Sabtu, 31 Desember 2011

Ilmu Ladunni itu Hanya Bagi Mereka Yang Suci

Dr. Yunasril Ali *
http://www.sufinews.com/
 
Sebagai makhluk yang serba ingin tahu, tiap manusia tentunya akan selalu berburu pengetahuan. Jika  pengetahuan itu umumnya diperoleh melalui proses belajar, maka ada pula yang diperoleh melalui ilmu ladunni. Menurut Dr. Yunasril Ali, dosen  yang relatif familiar dengan pandangan-pandangan tasawuf al-Ghazali dan Ibnu Arabi ini,  mereka yang senantiasa menjaga kesucian hatinya  boleh jadi akan mendapat limpahan pengetahuan langsung dari Allah. Jenis pengetahuan inilah yang ia maksudkan dengan ilmu ladunni. Berikut petikan wawancara Cahaya Sufi dengan  pengamal tasawuf yang  beberapa tahun lalu justru pernah mengecam ilmu ladunni ini.

Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan ilmu ladunni, dan adakah ayat al-Qur’an yang menyinggung soal ini?
Dalam bahasa Arab, ladun itu artinya di sisi. Term ini terdapat  misalnya dalam surah al-Kahfi ayat 65 yang mengisahkan antara Nabi Khidir dengan Nabi Musa. Nah, dalam ayat tersebut ada perkataan wa‘allamnahu min-ladunna ‘ilma. Artinya, “Dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” Atas dasar ini, maka muncullah istilah ilmu ladunni. Jadi ilmu ladunni itu adalah pengetahuan  langsung yang dikaruniakan Allah kepada manusia tertentu, tanpa melalui pengajaran atau perantaraan guru.

Apakah dalam kitab-kitab tasawuf ada uraian yang mengupas soal ilmu ladunni?
Ya, ada! Uraian yang agak panjang itu terdapat dalam kitab al-Risalah al-ladunniyah karya al-Ghazali. Selain al-Ghazali ada juga Ibnu Arabi. Penjelasan Ibnu Arabi tentang hal-hal yang berkaitan dengan ilmu ladunni ini terdapat dalam mukaddimah Futuhat al-Makiyah, tetapi uraiannya tidak serinci al-Ghazali. Sementara dalam karya-karya Ibnu Arabi lainnya, semisal dalam  Fushushul-Hikam, soal ini  hanya disinggung sedikit-sedikit.

Bagaimana pandangan al-Ghazali mengenai ilmu ladunni ini?
Begini! Ilmu itu kan pengetahuan yang diperoleh manusia. Nah, cara memperolehnya itu ada dua cara. Ada ilmu yang dicari oleh manusia ada juga ilmu yang dikaruniakan langsung oleh Allah. Dalam istilah al-Ghazali, yang diuraikan dalam kitabnya al-Risalah al-ladunniyah, yang pertama itu disebutnya ta’lim insany, yaitu ilmu yang diperoleh melalui pengajaran diantara manusia; atau   ilmu al-muktasab, yaitu ilmu yang dalam memperolehnya itu diusahakan oleh manusia. Adapun kategori yang kedua disebutnya dengan ilmu mauhub atau ilmu yang dikaruniakan langsung oleh Allah.

Kelompok yang pertama itu, itulah ilmu keseharian yang dipelajari manusia baik secara formal melalui lembaga-lembaga pendidikan maupun secara informal. Adapun kelompok ilmu yang kedua, yaitu ilmu ladunni, sebenarnya memang ada juga unsur usahanya. Hanya saja usahanya itu bersifat tidak langsung. Aspek usahanya itu tiada lain adalah melalui intensitas amal sampai sedemikian rupa, sehingga kualitas hatinya itu memang sudah layak untuk dapat menerima limpahan ilmu ladunni. Nah, ilmu ladunni itu dinamakan juga dengan ilmu mukasyafah. Sebab limpahan ilmu ladunni itu diterima manusia pada saat mengalami mukasyafah, yaitu terbukanya hijab antara hamba dengan Allah.

Lalu, bagaimana dengan pandangan Ibnu Arabi?
Pada intinya tidak berbeda dengan penjelasan al-Ghazali. Menurut Ibnu Arabi, yang muktasab itu dibagi dua, yaitu ilmul-aqli dan ilmul-ahwal. Ilmul aqli itu adalah ilmu dari hasil penalaran. Sedangkan ilmul-ahwal adalah ilmu dari hasil eksperimen atau penelitian empiris. Adapun istilah Ibnu Arabi terhadap ilmu mauhub atau ilmu ladunni  tadi adalah ilmul-asrar. Disitilahkan dengan ilmul-asrar karena cara mendapatkannya itu adalah berupa karunia dari Allah secara langsung. Kecuali itu, ilmu asrar ini tidak semua harus disampaikan kepada ummat. Jadi dikatakan ilmu asrar karena ada bagian-bagian yang perlu dirahasiakan dari ummat Islam pada umumnya.

Jika demikian, apakah ilmu ladunni ini hanya otoritas kaum sufi/wali saja?
Kalau kita baca uraian-uraian dari kaum sufi ada kesan seperti itu. Menurut Ibnu Arabi misalnya, yang bisa mendapatkan ilmu ladunni itu hanyalah orang-orang yang hatinya sudah sangat suci. Analoginya begini… Ilmu itu kan biasa diibaratkan dengan nur atau cahaya. Nah, dengan demikian limpahan cahaya itu sangat bergantung dengan kesiapan penerima cahayanya. Dalam konteks ini, Ibnu Arabi menyinggung soal isti’dad, yaitu kesiapan atau kelayakan kualitas batin untuk dapat menerima luapan cahaya tadi. Untuk dapat menerima anugerah ilmu dari yang Maha Suci kan kualitas hati penerimanya juga mesti suci pula. Adapun orang-orang yang sudah jelas-jelas sangat suci hatinya itu tiada lain adalah para nabi, para wali dan para sufi. Hanya saja dalam konteks  nabi dan rasul  itu disebut nubuwwah dan risalah, dan apa yang diberikan Allah kepadanya disebut dengan wahyu. Sedangkan dalam konteks sufi atau wali disebut walayah atau kewalian, dan apa yang diberikan Allah kepadanya disebut dengan ilmu ladunni.

Apakah definisi ilmu ladunni itu hanya dilihat dari cara perolehannya saja, ataukah dapat juga dilihat dari segi obyek pengetahuannya?
Sejauh yang saya baca dari tulisan Ibnu Arabi dan al-Ghazali, keduanya cenderung melihatnya dari segi cara perolehannya. Maka sebenarnya, menurut mereka, ilmu ladunni itu bila ditinjau dari cara perolehannya hampir sama dengan wahyu, hanya tentu saja tingkatannya di bawah wahyu.

Jadi perbedaan antara ilmu ladunni dengan wahyu?
Perbedaannya jelas, kalau wahyu itu kan hanya untuk mereka yang ditunjuk sebagai nabi dan atau rasul. Sementara ilmu ladunni adalah dunia walayah atau kewalian yang personnya tidak ditentukan. Jadi siapa saja yang kualitas hatinya sudah sangat suci sehingga mencapai derajat wali atau sufi, maka atas idzin Allah dia akan (berpeluang) memperoleh anugerah berupa ilmu ladunni. Selain itu, apabila wahyu yang dianugerahkan kepada para rasul itu mutlak harus disampaikan kepada ummat, sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui ilmu ladunni tidak mutlak harus disampaikan kepada ummat.

Apakah karena alasan yang terakhir itu sehingga Ibnu Arabi menyebutnya juga dengan istilah ilmu asrar? 
Ya, diantaranya seperti itu. Dengan demikian, meski ilmu ladunni itupun bersifat mutlak kebenarannya karena memang berasal dari Yang Maha Benar, tetapi terhadap wali atau sufi yang memperolehnya tidak dibebankan kewajiban untuk menyampaikan  pengetahuan tadi kepada orang lain.

Tapi, bukankan Islam telah mewajibkan kepada ummatnya untuk berdakwah sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya masing-masing?
Ya itu benar.  Tetapi apa yang harus  didakwahkan oleh para wali atau sufi itu bukan apa yang diperolehnya melalui ilmu ladunni tadi, melainkan risalah umum yang telah disampaikan kepada Nabi Muhammad. Dengan kata lain, apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad kepada ummat manusia itulah yang harus mereka dakwahkan. Nah dalam konteks Rasulullah, apa yang beliau sampaikan kepada ummat manusia itu adalah risalah. Selain risalah, beliau juga memiliki nubuwwah yang bersifat khusus dan personal sehingga tidak beliau sampaikan kepada sembarang orang. Beliau hanya menyampaikan aspek nubuwwah itu kepada orang-orang tertentu saja, seperti kepada Uwais. Karena itu, Uwais ini memiliki pengetahuan-pengetahuan khusus yang bahkan para sahabat utama Nabi sendiri tidak mengetahuinya. Analog dengan nubuwwah, itulah ilmu ladunni yang dianugerahkan Allah secara langsung dan khusus kepada hamba-hambanya yang suci.

Mengapa ilmu ladunni tidak boleh disampaikan secara begitu saja kepada ummat?
Sebab itu tadi…  ilmu ladunni itu berada dalam dataran dunia walayah atau kewalian yang sifat pengetahuannya itu begitu khusus dan sublim. Bila ini disampaikan juga, jangan-jangan malah bisa menyesatkan orang lain. Dengan demikian, bila ada orang yang mengklaim mendapat ilmu ladunni, dan lantas dia mengobral pengetahuannya itu kepada sembarang orang, saya kira itu patut diragukan kebenarannya. Sebab sebagaimana tadi sudah disinggung, anugerah ilmu ladunni itu kan hanya dimungkinkan bagi mereka yang hatinya sudah suci. Karena itu mereka yang memperoleh ilmu ladunni pasti orangnya itu sangat arif. Orang yang arif itu kan dapat mengantisipasi tingkat kemadlaratan bagi orang lain. Jika pun ada dari kalangan sufi yang terekspos, sehingga mengundang kontroversi, itu boleh jadi ulah para murid atau pengikut-pengikutnya.

Jadi, jika pengetahuan yang diperoleh secara ladunni itu kemudian diekspos ke orang lain bisa-bisa akan menimbulkan fitnah?
Ya. Bila orang yang mendengar ilmu ladunni tadi belum siap menerimanya, dalam arti kemampuan atau tingkat kesucian hatinya biasa-biasa saja serta pengalaman spiritualnya masih terbatas, ya akibatnya bisa repot.

Jika ilmu ladunni hanya bagi mereka yang suci, lalu bagaimana dengan pengetahuan yang dianugerahkan secara langsung oleh Allah  kepada ummat Islam pada umumnya?
Itu mungkin namanya bukan ilmu ladunni, melainkan ilham. Sebab berbeda dengan ilmu ladunni, ilham itu bisa diberikan kepada siapa saja.

Apa perbedaan yang substansial antara ilmu ladunni dengan ilham?
Ilmu ladunni itu, sebagaimana ditegaskan Ibnu Arabi, sifatnya mutlak benar. Sedangkan ilham itu bisa benar tapi bisa juga salah, sebagaimana ditegaskan dalam  surat Asy-Syams ayat 7: “Kami ilhamkan kepada manusia jalan kefasikan dan ketakwaannya.” Jadi yang diilhamkan itu bisa dua, yaitu fujuraha sebagai representasi dari ilham yang salah; dan wataqwaha yang mengacu pada ilham yang benar. Bahkan dalam ayat selanjutnya dinyatakan bahwa beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya, karena itu mereka berhak mendapatkan ilham yang benar. Sebaliknya, merugilah orang yang mengotori jiwanya, karena itu mereka berhak atas ilham yang salah.

Lantas bagaimana untuk dapat mengetahui apakah suatu ilham itu benar ataukah salah?
Ya tinggal introspeksi diri saja, sejauh mana kondisi atau kualitas hati kita pada saat itu. Sejauh mana pula hati kita itu terpaut pada Allah. Singkatnya, ilham itu bisa benar dan bisa juga salah sangat tergantung pada kualitas hati orang yang bersangkutan.

Selain al-Qur’an, apakah ada hadist yang menyinggung soal ilmu ladunni?
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nuaim, Barangsiapa mengamalkan ilmunya, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum dia ketahui. Nah, hadist ini bila dipahami maknanya secara mendalam, maka kandungannya mengarah pada ilmu ladunni yang tadi kita jelaskan. Tapi pengertian mengamalkan ilmu yang dimaksud dalam hadits ini tentunya bukan sekedar amaliah formal, melainkan amal yang mengandung kedalaman aspek batiniyahnya. Karenanya… ya itu tadi! Ilmu ladunni itu erat kaitannya dengan kualitas hati. Jadi, semakin suci kualitas hati seseorang, maka dia akan semakin berpeluang mendapat ilmu ladunni. ***

*) Dosen UIN Jakarta
Dijumput dari:  http://www.sufinews.com/index.php/Wawancara/ilmu-ladunni-itu-hanya-bagi-mereka-yang-suci/All-Pages.sufi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez