Kisah dan Kesaksian Para Santri, Sahabat dan Keluarganya
Gus Zainal dan Santrinya
Lukman Santoso Az
Gus Zainal adalah mataair inspirasi sekaligus samudera keteladanan. Darinya, kami para santri Kutub, belajar untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama sekaligus teladan untuk sekitar, atau setidaknya bagi diri dan keluarga. Saya mulai nyantri di pondok beliau pada pertengahan 2005, berawal dari pertemuan yang tidak terduga.Saya dapat mengingat dengan jelas sepenggal cerita tentang betapa beliau penuh keikhlasan. Saat itu ada santri yang baru pulang dari Bazar buku di Jombang, sebut saja namanya Yanuar Arifin dan seorang temannya. Santri tersebut menelepon sudah sampai di terminal. Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul 04.00 pagi.
Karena ada santri yang minta dijemput, Gus Zainal kemudian ke asrama, mencari-cari santri yang sekiranya masih terjaga dan bisa menyetir mobil. Saat itu hanya ada saya yang sedang mengetik, dan beberapa santri baru yang sedang baca buku di ruang belakang. Kemudian beliau tanya, "Lukman bisa nyetir mobil? Yanuar sudah di terminal pulang dari bazar !" Saya menjawab,"Belum Gus!" Gus Zainal terdiam beberapa saat. "Ya sudah ayo ikut saya," demikian Gus Zainal menimpali. (Gus Zainal dengan ikhlasnya menjemput dari pada membangunkan santri yang tidur karena kelelahan).
Sepanjang jalan menuju terminal, saya merasa canggung karena harus duduk disebelahnya dan beliau justru yang menyopiri. Karna mungkin beliau melihat saya canggung, sambil menyetir kemudian beliau cerita dan menyampaikan hal-hal seputar makhluk Tuhan. Salah satunya adalah bagaimana etika kita sebagai manusia ketika berkendara dan ada makhluk hidup lain yang menyeberang jalan, hendaknya menurut beliau jangan ditabrak atau biarkan dia menyeberang jalan dulu. Karna ia juga makhluk Tuhan yang ingin mncari makan dan hidup. Itu salah satu kisah yang menjadikan saya sangat terkenang dengan beliau.
Sampailah kami di depan terminal Giwangan ditempat dimana Yanuar dan temannya menunggu. Sambil senyum-senyum dan salah tingkah, Yanuar yang merasa malu karena harus dijemput Kyainya menyapa: "Maaf Gus merepotkan!", Gus Zainal yang sangat paham dengan gelagat santrinya itu menyapa dengan senyumnya yang khas dan meneduhkan itu..... to be continued!
Buku yang akan segera terbit ini merekam secara apik, kisah, kenangan, kesaksian kami para santri, juga sahabat, sejawat dan keluarga, tentang hal-hal yang tak terlupakan dari Gus Zainal. Kebaikan, kesederhanaan, keikhlasan dan keteladanan beliau; ia adalah mataair kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar