Minggu, 06 Juli 2014

Merapi dan Kearifan Pemimpin Lokal

Aguk Irawan MN
http://www.thewindowofyogyakarta.com/

Menjadi pemimpin (manusia) sangat tergantung pada perilaku yang melekat pada dirinya. Sementara perilaku sering dibangun dalam proses pergumulan panjang dalam menjalankan tugasnya sebagai sebuah cinta yang dilandasi prinsif kesetiaan. Tugas itu seberapapun pahit dan manis akan terus dihayati, digeluti, dan diarifi dengan pengabdian diri secara total. Cinta dan kesetiaan adalah dua unsur nilai yang dianggap paling luhur dalam ilmu filsafat etika, sehingga dengan dua sifat itulah manusia menjadi tegar, hati teguh dan berkemauan kuat serta mempunyai semangat pengabdian yang tak kenal batas.

Mbah Maridjan (almarhum) mungkin salah satu contoh dari sedikit manusia (pemimpin dalam skala kecil) yang barangkali bisa kita jadikan renungan pada saat ini. Sebuah renungan ketika manusia modern (khususnya elit kita) yang hampir-hampir lepas dari nilai cinta dan kesetiaan dalam menjalankan tugasnya, sehingga kerinduan kita pada pemimpin dengan mempersembahkan pengabdian yang mendalam kian jauh. Dan yang ada di pelupuk mata kita, justru pandangan sebaliknya: semuanya bersifat kontraktual dan transaksional. Tak mengherankan yang mengemuka di hadapan kita hanyalah pamrih dan politik pencitraan belaka.

Dengan kekuatan spiritualnya, Mbah Maridjan menunjukkan kepada kita: besar kecilnya manusia tidak ditentukan oleh atribut duniawi sepereti gaji, jabatan, dan popolarotas. Melainkan pengabdian dan pemehaman akan tugas sebagai sebuah panggilan hidup yang tulus. Sebagai seorang abdi Dalem Keraton Yogyakarta dengan jabatab juru kunci, ia telah menunjukkan nilai-nilai kesetiaan tinggi. Meskipun Gunung Merapi memutahkan lava pijar dan awan panas wedhus gembel yang membahayakan manusia, ia bersikukuh tidak mau mengungsi, ia bak kapten Titanic yang sgera tenggelam, meski ia tahu paling dulu kapal sudah membentur karang gunung es dan segera tenggelam, ia pantang turun hingga detik penghabisan. Sikapnya yang terkesan mbalelo itu, semata-mata sebagai wujud tanggung jawab terhadap tugas yang diamanatkan N g a r sa D a l e m S u l t a Hamengkubuwono X dan tanggung jawabnya di hadapan Tuhan atas amanah itu.

Dengan penghayatan nilai-nilai hidup seperti itilah, Mbah Maridjan menjalani kehidupannya dari waktu ke waktu. Selama puluhan tahun mengabdi, dan selama itu punya berbagai letusan gunung terjadi, masyarakat selamat dan Mbah Maridjan juga selamat. Sebagai pengabdian yang tulus, ia bertekad mengabdikan diri seumur hidup untuk menjaga Merapi. Dalam hidupnya pun ia tidak memiliki keinginan neko-neko (aneh-aneh) selain menjadi abdi Dalem Sri Sultan. Sikap ini menjadi sungguh patut diteladani oleh siapa pun. Terutama penghayatannya sebagai manusia yang hidup selalu menerima apa adanya serta selalu iklas dengan hidup yang dijalani.

Di masa-masa awal menjadi abdi Dalem Juru Kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan mendapat gaji hanya sebesar Rp 3.710, perbulan. Sejak pangkatnya naik menjadi penemu, gajinya meningkat menjadi Rp 5.600,00 per bulan. Mbah Maridjan yang gemar guyonandengan bahasa “plesetan” khas Yogyakarta, menyebut gajinya dengan “lima juta enam ratus ribu rupiah”. Gaji yang sebanarnya tidak cukup untuk membeli sebungkus rokok Kansas kegemarannya. Itu sebabnya, Mbah Maridjan terpaksa harus mengambil gaji setiap tiga bulan sekali, supaya uang gajinya tidak habius untuk ongkos naik bus dari keraton ke Dukuh Kinahrejo. Mbah Matidjan tidak pernah mengeluh. Ia justru menunjukkan nilai-nilai kearifan yang luar biasa dalam memaknai pendapatan yang tidak berarti tersebut.

“Kalau orang hanya melihat mereka yang berpendapatan besar, pasti ia akan selalu diliputi perasaan serba tidak puas. Sebaliknya, kalau orang mau melihat mereka yang kecil-kecil, berapa pun besarnya gaji akan membuat kehidupan terasa nikmat. Saya lihat banyak kok orang yang berpenghasilan kecil. Jadi jangan melihat ke atas, lihatlah ke bawah, “tuturnya suatu ketika.

Tetapi sang aktor itu harus mati dalam episode letusan penghabisan. Ini memberikan nilai dramatis, sekaligus sebagai tamsil yang telah dipentaskan di atas panggung Merapi yang dijaganya sendiri. Di atas puncak gunung itu ia menjemput maut dengan cara yang sunggu indah: sebuah kematian yang banyak dirindukan oleh kaum asketisme, yaitu dengan cara bersujud kepada Allah. Sesaat sebelum maut menjemput itu, para saksi sekaligus relawan yang selamat telah membujuk Mbah Maridjan untuk turun gunung, namun berulang-ulang ia mengatakan, biarlah ia menjadi orang terakhir yang akan turun, sambil berujar: “ragaku tak bisa berpisah dari sukmaku, tak bisa, cukup Allah saja sebagai penolongku.”

Sungguh sebuah kata yang hampir menyamai legenda para sufi dunia. Dan dalam drama kematian yang sangat mengesankan ini seharusnya memberikan pelajaran bagi pemimpin kita bagaimana moral dan asketisme hidup mesti dipertahankan di tengah gejolak korupsi yang harus mencengkeram bumi pertiwi ini. Kerakusan dan lari dari tanggung jawab merupakan wajah sehari-hari dari kepemimpinan saat ini. Alam tidak dijaga dan dipelihara, tetapi dimakan habis untuk memenuhi semangat konsumen yang tidak ada batasnya.

Asketisme

Drama kematian Mbah Maridjan mengingatkan kita pada suatu kejadian ribuan tahun yang lalu. Ketika Nabi Ibrahim as dilemparkan ke dalam manjaniq(lahar api). Para malaikatber-istighatsah, memohon pertolongan Allah seraya berkata, “O Tuhan kami, Khalil-Mu ini telah ditimpa sesuatu yang tentu saja lebih Engkau ketahui.” Al-Haqq swt menjawab, “Pergilah kepadanya, hai Jibril. Jika ia meminta tolong kepadamu, tolonglah dia, namun jika tidak, maka biarkan Aku bersama Khalil-Ku.” Jibril as bergegas mendatanginya di ufuk udara, lalu berkata, “Apakah Anda punya hajat.?” Ibrahim as menjawab, “Jika denganmu, aku tak punya, tapi dengan Allah iya.” “Kalau begitu, mintalah kepada-Nya. Tak perlu aku memohon, sebab Dia mengetahui keadaanku.” Dalam situasi segawat itu, Nabi Ibrahim as tak meminta pertolongan kepada selain Allah swt, dan cintanya pun tidak condong kepada selain-Nya, ia pasrah sepenuhnya pada ketentuan Allah swt sembari mengucapkan : “hasbiyallah wa ni’ma al-Wakil” (cukup bagi-Ku Allah dan Dia adalah sebaik-baik Dzat yang mengurus).karena itu, Allah swt pun memujinya dengan firman: “Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.” (Qs An-Najm [53]:37]. [At-Tanwir fi Isqath at-Tadbir, 101].

Perihal kematian itu, Mbah Maridjan seperti mendapatkan isyarah, sebagaimana diriwayatkan dari “Ammar, bahwasanya saat berangkat menuju medan Shiffin di sisi sungai Eufrat, Kanjeng Nabi pernah berkata: Ya Allah, andai aku tahu bahwa untuk memperoleh ridha-Mu aku harus menjatuhkan diriku dari puncak gunung ini, lalu aku terseret jatuh dan mati, niscaya akan kulakukan, dan andai aku tahu bahwa untuk memperoleh ridha-Mu aku harus menceburkan diriku di dalam air lalu menenggelamkan diriku, niscaya akan kulakukan. [Maukib asy Syuhada, 1/261]. Karenanya, dengan asketisme itulah ia belum pernah menuntut naik gaji, meski upah yang diterima sangat minim untuk ukuran kita. Dengan saketisme itu pula ia tidak perlu merusak dan menebangi pohon, merusak sungai untuk kepentingan duniawi. Sebaiknya, ia malah merawat dan melindungi.

Itulah pelajaran yang diberikan oleh Mbah Maridjan dalam drama yang dipentaskan di atas Gunung Merapi. Wallahu’alam bissowab.
_______________
Aguk Irawan MN, penulis buku Sang Pemberani: Gareng Berkerajaan Merapi (Penerbit Koekoesan Jakarta, 2008), alumnus Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.
________________
Tentu belum hilang dari ingatankita, cerita tentang makluk gaib bersurjan lurik dan mengenakan blangkon (busana adat Jawa) yang menampakkan diri di depan Yati, istri Ponimin pada detik-detik menjelang turunnya wedhus gembel pada 26 Oktober 2010 sore seperti dilansir sejumlah media. Sosok gaib itu-kata Yati – melontarkan ancaman akan mengobrak-abrik Keraton Ngayogyakarta. Lalu, meluncurlah awan panas dan meluluhlantakkan kawasan wisata dan hunian warga dilereng Gunung Merapi hingga mencapai kawasan Provinsi DIY, khususnya Kabupaten Sleman serta Klaten, Boyolali, dan Magelang di Provinsi Jawa Tengah.praktis, sebagian wilayah Provinsi DIY sebelah utara serta bagian selatan Provinsi Jateng diterjang awan panas yang berlangsung secara berkala hingga 4 November 2010 dan berikutnya berupa banjir lahar dingin Merapi.

@copyright ©2009 Taman Budaya Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez