Minggu, 06 Juli 2014

Acep Zamzam Noor: Gairah Sunyi Mencari Arti Abadi

Bandung Mawardi
http://www.lampungpost.com/

AMIR Hamzah menjadi penyair awal yang fasih menuliskan sunyi dalam religiositas dan kisah cinta. Buku puisi Nyanyi Sunyi (1935) adalah babak penting dalam perpuisian Indonesia modern yang intens mengisahkan sunyi. Amir Hamzah menuliskan pengertian: Sunyi itu duka/Sunyi itu kudus/Sunyi itu lupa/Sunyi itu lampus.

Sunyi adalah representasi dan realisasi eksistensi manusia dalam pelbagai peristiwa, kondisi, dan kisah. Sunyi mengantarkan manusia dalam religiositas dan kisah cinta manusia. Sunyi menjadi ciri penting puisi Indonesia modern yang terus diwarisi dan dituliskan penyair-penyair mutakhir.

Puisi-puisi sunyi Amir Hamzah menjadi bukti pergulatan penyair mangartikulasikan sunyi sebagai kondisi yang terkatakan atau terbunyikan. Amir Hamzah menjadikan puisi dari sunyi ke bunyi. Bunyi yang sunyi. Puisi Padamu Jua adalah puisi yang mengabarkan kisah manusia yang ingin intim dengan Tuhan. Kondisi batin direpresentasikan dengan kata-kata keras dan lembut yang memuncak dalam sunyi.

Sunyi adalah kisah dan kasih dalam religiositas. Amir Hamzah dalam bait akhir menuliskan: Kasihmu sunyi/Menunggu seorang diri. Sunyi dalam puisi-puisi Amir Hamzah adalah kondisi dalam dan luar yang ingin menguji dan menantang eksistensi manusia.

Puisi-puisi sunyi pun dituliskan Sapardi Djoko Damono dalam buku puisi DukaMu Abadi (1969). Religiositas menjadi ruh dalam buku itu yang ditulis Sapardi dengan lirik-lirik sunyi.

Sapardi sebelum fase DukaMu Abadi sudah menuliskan sunyi dalam puisi Pada Suatu Malam (1964). Sunyi dalam puisi itu diartikan dengan acuan kondisi hidup yang menggelisahkan. Gelisah itu memuncak dalam pengertian: barangkali hidup adalah/doa yang panjang, dan sunyi adalah minuman keras.

Sapardi dalam puisi Prologue mengisahkan religiositas manusia yang ingin intim dengan Tuhan. Puisi itu mengacu pada kuasa Tuhan dan babak-babak sejarah penting kehidupan manusia yang direpresentasikan dalam kisah Qain dan Bukit Golgota. Konklusi dari kisah itu adalah “sepi manusia”.

Puisi-puisi sunyi religius yang diawali Amir Hamzah lalu Sapardi Djoko Damono dilanjutkan Acep Zamzam Noor dengan puisi-puisi sunyi dalam kisah cinta. Membaca buku puisi Menjadi Penyair Lagi (2007) Acep adalah membaca sunyi yang bertebaran. Buku itu mengabarkan puisi masih sanggup mencatat dan mengekalkan sunyi.

Buku itu memuat puisi-puisi awal Acep yang berada dalam alur puisi-puisi sunyi, yakni kumpulan puisi bagian pertama yang berjudul Ada yang Belum Kuucapkan.

Sunyi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) diartikan sebagai tidak ada bunyi atau suara apa pun; hening; senyap; kosong; tidak ada orang; lengang; sepi. Pengertian itu bisa menjadi instrumen untuk membaca dan menginterpretasikan puisi-puisi Acep Zamzam Noor.

Sunyi terbaca dalam puisi Tak Bisa Kulupakan (1979) yang mengisahkan keinginan aku lirik melupakan pelbagai hal, kisah, suasana, dan peristiwa hidup. Keinginan itu sampai pada negasi-afirmasi bahwa ada ketidakmungkinan melupa terhadap “sepi yang sendu”.

Puisi Kuhitung Detak Jam (1981) yang dengan fasih mengisahkan sepi dalam pengalaman waktu. Sepi adalah pengalaman dalam waktu yang susah tertandai dalam hitungan waktu definitif. Sepi membuat manusia merasa lama atau sesaat yang cenderung teralami dalam waktu fenomenologis.

Acep menulis: Kenapa sepi/Padaku seakan menagih janji. Sepi adalah kondisi dalam waktu yang mengandung tuntutan untuk menagih janji.

Sepi dalam puisi itu adalah pengalaman diri dalam waktu yang tergesa. Acep menuliskan sunyi yang eksistensialis dalam puisi Kwatrin Sunyi (1981). Kondisi alam dan kondisi diri berada dalam relasi manifestasi: Hutan sunyi dan senyap, hati pun rindu dendam.

Sunyi dan senyap terpahamkan sebagai kondisi yang memungkinkan ada represi untuk perasaan-perasaan yang ingin lekas terealisasikan. Sunyi yang represif itu ingin disimpulkan dalam baris penutup: Sepi dalam hatimu: sepi pun menjadi rahasia. Sepi adalah rahasia yang teralami secara personal dan tertutup. Sepi dalam puisi itu berbeda dengan sepi dalam puisi Sebuah Lagu (1981) yang terkesan menjadi pengalaman personal.

Penyair dengan simbolis menuliskan pengalaman sepi dalam hutan puisi. Sepi dalam hutan puisi menjadi puncak pengalaman yang eksistensialis karena hadir dalam rahasia-rahasia kata dan makna.

Sunyi sebagai puncak kisah cinta dituliskan Acep Zamzam Noor dalam puisi Sajak yang Lahir dari Senyuman Ria Soemarta (1982). Penyair dengan definitif menjadikan sunyi sebagai konklusi peristiwa dalam kisah cinta.

Kisah cinta yang berakhir dengan sunyi kerap menjadi penerjemahan cinta yang memuncak dan sublim. Pemaknaan sunyi dilanjutkan Acep dalam puisi Masih Buat Ria Soemarta (1982). Puisi ini mengabarkan sunyi adalah puncak pencerahan cinta. Kesadaran waktu atas sepi dari cinta mengantarkan aku lirik dalam sembilu atau kesedihan mendalam.

Kesedihan itu semakin membuktikan bahwa cinta adalah perubahan dan cinta bakal memupuskan sepi yang sia-sia. Acep menuliskan dengan cinta: Hidup akan berubah karenanya, jadi lebih bicara/ Dari sekadar sepi yang sia-sia.

Puisi-puisi awal Acep Zamzam Noor eksplisit menunjukkan pergulatan tematik atas kisah cinta dan sunyi. Pergulatan itu terbahasakan dengan liris dan romantis.

Acep dengan kesadaran estetika membuktikan diri atas “gairah sunyi mencari arti abadi” (puisi Tangis Darah, 1982). Acep intensif bergulat dengan kesunyian yang “ingin sampai pada sunyi yang abadi” (puisi Desember, 1982). Babak awal perpuisian Acep Zamzam Noor tak mungkin melepaskan diri dari sunyi sebab “sunyi ini terus menyeru” (puisi Lagu Murni, 1982).

Acep Zamzam Noor adalah penyair sunyi yang terus menulis dan mengekalkan sunyi dalam puisi. Sunyi dalam puisi-puisi Acep Zamzam Noor adalah pengalaman-pengalaman manusia yang eksistensialis. Sunyi sanggup dibahasakan dan dikisahkan Acep Zamzam Noor dalam puisi yang liris dan romantis. Acep Zamzam Noor adalah penyair yang ada dengan “gairah sunyi mencari arti abadi”. Begitu.

*) Kritikus sastra dan peneliti di Kabut Institut (Solo).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez