Keterangan foto:
(KH. Anwar Manshur. Rois Syuriah PWNU Jatim. Pengasuh PP. Lirboyo. Kediri, Jawa Timur).
Awalludin GD Mualif
Kehidupan santri itu unik dan tak jarang susah dipahami dengan logika semata.
Santri memiliki sudut pandang dalam hidup yang boleh jadi tak sesuai dengan
aras kehidupan modern. Salah satu yang menjadi pegangan wajib bagi seorang
santri adalah ridho sang Kyai. Keridhoan/kerelaan kyai terhadap dirinya menjadi
hal paling utama bagi seorang santri. Seringkali seorang santri mendapatkan
titah kyai untuk melakukan sesuatu tanpa diberi alasan yang jelas dari kyai dan
seterusnya. Hal itu menjadi ujian bagi santri sejauh mana ia yakin terhadap
kyainya.
Kepandaian, kecerdasaan pikiran, dan memiliki kemampuan menghafal serta
menjabarkan ajaran dari Kyai merupakan modal besar bagi santri untuk memahami
ajaran agama. Namun, ada hal yang paling pokok dari itu semua. Suatu modal yang
cukup sulit diterapkan seorang santri, yakni; kerelaan dirinya untuk berkhidmat
pada kyai. Sebab dengan berkhidmat sungguh-sungguh bisa mendatangkan ridho
kyai.
Tentu saja, seorang santri bisa berkhidmat pada kyai jika dia memiliki
sifat tawadhu (rendah hati). Tanpa sifat itu mustahil bagi santri bisa
berkhidmat. Banyak terkisah di dunia pesantren bahwa kemanfaatan ilmu santri
diakibatkan oleh khidmatnya pada kyai. Pula tergores banyak kisah tentang tidak
bermanfaatnya ilmu santri meski ia pandai, cerdas, cerlang dan gagas dalam memahami
ajaran kyai yang tidak memiliki sifat tawadhu dan tulus berkhidmat.
Jika ada seorang santri yang memiliki sifat tawadhu dan kecerdasan akal
luar biasa maka tidak diragukan lagi bahwa santri seperti itu merupakan santri
idaman jaman.
Poin utama kehidupan santri (tawadhu dan khidmat) jika terterapkan pada
lembaga pendidikan modern tentu saja akan menghasilkan kualitas manusia yang
aduhai. Dan pada gilirannya kecarut marutan situasi yang kerap lalu lalang di
bumi Pertiwi bisa berangsur-angsur pulih.
Wallahu alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar