Minggu, 17 Maret 2019

Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 *



Nurel Javissyarqi **

Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa terbesar di dunia, dalam dirinya terhimpun bersuku-suku, berbangsa-bangsa pun pelbagai bahasa (bahasa daerah) yang menghidupi cakrawala penalaran-kalbunya, demikian pula adat istiadat serta budayanya beragam melimpah dengan wewarna alam keindahan hayatnya. Namun barangkali, kita masih patut bersyukur atas datangnya gelombang penjajahan tempo dulu, (dari kata namun itu, senada esai saya yang bertitel “Indonesia Merangkak Menuju Matahari, di buku Trilogi Kesadaran, hal 6, PUstaka puJAngga, 2005) lantaran olehnya, kita dipersatukan di bawah arak-arakan awan nasib yang sama, yakni takdir ketertindasan, perbudakan, pembuangan. Tapi alangkah sayang, meski pintu gerbang kemerdekaan telah terbuka, tidak lantas bisa lepas merdeka dari bekas tuan-tuan kita hingga sekarang, dikarena masih suka menggembol perasaan minder terlalu atau kepercayaan diri yang belum tegak berdiri kokoh di bumi pertiwi.

Adalah sangat baik sekaligus cantik, berbijak menimba pengetahuan dari berbagai belahan penjuru dunia, tapi setelah memperolehnya kerap kali lupa nilai-nilai luhur, mutiara kearifan agung yang mendenyut-nafaskan kebangsaan sejak jaman lama, sebagaimana prasasti-prasasti kuno yang diketemukan kemudian hari di bentangan peradaban Nusantara. Dan walau betapa mulianya nyanyian siur melambai riang anak-anak bumi putra, masih selalu diragukan kedudukannya, dengan berpaling terus menyerukan nada-nada suara asing mereka di telinga. Bukan hanya di situ, sejarah berdirinya kampus-kampus pertama di Indonesia, tidak dijadikan model rujukan demi perbaikan karakter generasi selanjutnya, malahan mengambil cara-cara yang dibuat bekas tuan-tuan kita, padahal sudah sampai pada titik menyadari yang dimaui mereka, namun tetap perasaan inferior menyudutkan diri ke ambang kematian semu, menjadi kembang bayang istilah Jawanya.

Akhir tahun ini menjelang 2019, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan menggelar Pilihan Presiden beserta wakilnya, namun apa yang dihidangkan lima tahun sekali itu kepada rakyat jelata, menunjukkan semakin rapuhnya tali goni persaudaraan, persatuan; golongan-golongan itu par tai gurem pula besar, tidak lebih saling unjuk gigi demi memperebutkan kekuasaan, atau hampir semuanya dipastikan fanatik buta terhadap gerombolannya. Di saat itu bekas tuan-tuan kita sedang tertawa terbahak-bahak melihat mulut-mulut tersebut begitu lincah menyuarakan himne humanisme, pruralisme, hak asasi manusia, dsb, hingga jauh melupakan bulir-bulir perolehan mulia dari nenek moyang, lantaran dianggapnya telah usang; tepo seliro, ewuh pakewuh, tenggang rasa, kasih sesama, bhineka tunggal ika, dst.

Menjelang hura-hura pesta pora PilPres, saya tidak menyebut pesta rakyat, apalagi menulisnya dengan huruf tebal, sebab di hadapan kami (putra-putri Indonesia), peristiwa itu sekadar menyuarakan nafsu kelompok, kepentingan sempit, pendek, sementara, seolah hukum rimba yang dijalankan. Padahal musibah bencana berkali-kali menegur lelangkah kita, dan keinsafan menjelma panggung tontonan, sandiwara, bahasa lain pencitraan. Kita seakan tidak mengenal tuhan lagi, karena sudah menuhankan kekuasaan, dan menjelma berhala-berlaha di layar televisi, pada puncaknya kekhilafan ucap dan perilaku ditampakkan para petinggi, yang otaknya sudah dicuci oleh bekas tuan-tuan. Lalu di atas pengetahuan yang telah terperoleh dari negeri bekas tuan-tuan kita (imperialis), sudah pandai berdialektika, bersilat lidah bermuka dua demi memenangkan pertarungan keserakahan, sambil terus melupakan hati tulus sebening embun di daun pagi.

Barangkali kita tengah memasuki jaman pancaroba penuh fitnah, lupa sanak-saudara kecuali yang sepaham hasrat-hasrat rendah, dan sejauh mata memandang bolehlah dipastikan lebih menderita terjajah sekarang, karena kian tumbuh suburnya bebentuk penghianatan; wabah koruptor merajalela tidak ditumpas dengan hukuman jerah, sehingga bertambah membiak mental-mental pecundang beranak-pinak. Tidak sampai di situ, kesengsaraan sebab mengkonsumsi gaya-gaya mereka, hingga muncullah kata-kata teroris, dan di antara kita sampai di ambang putus asa menjadi kambing hitam sesama, lalu oleh kesibukan saling sikut berebut kuasa, luputlah sudah tidak menjadikan perhatian atas temuan-temuan adi luhung dari anak-anak bumi putra. Mungkin di garis ini nilai-nilai ketimuran mulai memudar, jiwa-jiwa kesatria tergerus menghilang, yang tampak tinggallah dagelan rendah.

Sudah banyak kita memakan prodak-prodak turunan nalar mereka; demokrasi, sosialisme, marxisme, liberalisme, nasionalisme, dlsb, yang sesuai iklim tropis di bentangan zamrud khatulistiwa, bolehlah ditiup lembut angin segarnya, dan bayu keindahan pemikiran tersebut sudah disaring sebaik-baiknya oleh para tokoh perjuangan, Bung Hatta dan M. Yamin contohnya, namun kita seolah tidak ingin menjadi bangsa yang besar, lantaran tidak menghargai pengorbanan para pahlawan, ataukah sudah terserang racun kemalasan, lantas sekadar mengambil apa yang mudah dari jangkauan, yakni kekinian yang lepas dari akar pengabdian tulus kepada leluhur. Jangankan menghormati moyang, kasih sayang bagi anak-anak pun sebatas pandangan, atau kurangnya perhatian lebih, tepatnya tidak memiliki rasa pengorbanan demi kejayaan akan datang, semuanya dikeruk habis demi hawa nafsu sepintas nyawa di badan.

Menumpuknya hutang yang seakan tidak terbayar sampai tujuh turunan, merupakan strategi para bekas tuan-tuan kita di dalam menancapkan kuku-kuku tajam penjajahan, dengan gampangnya tergiur iming-iming kemudahan, gula-gula luaran dalam menjalani hidup disaat memenuhi kebutuhan, namun nyatanya seolah dikejar-kejar setan, karena sudah terlanjur larut ingin memenuhi desakan kebutuhan jasmani sampai luput menguri-uri ruhani. Bagaimana bisa beribadah khusyuk, mencari ilmu bersikap tawadhuk, jika impian sebatas materi, sebesar ketakutannya sendiri, sehingga tidak lagi sanggup memaknai indahnya daun-daun berdzikir, bunga-bunga menebarkan sholawat, karena batang-batangnya menderita oleh paku-paku yang menancapkan wajah-wajah para calon perusak bangsa. Yang tersisa dalam diri hanyalah keluguan semu, karena paras kelicikan sudah sedemikian rupa pura-pura begitu pintar mengadali sesama.

Sejarah juang demi perjuangan untuk memperjuangkan kemerdekaan tempo dulu di samping taktik strategi yang dikembangkannya, tidak menjadikan perhatian serius senantiasa giat mendalam-maknai bagi laluan berikutnya, sehingga kelicikan adu domba yang dilancarkan bekas tuan-tuan kita kian merusak kerukunan memecah belah, oleh di antara kita dengan bangga menjadi duta-duta wacana mereka, tubuh-tubuh sudah dicap besi panas pendidikan tinggi dengan gagahnya mengangkangi hasil-hasil ikhtiar para pejuang sendiri, misalkan tidak diperkenankannya mengambil rujukan dari tahun-tahun lawas, padahal seyogyanya masih patut menyinauhi jaman keemasan; bangunan percandian tegak berdiri, gunungan pesawahan menghampar luas dengan pola pengairan nan menyejukkan, kerajaan-kerajaan dari Sabang sampai Merauke sudi berdaulat ke dalam negeri tercinta Indonesia demi menekan timbulkan bibi-bibit pemberontakan, sehingga tidak terbelah bangsa-bangsa yang telah dipersatukan dalam himpunan besar bangsa Indonesia untuk merdeka sendiri-sendiri, dan atau gambaran perpecahan terjadi sebab ketidakmampuan mengolah hargai capaian luhur leluhur, di sisi nafsu seraka terhadap kekuasaan yang dipercayakan kepada para wakil kita yang nyata nalarnya sebatas umur jagung, yakni para petinggi yang selalu disibukkan merebut-langgengkan kekuasaan semata, lebih buruk lagi jika itu semacam arisan. Maka alangkah eloknya kita kembali menyuntuki ujaran salah satu santri Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo, muridnya Kyai Ageng Hasan Besari, HOS Cokroaminoto; Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat!

Maka semoga dengan kegiatan Andong Buku #3 kali ini lewat tajuk Sumilir, kesadaran terhadap pentingnya pendidikan (khazanah ilmu pengetahuan) seperti angin yang sumilir, laksana air jernih mengalir menyebarnya alam dunia perbukuan ke pelosok-pelosok negeri; menggalakkan terjemahan karya, berdiskudi atas karya-karya sendiri disetiap kesempatan, merenung dalam di pojok-pojok kesendirian dikala keluar-masukkan nafas-nafas bacaan sebagaimana kewajiban menyuntuki keilmuan hingga akhir hayat. Ini menjadikan pegangan serius sebagai tongkat estafet demi mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain, dikarena “Buku bukan sekadar menyapa, tapi juga sarana berdialog dengan dunia” ***. Di sini janganlah menunjukkan satu-dua jari, tetapi mari kepalkan jemari tangan, agar jantung tetap berdegup kencang dengan tujuan besar memukul bekas tuan-tuan kita untuk masa kejayaan mendatang, Merdeka, sekali Merdeka tetap Merdeka!

*) Orasi budaya dalam acara Andong Buku #3, tanggal 28-30 Desember 2018 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jln. Suroto 2 Kotabaru, Gondokusuman, Yogyakarta. Catatan ini Insyaallah dibaca dalam Grand Opening, pukul 19:45 WIB sampai selesai.

**) Pengelana kelahiran Indonesia, Lamongan. Buku terbarunya: Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra, Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia, Buku Pertama: Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia, Penerbit PUstaka puJAngga (PuJa), bekerjasama dengan Arti Bumi Intaran Yogyakarta, dan Sekolah Literasi Gratis STKIP PGRI Ponorogo, Cetakan I; Desember 2017, II; April 2018.

***) Motto Penerbit PuJa (PUstaka puJAngga).
http://pustakapujangga.com/2018/12/orasi-budaya-akhir-tahun-2018/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez