Rabu, 09 Juni 2021

TENTANG KATA : DIKTATOR

Maman S. Mahayana *
Media Indonesia, 22 Okt 1995
 
DIKTATOR. Ini sebuah kata yang menakutkan. Maknanya pun bermacam- macam, bergantung konteks, situasi dan mayarakat pemakai. Secara etimologis, kata ini berasal dari bahasa Latin, dictatore, dictator (oris), dictare, dictatura (ae). Maknanya perintah, komandan, pemimpin.
 
Dalam kamus Latin-Indonesia (Ver Hoeven dan Marcus Carvallo, 1969), ada lima makna menyertai kata diktator, yaitu orang yang mengimlakan, yang berperintah, panglima tertinggi, diktator, panitera, pengarang, penggubah. Tetapi dalam kamus yang lain (K. Prent, dkk., 1969), diktator bermakna penguasa luar biasa di Roma dalam keadaaan amat genting yang dipilih paling lama enam bulan; diktator yang dipilih dalam perkara yang tak berapa penting; magistrat tertinggi di beberapa kota. Keterangan Prent sejalan dengan penjelasan dalam Webster’s Dictionary (1979) bahwa pada zaman Romawi kuno, diktator adalah seorang hakim yang diangkat oleh senat dalam masa darurat dan dilantik dengan hak mutlak. Hal serupa diungkapkan Winarsih Arifin dan Farida Soemargono (Kamus Prancis-Indonesia, 1991): dictature adalah (pada bangsa Romawi) jabatan yang tertinggi.
 
Dalam bahasa-bahasa yang menyerap pengaruh Latin, diktator hampir selalu dimaknai sebagai penguasa mutlak yang kekuasaannya tak terbatas. Dalam bahasa Indonesia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991) diktator bermakna kepala pemerintahan yang mempunyai kekuasaan mutlak terutama diperoleh melalui kekerasan atau dengan cara yang tidak demokratis. Pengertiannya hampir sama dengan penjelasan Satjadibrata (Kamus Bahasa Sunda, 1954), pemimpin yang memerintah sekehendak yang juga tak berbeda dengan Poerwadarminta (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1976), orang yang memegang kekuasaan pemerintahan dengan tidak terbatas. Tetapi dalam Kamus Indonesia Ketjik (E. St. Harahap, 1949) dictator adalah pemerintah yang tak terbatas kuasanya.
 
Sementara itu, dalam Kramers Engels Woordenboek (1951) kata diktator mendapat tambahan makna sebagai gebiedend, “perintah”. Beberapa kamus lain hampir selalu menghubungkan kata diktator dengan kepala atau pemimpin pemerintahan. Webster’s Dictionary (1979) menyebutkan pula diktator sebagai seseorang yang membaca dengan suara keras atau mengeja (mengimla) kata yang akan ditulis pendengarnya. Keterangan sejenis juga terdapat dalam kamus Prent, dan Ver Hoeven Carvallo. Jadi dalam kamus itu, kata diktator cenderung bermakna netral dan tidak berkonotasi negatif.
***
 
Mengapa untuk satu kata diktator saja maknanya bisa bermacam- macam? Di sinilah keunikan bahasa. Karena bahasa itu dinamis, boleh jadi suatu saat kelak kata diktator lebih bermakna netral atau bahkan mungkin positif. Bagaimanapun, bahasa terus berkembang mengikuti perjalanan peradaban manusia. Selama masyarakat masih menggunakannya, selama itu pula bahasa secara konstan mengalami perkembangan. Di dalamnya termasuk perluasan dan penyempitan makna sebuah kata. Itulah salah satu sifat asasi semua bahasa di dunia, tidak terkecuali bahasa Indonesia.
 
Sebagai bahasa yang usianya relatif baru, bahasa Indonesia termasuk salah satu bahasa yang perkembangannya amat pesat. Secara kultural, bahasa kita paling gampang menerima unsur asing. Masuknya kebudayaan India kemudian diterima dan mengakar di Nusantara, dengan enteng diadaptasi oleh kebudayaan setempat. Begitu pula ketika Islam masuk. Unsur yang sama datang dari Jepang, Cina, Eropa. Semua berbaur menjadi “masakan” yang khas Indonesia. Kita pun lalu mengklaim, itu sebagai bagian dari kebudayaan kita, dari mana pun asalnya unsur- unsur itu.
 
Dalam bahasa, masalahnya cukup pelik. Soalnya unsur asing ada yang seluruhnya atau sebagian yang diserap. Atau mungkin cuma tulisan atau ucapannya saja. Maka amat mungkin terjadi pergeseran dan perubahan makna. Nagari dan bureau, misalnya, menjadi negeri, biro; dan Holland menjadi Holanda atau Belanda, Olanda, Walanda, Walondo. Dalam hal makna, semua kata itu tidak mengalami perubahan. Namun, untuk kata haram (Arab: suci) orang cenderung memaknainya sebagai terlarang. Kata lain yang juga mengalami perubahan makna, misalnya, in de hooi yang secara harfiah bermakna “di balik rumput atau semak” menjadi “pacaran”.
 
Kata yang artinya individu atau seseorang, yang semula bermakna positif, menjadi negatif. Dalam agama Katolik, kesatuan antara Bapak, Anak, dan Roh Kudus dipandang sebagai tiga oknum keesaan Tuhan (KBBI, hlm. 700; KUBI, hlm. 683). Sementara itu, kata gerombolan semula bermakna netral sebagai sekelompok atau serombongan orang, kini cenderung bermakna negatif. “Oknum” digunakan untuk orang yang sering melakukan kegiatan yang tidak baik, sedangkan “gerombolan” mengacu pada pasukan DI/TII yang kerap melakukan keonaran ketika mereka melakukan pemberontakan.
 
Kata budak, kini juga bermakna negatif. “Budak” yang semula berarti “anak-anak” (netral), kini berkonotasi negatif karena berasosiasi pada “budak belian”. Maka kemudian, muncul ungkapan, “memperbudak, diperbudak dan perbudakan”. Demikian juga dengan kata “korupsi” (corrup; corruption yang berarti “jahat, buruk, curang, penghilangan”) kini cenderung selalu dihubungkan dengan masalah manipulasi uang.
***
 
Sesungguhnya, amat banyak contoh yang dapat dikemukakan. Jika didaftar, niscaya akan menjadi kamus tersendiri. Sebuah kata dalam bahasa mana pun akan selalu mempunyai lebih dari satu makna. Makna itu pun akan terus mengalami pergeseran, meluas atau menyempit, bergantung pada konteksnya. Kata “bunga” yang bermakna “kembang”, misalnya, terus mengalami perluasan makna. Akibatnya, kita akan dengan mudah memahami ungkapan, “bunga desa, bunga malam, bunga bangsa, bunga hati”. Makna ungkapan kata itu kini sama sekali tidak ada hubungannya dengan “bunga” dalam arti “kembang”.
 
Demikianlah, kita tak perlu terpaku pada suatu makna yang menyertai sebuah kata. Keterpakuan seperti itu tidak hanya mempersempit cara berpikir kita, namun juga berarti menafikan kenyataan fitrah bahasa yang dinamis. Persoalannya amat berbeda dengan penghilangan atau penambahan sebuah kata di dalam konteksnya. Ia akan mengubah dan menyimpangkan makna konteks itu.
 
Sebagai contoh, cermatilah kalimat ini: kemarin gadis cantik itu mencium saya. Tambahkan kata juga di awal atau akhir kalimat, menjadi (1) Juga kemarin gadis cantik itu mencium saya; (2) Kemarin gadis cantik itu mencium saya juga. Nah, kita dapat melihat bahwa makna ketiga kalimat itu berbeda, hanya lantaran ada penambahan kata juga. Kalimat (1) berarti, bahwa gadis cantik itu mencium saya lebih dari satu kali (kemarin dan sekarang); sedangkan pada kalimat (2) berarti, bahwa gadis cantik itu mencium kepada lebih dari satu orang (orang lain dan saya).
 
Begitulah. Soal makna kata dalam bahasa mana pun, sepatutnya kita tak bertindak sebagai diktator, seperti halnya kita tak meributkan kenaikan harga yang dinyatakan sebagai “penyesuaian harga”. Jadi, dalam soal makna, hendaklah kita bertindak luwes, sedangkan dalam soal penghilangan kata dalam sebuah teks apa pun, mestinya kita bersikap tegas, karena hal itu menyangkut “korupsi bahasa”. Dalam hal ini, mungkin sangat pas kredo penyair Sutardji Calzoum Bachri, bahwa “kata-kata harus bebas menentukan dirinya sendiri”.
***
 
Artikel ini untuk menanggapi sebuah peristiwa yang membawa Permadi, S.H. masuk penjara (Oktober 1995). Ketika itu, Permadi mengatakan, bahwa dalam hal tertentu, Nabi Muhammad SAW bertindak seperti diktator. Karena waktu itu Golongan Karya (Golkar) dengan Ketua Umum-nya, Harmoko, sedang berada pada puncak kekuasaannya, pernyataan Permadi ini kemudian direkayasa. Permadi pun didakwa telah menghina Nabi Muhammad SAW. Ia diajukan ke Pengadilan Yogyakarta. Maka, hanya karena kata diktator itulah, Permadi akhirnya masuk penjara. Judul artikel ini sebenarnya “Diktator”. Karena mungkin dianggap sensitif waktu itu, redaksi mengubahnya menjadi “Tentang Kata”.
***

http://sastra-indonesia.com/2009/11/tentang-kata-diktator/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez