu, saya juga terkena “panic attack” karena kunjungan tamu tersebut yang sangat intens. Masalahnya, mereka tak pernah menemui saya langsung, tapi mendatangi keluarga saya.
Tulisan ini tak akan membahas hal itu, tetapi saya akan menjelaskan bagaimana dan di mana saya menemukan dokumen tersebut. Lantas, bagaimana saya memutuskan untuk melakukan riset, wawancara, dan menuliskannya dalam sebuah buku.
Kenapa buku? Karena dalam buku, saya bisa menjelaskan konteks suatu peristiwa secara utuh dan kejadian sebab-akibat. Hal yang mungkin kurang saya dapat, jika menuliskannya dalam sebuah laporan jurnalistik.
Dokumen penjatuhan Gus Dur, ditemukan di Kantor DPP Partai Golkar pada medio Oktober 2017. Saat itu, saya masih menjadi reporter di Majalah Gatra untuk meliput satu tahun perkembangan renovasi Golkar yang dihadiri Setya Novanto.
Setelah acara peresmian, kami –para wartawan– biasa melakukan door stop dan lanjut membuat transkrip serta laporan. Saat saya melakukan transkrip, saya melihat beberapa tumpukan kertas teronggok, dibuang.
Lantas, saya menghampiri petugas kebersihan untuk meminta izin apakah boleh melihat apa saja yang dibuang. Begitu diizinkan dan saya membaca beberapa dokumen, saya menemukan dokumen tersebut.
Dan menanyakan apakah dokumen lama ini boleh diambil. Mungkin karena ketidaktahuannya, petugas itu membolehkan saya membawanya.
“Ambil saja, Mas, ini juga mau di-kiloin (dibuang),” katanya.
Hal yang saya lakukan berikutnya adalah memberi tahu dan mendiskusikannya dengan teman-teman saya di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Didaktika. Sebagai alumni jurusan sejarah, saya dan teman-teman mendiskusikan keabsahan dokumen tersebut.
Diskusi berlanjut, pada sikap yang akan saya ambil. Teman-teman menanyakan kesiapan saya tentang kemungkinan terburuk terjadi, karena tokoh-tokoh utama dalam dokumen tersebut masih hidup dan berpengaruh.
Setelah pertimbangan bebera waktu, saya siap untuk melakukan penelitian ini sendiri tanpa ada bantuan dana atau semacamnya dari siapa pun. Tapi, saya tak bisa langsung meneliti, karena saya masih menyelesaikan proses penyuntingan buku pertama saya tentang Forum Demokrasinya Gus Dur. Saya tidak tahu apakah ini sebuah kebetulan. Sebab, saya tak pernah percaya dengan hal-hal kebetulan.
Hal pertama yang saya lakukan dalam meneliti adalah mencari sumber sekunder, yakni koran-koran periode Gus Dur memerintah. Lantas, selanjutnya adalah membaca buku-buku berkaitan.
Saya tak mau langsung melakukan wawanacara, sebab saya tak mau terlihat bodoh di depan narasumber dengan hanya mengiyakan. Terlebih mereka semua adalah politisi senior yang berpengalaman dan jauh lebih pintar dari saya.
Saya membutuhkan waktu satu tahun untuk hal itu sepanjang tahun 2018, dari Januari-Desember. Pada saat itu pula saya mulai membuat kerangka tulisan dan daftar pertanyaan untuk narasumber.
Begitu saya rasa sudah memiliki cukup pengetahuan dan “amunisi”, saya mulai melakukan wawancara pada Januari 2019. Tokoh pertama yang saya wawancara adalah AR. Saya membuat janji wawancara selama 4-5 bulan untuk meyakinkan AR agar bersedia diwawancara.
Wawancara AR dilakukan di rumahnya, bilangan Gandaria, Jakarta Selatan. Saya melakukan wawancara selama satu jam lebih. Menariknya, ketika saya mulai mengonfirmasi data, AR langsung mematikan rekaman saya.
“Semua itu tidak ada. Kami semua sudah ingin perubahan yakni mengganti Gus Dur. Karena Gus Dur banyak melakukan hal-hal konyol,” katanya.
Tak cukup sampai di situ, AR melanjutkan, “Kamu dapat info ini dari siapa? Kamu harus beri tahu, kalau tidak ya kamu belum tentu bisa keluar dari rumah ini.”
Saya awalnya menolak untuk memberi tahu dengan alasan jurnalistik memiliki kesepakatan dengan narasumber kalau namanya tak mau disebut. Tapi karena AR mendesak, saya berpikir cepat dengan menyebut mantan Kapolri R.
Musabanya, Kapolri R juga tercatat hadir dalam rapat penjatuhan Gus Dur. Setelah itu, AR langsung menjabat tangan saya dan menyatakan bahwa wawancara sudah selesai, karena sudah satu jam dan ia harus bertemu dengan tamu lainya.
Wawancara berikutnya adalah AT. Semua dokumen yang saya temukan itu ditujukan kepada AT. Saya membayangkan bahwa AT ini layaknya The Godfather. Saya mewawancarai AT di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan.
Wawancara dengan AT juga berlangsung satu jam. AT memang pintar, ia pada awalnya tak menjawab pertanyaan saya yang langsung bertanya tentang Golkar di masa reformasi. Selama 30 menit, AT bercerita tentang sejarah Golkar dari awal.
Setelah itu, AT baru mulai menjawab pertanyaan saya dengan singkat. Jawabannya pun mirip dengan AR. “Pernyataan-pernyataan Gus Dur membuat ketidakstabilan nasional. Oleh sebab itu, banyak yang ingin dia mundur,” ujarnya.
Lantas, ketika saya menunjukkan dokumen yang saya miliki, AT mulai terlihat gugup. Ia mulai menggigit kukunya saat membaca dokumen tersebut. “Saya memang ketemu FB beberapa kali, tapi tidak sedalam dokumen ini,” terangnya.
“Saya lupa, dokumen ini ada atau tidak. Mungkin saja ada, mungkin tidak. Kalau pun ada, saya tak terlalu fokus terhadap ini,” pungkasnya.
Wawancara selanjutnya dalah FB, salah satu pembuat dokumen. Saya mewawancarai sekitar 45 menit, di ruangan basement rumahnya, kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Tak seperti AT dan AR, FB ini orang yang blak-blakan.
Meski semua alasan jatuhnya Gus Dur sama dengan AT dan AR, FB memberikan keterangan bahwa rapat wait and see penjatuhan Gus Dur pada 22 Juli 2001 dilakukan di rumahnya.
“Saya kasihan dengan Gus Dur, teman-teman dan pembisiknya itu amatir dan goblok!” tegasnya.
Wawancara selanjutnya adalah MF. MF saat ini berdomisili di Aceh, saya melakukan wawancara tak langsung dengan meminta bantuan teman wartawan di Aceh. Tentu dengan daftar pertanyaan yang saya siapkan.
MF layaknya FB, dia orang yang terbuka. MF mengakui bahwa dia melakukan jejarring dengan KAHMI melalui FB dan TNI-Polri.
“Saya sempat bertemu Pak PS dan SBY, mereka mendukung kami kok,” katanya Selain itu, dia mengatakan bahwa seluruh aksi kerusuhan memang dibuat untuk menjatuhkan kredibilitas Gus Dur.
Saya juga mewawancarai pembuat dokumen lainnya yakni PBS. Saya mewawancarainya di bilangan Antasari Jakarta Selatan. PBS mengakui bahwa 70-80 persen dokumen yang saya temukan merupakan idenya.
Namun, ia menolak bahwa ia yang menuliskannya. “Mungkin itu ditulis intelejen. Tapi isi surat dan tanda tangannya benar kok,” imbuhnya. PBS justru senang dokumen saya, bahkan ia meminta izin saya untuk memfotokopinya.
Perwakilan PDIP yang saya wawancarai adalah NN, mantan Bendahara Umum PDIP. NN merupakan narsum pengganti, karena AP tak bersedia saya wawancara. Dari NN juga saya mendapat informasi bahwa banyak rapat untuk menjatuhkan Gus Dur di rumah AP.
NN menjelaskan situasi internal PDIP yang terbelah antara kader asli dan anak indekos seperti AP. Mereka berebut perhatian dan pengaruh dari M dan TK. Awalnya M dan TK sepakat dengan kader bahwa menyiapkan M sampai 2004. M harus belajar dulu dari Gus Dur.
Tapi, anak indekos ingin segera menaikkan M. Dengan meyakinkan M, bahwa PDIP adalah partai pemenang pemilu 1999, sudah seharusnya M menjadi presiden. Setelah Memorandum I, M dan TK ikut pandangan anak indekos.
Dari kubu Gus Dur sebenarnya banyak informasi seperti keterlibatan korporasi menjatuhkan Gus Dur. Tapi, saya tak bisa mengonfirmasinya, tentu dalam disiplin ilmu sejarah dan jurnalistik pernyataan itu tak layak untuk dikutip.
Saya merampungkan riset dan penulisan ini akhir Juni 2019. Tentu akan banyak kritik dan saya akan terima sebagai sebuah keniscayaan dalam konteks demokrasi dan bidang ilmu pengetahuan.
Karena riset yang saya lakukan bersifat independen, saya tak punya target untuk menjatuhkan lawan politik tertentu baik dalam pemilu 2019 lalu maupun lawan politik Gus Dur atau ingin balas dendam sejarah.
Saya menulis buku ini, karena kesukaan saya terhadap sejarah dan juga dunia tulis-menulis. Alasan ini pula yang membuat Greg Barton, penulis biografi Gus Dur berkenan menuliskan kata pengantar untuk buku saya nanti.
***
*) Virdika Rizky Utama, Jurnalis di Narasi.TV, sedang menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Jakarta. Artikel ini disadur dari Alif.Id Senin 19 Agustus 2019.
https://www.dutaislam.com/2019/08/kisah-penemuan-dokumen-penggulingan-gus-dur-dan-bahaya-yang-mengancam.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar