Rabu, 18 September 2019

Kitab Iblis: Kilatan-kilatan Permenungan Tentang Manusia dan Kemanusiaan *

Dwi Pranoto **

“Ayat suci dapat menjadi berhala tatkala ayat suci digunakan sarana memuja diri sendiri, menindas, dan merusak kehidupan”. (Taufiq Wr. Hidayat, “Berhala”, Kitab Iblis).

Manusia dan kemanusiaan adalah dua hal yang berbeda. Paling tidak ada dua akar kata untuk istilah “manusia”; latin “mens” dan Sansekerta “manu”. Kedua akar kata dari istilah ‘manusia’ itu mempunyai arti yang sama, merupakan elemen dari orang yang memampukannya menyadari dunia dan pengalamannya, merasakan dan berpikir. Dalam mitologi Romawi “mens” juga dikenal sebagai “Bona Mens” yang mempunyai pikiran lurus, bajik. Sedangan Tacitus dalam karya sejarah dan etnografis Jerman, On the Origin and Situation of Germans (98 M), “Mannus” adalah nama ilahiah yang menjadi nenek moyang ras manusia (tiga suku utama Jerman) – bandingkan dengan sosok “Manu” dalam mitologi purana Hindu. Sebenarnya akan masih melimpah lagi literatur-literatur kuno yang dapat dispekulasikan menjadi akar kata “manusia”, namun demikian hampir seluruhnya, jika bukan total seluruhnya, menunjuk pada kualitas kebajikan. Di samping sebagai kualitas-kualitas, kata benda asbtrak yang tidak dapat diindera, “manusia” sekaligus juga kata benda konkret yang dapat diindera, fisik. Manusia adalah juga tubuh, daging, di mana hasrat-hasrat dan kebutuhan-kebutuhan tumbuh di dalamnya. Pada sisi lain, Kemanusiaan adalah representasi dari kualitas-kualitas terbaik dari manusia, suatu perangkat norma di mana manusia diharapkan dapat menyandarkan sikap dan perilakunya. Dengan demikian kemanusiaan adalah eksternalisasi kualitas-kualitas terbaik dalam diri manusia.

Sebagai makhluk fana yang mempunyai beragam kebutuhan, manusia memerlukan manusia lain dan alam untuk membantu memenuhi keutuhannya tersebut. Karenanya manusia selalu hidup dalam ruang dan waktu tertentu (terbatas) yang di dalamnya manusia menjalin hubungan timbal-balik dengan manusia lain dan lingkungan alam. Dengan kata lain, manusia hidup dalam ruang dan waktu tertentu yang di dalamnya manusia menjalin hubungan timbal-balik dengan kebutuhan-kebutuhan manusia lain dan kebutuhan-kebutuhan lingkungan alamnya. Guna menjaga keselarasan hubungan, manusia membutuhkan perangkat norma dan nilai sosial untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan dengan lingkungan alamnya. Norma dan nilai sosial tersebut tak lain adalah refleksi dari Kemanusiaan manusia. Norma dan nilai sosial bukan Kemanusiaan, tapi refleksi dari Kemanusiaan. Jika kita anggap Kemanusiaan adalah universal, maka norma sosial adalah partikular. Norma dan nilai sosial terikat pada ruang dan waktu tertentu di mana manusia wadag/fisik yang mempunyai kekuatan/kekuasaan yang berbeda-beda menyelenggarakan hubungan-hubungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannyan. Oleh karenanya norma dan nilai sosial tidak hanya merefleksikan Kemanusiaan, tapi sekaligus merefleksikan perbedaan-perbedaan kekuataan/kekuasaan manusia yang menjadi sumber dari struktur sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

Kesenjangan antara Kemanusiaan dengan refleksinya, yakni norma dan nilai sosial, dalam salah satu judul pada Kitab Setan, “Sunyi Bunyi, Kata” mungkin, dengan derajat yang berbeda, dapat diparalelkan dengan apa yang disebut sebagai “kalamullah” dengan “kitabullah”. “Kalamullah” adalah yang tak terjamah makhluk, universal, sedangankan “kitabullah” adalah buah tafsir yang berada dalam sejarah dan kebudayaan manusia, partikular.

Kitab Iblis, melalui cerita-cerita, terutama, yang dikisahkan dalam karya sastra, film, syair lagu, teks sejarah, dan pengalaman pribadi menjadi pintu masuk untuk melakukan permenungan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Walaupun dalam hal judul, barangkali, lebih dekat dengan Kitab Setan, nama lain dari sebuah manuskrip raksasa abad 13 yang ditemukan di Bohemia – sekarang Rep, Ceko – Codex Gigas, namun Kitab Iblis lebih mengingatkan pada novel karya Salman Rushdie paling kontrovesial, Satanic Verses (Ayat-ayat Setan). Dibuka dengan menceritakan kembali kisah jenaka yang ditulis oleh sastrawan Mesir, Taufiq el-Hakim, tentang iblis yang hendak bertobat, tulisan-tulisan upaya dalam Kitab Iblis bergelut dengan masalah-masalah manusia melalui dialog polemis intertekstualitas yang eksplisit antara karya-karya seni naratif dengan norma dan nilai sosial yang bersumber dari (teks-teks) agama. Tulisan-tulisan upaya Taufiq Wr. Hidayat menggedor narasi-narasi kegamaan yang melandasi norma dan nilai yang melandasi perilaku dan asumsi sosio-kultural manusia.

Dalam salah satu esai yang dimuat dalam Sejumlah Esei Sastra, “Moral dalam Sastra”, Budi Darma (1984) menulis demikian: “ . . . sastra, filsafat dan agama dianggap sebagai sarana untuk menumbuhkan jiwa ‘humanitat’, yaitu jiwa yang halus, manusiawi dan berbudaya”. Namun demikian, tugas moral agama dan sastra secara praktik berbeda. Secara tersirat Budi Darma menyatakan bahwa teks agama dalam menjalankan tugas menegakkan moral adalah menyeru pada apa yang secara moral seharusnya terjadi, sementara sastra lebih mengungkapkan kenyataan yang tidak sesuai dengan moral. Kebobrokan realitas yang disingkapkan dalam sastra merupakan suatu rangsang bagi pembaca untuk mencapai pembersihan diri, katarsis.

Alih-alih memaparkan pembaca pada narasi-narasi bobrok amoral untuk mendampakan kemuakan sebagai jalan untuk menacapai katarsis, teks-teks upaya Kitab Iblis justru menantang moral itu sendiri. Tidak seperti katarsis yang sesungguhnya berfungsi agar seorang individu berlaku konform terhadap moralitas atau norma dan nilai sosial. Penentangan terhadap moralitas menyingkapkan bagaimana norma dan nilai sosial berfungsi untuk menertibkan masyarakat, memelihara status quo guna menopang pelestarian kekuasaan tertentu. Teks-teks upaya Kitab Iblis mempertanyakan secara kritis, menganggagu dan bahkan membongkar maksud laten yang terkubur dalam maksud manifes dari norma dan nilai sosial yang bertujuan memelihara keselarasan sosial.

Karya-karya seni, film dan sastra, berfungsi untuk menghubungkan antara Kemanusaian yang universal dengan norma dan nilai sosial yang partikular dengan cara membenturkannya. Agama dalam bentuk institusionalnya dilucuti kesakralannya dan dihamparkan pada ruang dan waktu tertentu; pada kesejarahan, kebudayaan, dan kemasyarakatan yang temporer; di mana kepentingan-kepentingan manusia bersarang di dalamnya dan membuatnya menjadi keras. Peran Iblis dalam cerita Taufiq el-Hakim tampaknya benar-benar menjadi jantung dari Kitab Iblis. Lembaga agama sebagai suatu sistem yang keberfungsiannya bergantung pada hubungan timbal balik antar peran dan fungsi subsistem-subsistem di dalamnya tiba-tiba terganggu keseimbangan sistemiknya ketika salah satu subsistem di dalamnya, iblis, terancam tidak berperan dan berfungsi sebagaimana mestinya. Iblis yang berperan sebagai pendosa dan berfungsi menjatuhkan manusia ke dalam dosa tanpa diduga-duga berniat hendak pensiun dengan cara bertobat. Perang kebaikan dan kejahatan yang menjadi semacam mekanisme manajerial sistem agama terancam macet dan akan mengakibatkan runtuhnya lembaga agama beserta segala stratifikasi struktural di dalamnya. Demi menjaga dan melindungi fungsi kelembagaan agama, agama harus mengingkari watak welas asihnya sendiri, dengan kata lain agama harus memangsa dirinya sendiri untuk menjaga dirinya tetap hidup. Pengingkaran terhadap watak welas asih membuat lembaga agama tetap berdiri tegak bersama dengan stratifikasi struktural di dalamnya, namun agama tak lagi berfungsi memproduksi kebajikan, tapi memproduksi kejahatan. Agama semacam ini adalah agama yang tertuju untuk agama sendiri, mengeras di dalam dirinya sendiri, tak mampu mendinamisir dan mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan masyarakat yang terus berubah, menutup rapat pintu dialog antara “kitabullah” dengan “kalamullah”, seperti manusia yang membuang kemanusiaannya, membuang “mens” atau “manu” dan memilih kewadagannya. Pada akhirnya agama yang dipenuhi oleh hasrat-hasrat rendah tersebut adalah sumber kejahatan itu sendiri, sumber konflik. Dalam “Agama Tanpa Jalan Keluar”, melalui Yahya Cholil Staquf yang menyatakannya kembali, Gus Dur mengatakan, “ . . . jika agama menghalangi terciptanya kedamaian, kasih-sayang, atau rasa kemanusiaan sesama manusia, lebih baik tinggalkan saja agama itu!”

Tentu saja lembaga agama tidak melakukan perbuatan, yang melakukan perbuatan adalah manusia. Sebagai norma dan nilai sosial, agama tidak ada dalam diri manusia begitu saja. Agama didapatkan oleh manusia melalui proses sosialisasi dan internalisasi. Dengan demikian agama menjadi berada di dalam sejarah dan kebudayaan, menjadi “membumi”. Seperti asal kata “man” (manusia) dalam bahasa Ibrani “Adam” yang secara literal berarti “menjadi merah” yang merujuk pada warna kemerah-merahan kulit manusia, lalu, melalui narasi penciptaan Adam yang diciptakan dari tanah menjadi “adamah” yang berarti “bumi”. Agama yang diturunkan dari “langit” ke bumi menjadi bermakna bila agama membumi, seperti Adam – makhluk surga yang jatuh ke bumi – dan milyaran zuriahnya yang hanya bermakna bila membumi dengan mengolah hubungannya dengan alam dan manusia lainnya. Agama menjadi bermakna bila bermanfaat bagi alam dan manusia. Namun demikian ada dua manfaat agama di bumi, apakah menjadi belenggu bagi manusia dan alam atau menjadi pembebas manusia dan alam. Dalam teks-teks upaya Kitab Iblis, fungsi agama yang paradoks tersebut membayangi kehidupan umat manusia.

Tak hanya alam awal dan alam akhir, juga sejarah umat manusia dibawa ke kehidupan hari ini oleh narasi-narasi (teks-teks) agama. Yahudi, Kristen, dan Islam berbagi kisah tentang hukuman Tuhan terhadap Firaun yang lalim, hukuman Tuhan pada Sodom-Gomorah yang melampaui batas, hukuman pada kaum nabi Nuh yang ingkar. Pada kisah-kisah tersebut Tuhan hadir menggenapi janji-Nya untuk menghukum yang berdosa. Namun pada hari ini perbuatan-perbuatan yang lalim, melampaui batas, dan ingkar merajalela. Penindasan terhadap orang-orang lemah seperti rakyat Palestina dan kaum Rohingya, pengrusakan alam menghancurkan lingkungan dan masyarakat yang bergantung padanya, saat ini alih-alih menjadi surut, malah menjadi-jadi. Kesengsaraan yang dialami oleh sebagian manusia yang berlarut-larut pada satu sisi, dan pembiaran para penindas juga orang-orang serakah pada sisi lain, seperti menegaskan ketidakhadiran Tuhan pada hari ini. Janji Tuhan untuk memuliakan orang baik, atau paling tidak menghukum yang berdosa, seperti narasi-narasi agama di atas tidak terbukti. Orang-orang yang sengsara hari ini seperti halnya Isa yang memanggil-manggil Tuhan di tiang salib atau Nabi Ayub yang protes pada Tuhan karena ditinggalkan dalam kemeranaan. Inilah problem sesungguhnya dari kehidupan agama. Sebagian kelompok masyarakat, dengan bermodalkan ayat-ayat, kemudian merasa terpanggil menjadi tangan Tuhan, atau bahkan berperan sebagai Tuhan, untuk menghukum para pendosa dan bahkan berniat mendirikan kerajaan Tuhan di bumi. Namun Taufiq Wr. Hidayat seperti ditulisnya dalam “Wujud Agama”, “Sosok Tuhan yang dipahami belaka transendental, pun perlu dimengerti sebagai yang imanen dalam sejarah. Agama tak perlu memusuhi perubahan dan rasionalitas manusia”, lebih memilih tetap menjadi manusia “keturunan” manu/mens/Adam yang berakal dan berperasaan; manusia yang berpikir, bersimpati, dan berempati; manusia yang manusiawi; manusia yang menjunjung tinggi kemanusiaan.

______________
*) Disampaikan pada Bedah Buku Kitab Iblis, STAIN Jember, 5 Mei 2019.
**) Dwi Pranoto, sastrawan dan penerjemah. Tinggal di Jember, Jawa Timur.
http://sastra-indonesia.com/2019/09/kitab-iblis-kilatan-kilatan-permenungan-tentang-manusia-dan-kemanusiaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez