Minggu, 22 Agustus 2010

Jejak Religius dalam Perpuisian Indonesia

Lukman Asya
http://www.infoanda.com/

Dalam konteks tulisan ini religiositas dimaknai sebagai religious feeling or sentiment atau perasaan keagamaan. Religiusitas berarti termanifestasikannya suatu keyakinan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia; adanya suatu penyerahan diri, ketundukan dan ketaatan (Atmosuwito, 1989). Rohaniwan Muji Sutrisno mengartikan religiusitas sebagai intinya inti agama. Mangunwijaya (1982) memahami religiusitas lebih pada getaran hati nurani.

Religiusitas dalam sastra Indonesia selalu hadir dalam konteks wacana (pembacaan maupun penciptaan) sekularisme dan materialisme yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai spiritualitasnya. Penghayatan yang intens terhadap Tuhan, menyoal aspek-aspek personalitas kebaktian makhluk kepada Tuhan, sedu-sedannya di dalam suatu karya bukan hanya karena alasan untuk memperoleh pengetahuan tentang religiositas an sich, melainkan juga karena secara pragmatis sebagai suatu gerakan mencari dimensi yang hilang dari religi. Religiositas, menurut Rumi, merupakan suatu yang dapat digunakan sebagai sarana pembinaan dan pendewasaan mental manusia.

Kemunculan karya sastra, baik prosa maupun puisi, yang berlandaskan religiusitas mengesankan kehadiran suatu genre sastra yang khas yang dianggap dekat dengan sastra falsafi. Sastra falsafi berbicara tentang esensi hidup dan kehidupan dan persoalan kemanusiaan seperti dalam tulisan Dostoyevsky, Rimbaud, Tolstoy, Kafka, Sartre atau Camus.

Sastra religius menampakkan pandangan yang lebih jernih dan transenden dibanding sastra falsafi. Ini dapat dilihat pada karya-karya Dante Alighieri dalam Divina Comedia, dan Johann Wolfgang van Goethe dalam Faust. Begitu juga karya-karya Muhammad Iqbal, Jalaluddin Rumi, Hamzah Fansuri, dan Raja Ali Haji.

Dalam khasanah sastra Indonesia, spirit religius yang kental juga dapat dilihat pada karya-karya Abdul Hadi WM, Kuntowijoyo, A Mustofa Bisri, Emha Ainun Nadjib, Jamal D Rahman, Rukmi Wisnu Wardhani, dan Din M Yanwari.

Hamzah Fansuri adalah seorang pujangga Melayu-Islam di zaman kegemilangan kerajaan Acheh. Lahir di Barus dan terkenal sebagai penyair dan ahli suluk yang hidup dalam abad ke-16. Dalam bidang ilmu agama, Hamzah Fansuri mengembangkan ajaran-ajarannya dengan dibantu oleh Syamsuddin al-Sumaterani.

Penyair sufi ini banyak memberikan sumbangan besar bagi khazanah perpuisian. Hamzah Fansuri adalah pembuka jalan sastra-sastra kitab yang mengedepankan unsur religiusitas. Bahkan, beberapa kalangan menempatkannya sebagai ‘bapak puisi Indonesia’. Karya-karyanya secara alegoris mengandung kias-ibarat yang merujuk kepada Martabat Tujuh, mendedahkan keteladanan kemanusiaan di depan sang khalik.

Menurut Abdul Hadi WM, Hamzah Fansuri merupakan pencipta ’syair Melayu’ yang bercirikan puisi empat baris dengan pola sajak akhir a-a-a-a. Bakatnya sebagai sastrawan besar tampak dalam kesanggupan kreatifnya merombak bahasa lama menjadi bahasa baru dengan cara memasukkan ratusan kata Arab, istilah konseptual dari Alquran dan falsafah Islam. Ia juga membuat sintesis antara puisi-puisi Arab Parsi dengan puisi-puisi tradisi Melayu. Bahasa Melayu lantas tampil sebagai bahasa intelektual yang dihormati, sebab dapat menampung gagasan baru yang diperlukan pada zaman itu.

Peranan penting Hamzah Fansuri bukan saja karena gagasan tasawufnya, tetapi puisinya yang mencerminkan pergulatan penyair menghadapi realitas zaman dan pengembaraan spiritualnya. Karya penting Hamzah Fansuri adalah Zinat Al-Wahidin yang ditulis pada akhir abad ke-16 ketika perdebatan sengit tentang paham wahdat al-wujud sedang berlangsung dengan tegang di Sumatera.

Prof Madya Hadijah Rahmat, dari Institut Pendidikan di Universiti Teknologi Nanyang, menulis bahwa Hamzah Fansuri mempunyai sifat berani bersuara dengan bersandarkan keyakinan ilmu, sehingga dikenal sebagai seorang pelopor dan pembaru melalui Syair Perahu, Syair Burung Pungguk, Syair Dagang, Syair Sidang Fakir dan Syair Burung Pingai.
Ia banyak mengeritik perilaku politik dan moral raja-raja, bangsawan, dan kaum kaya.

Pada hakekatnya yang ditekankan Hamzah Fansuri melalui karya-karyanya adalah bagaimana manusia hadir mencapai maqom kesempurnaan yakni apabila tidak menafikan aspek rohaniah dan batiniah. Manusia sebagai makhluk religi perlu berusaha meningkatkan martabat kerohanian, ilmu pengetahuan dan amalannya. Puncak seorang manusia yakni ketika dia tidak saja mengenal dirinya tetapi juga dapat mengenal siapa Tuhannya yang akhirnya mencapai ekstase: penyatuan antara manusia dengan Tuhan.

Penyair A Mustofa Bisri (Gus Mus) juga dikenal sebagai politisi dan kiai. Pengasuh Pondok Pesantren ’salafiah’ Raudatut Thalibin, Rembang, ini termasuk seorang manusia yang multi talent. Karya-karyanya berupa puisi dan cerpen telah dibukukan dalam beberapa antologi. Ia memiliki komitmen sosial dan religius yang sangat kuat. Konsep hidupnya mengedepankan ruh ketimbang ‘daging’ terekspresikan dalam antologi puisinya Negeri Daging (Bentang Budaya, 2002). Buku itu memantapkan sosok dirinya sebagai penyair yang terlibat dengan masalah-masalah sosial, politik dan budaya.

Gus Mus mengingatkan semua orang untuk meyakini nilai ruhiah dan spiritualitas dalam kehidupan, sebagaimana tergambar dalam puisi Negeri Daging berikut ini:

di negeri daging
setiap hari banyak orang
asyik memperagakan daging
setiap hari banyak orang
hilir-mudik menjajakan daging
di negeri daging
setiap hari banyak orang mati
memperebutkan daging
di negeri daging
jagal-jagal berkeliaran
daging-daging berserakan

Dari kalangan yang lebih muda pasca-Abdul Hadi WM dan Emha Ainun Nadjib ada nama Ahmadun Yosi Herfanda, dengan buku kumpulan sajak terbarunya, Ciuman Pertama untuk Tuhan (Logung Pustaka, 2003), yang sedikit berbeda dengan beberapa antologi sebelumnya. Dalam Sembahyang Rumputan dan Fragmen-fragmen Kekalahan, ekspresi estetik sang penyair lebih mengedepankan kritik sosial dalam kerangka religiusitas atau meminjam terminologi Ahmadun sendiri sebagai karya sastra religius yang sosialistik.

Sedangkan dalam Ciuman Pertama untuk Tuhan Ahmadun lebih memperlihatkan “mabuk asyik” sang makhluk dengan Tuhannya. Puisi-puisi yang termuat di dalamnya ditaburi nama-nama sufi semisal Rabiah, Hallaj, Rumi dan lain-lain yang tentu saja ada tendensi positif tertentu dan tidak sekedar menyebut nama tetapi secara intertekstual membawa dan menghubungkan konteks kekinian yang dibangun si penyair dengan khazanah tasawuf di masa silam, minimal spiritualitasnya. Misalnya pada puisi Ciuman Pertama untuk Tuhan berikut ini:

merendahkan hati di bawah telapak kaki dalam tahajud paling putih dan sunyi, akhirnya sampai juga aku mencium tuhan, mungkin kaki atau telapak tangannya — tapi aku ingin mengecup dahinya duhai, hangatnya sampai ke ulu jiwa

inilah ciuman pertamaku, setelah berabad-abad gagal meraihnya dengan beribu rakaat dan dahaga tiada kecerdasan kata-kata yang bisa menjangkaunya tak juga doa dalam tipu daya air mata — duhai kekasih raihlah hatiku dalam hangatnya cinta

Begitu pula pada puisi-puisi lainnya, seperti Membaca Rumi, Solilokui, dan Syeh Siti Jenar, yang secara hermenetis membawa si aku lirik pada etos religiusitas yang khusuk dalam suluk kerinduannya: meneguhkan tradisi sufistik sebagai ittiba’ yang dia pertaruhkan.

Penyair-penyair lain yang lebih muda dan karya-karyanya kental religiusitas adalah Rukmi Wisnu Wardhani dan Din M Yanwari. Nama yang terakhir itu adalah sosok penyair muda dari Bandung yang belum terkenal tetapi puisi-puisinya secara religiusitas cukup berpengharapan di belantika perpuisian Indonesia. Beberapa puisinya sempat dimuat di Galamedia, Pikiran Rakyat dan majalah Syir’ah. Antologi puisi tunggalnya, Arasy Imaji diterbitkan oleh Pustaka ADeDi, 2005.

Membaca puisi-puisi Din M Yanwari dalam antologi puisi tersebut kita dapat menemukan peristiwa nyata yang seakan hadir sebagai suatu perjalanan kemakhlukan yang menghanyutkan perasaan: meditasi batiniah. Seolah-olah puisi adalah pita kaset yang memutar kembali pengalaman-pengalaman keagamaan. Gambaran nyata suasana si aku lirik (penyair) itu secara sederhana terekspresikan dalam puisi puisi Dalam Yasin berikut ini:

Dalam gerimis
yasin-yasin melepas tiga rakaat senja
memancang tiga prasasti doa

Terpancang prasasti pertama:
“Ya Allah, panjangkan usiaku
sepanjang liku-liku jalan-Mu.”

Tertanam prasasti kedua:
“Ya Allah, limpahkan rizkiku
semelimpah ayat-ayat-Mu.”

Tertancap prasasti ketiga:
“Ya Allah, teguhkan imanku
seteguh ulul azmi-Mu.”

Dalam puisi di atas tergambar sebuah kepasrahan, ketakziman dan keajrihan sekaligus penjarakan. Ada jarak yang coba diciptakan si penyair guna menegaskan dirinya benar-benar “tukang kebun” di lahan milik “tuan” Tuhan. Ya, si penyair cuma hamba yang biasa dengan kendaraan kata-kata yang biasa. Tetapi dari itulah kian tegas secara posisioning siapa hamba siapa Mu (dalam M besar). Si hamba adalah seseorang yang sedang melakukan kerja-kerja kecil dalam laku estetiknya berusaha konsisten di jagat konvensi kata dan religiusitas.

Bahasa yang sederhana pada sebagian besar puisi-puisi dalam antologi Arasy Imaji tersebut digunakan penyair sebagai medium untuk meyakinkan dirinya cuma hamba dengan seribu keluh dan sedu sebagai si ‘tolol’ yang berlayar dengan perahu puisinya di tengah lautan ilmu Allah yang maha luas.

*) Penyair dan penyiar radio.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez