Minggu, 10 Juni 2012

“Ta’dib”, Konsep Ideal Pendidikan Islam

Amin Hasan *
http://www.hidayatullah.com/

AWAL pendidikan Islam bermula dari tempat yang sangat sederhana, yaitu serambi masjid yang disebut al-Suffah. Namun, walaupun hanya dari serambi masjid, tetapi mampu menghasilkan ilmu-ilmu keislaman yang bisa dirasakan sampai dengan sekarang. Tidak hanya itu, dari serambi masjid ini pula mampu mencetak ulama-ulama yang sangat dalam keilmuannya dimana pengaruhnya sangat besar sekali bagi peradaban Islam, bahkan juga mampu mempengaruhi peradaban-peradaban lain.
Sudah barang tentu, “pendidikan” menjadi syarat utama dalam membangun sebuah peradaban yang besar. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan tema yang tidak pernah sepi dan selalu manarik perhatian banyak kalangan. Sehingga,tarik-ulur konsep yang ideal pun selalu mewarnai dalam sejarah perjalanan pendidikan. Begitu pun yang terjadi dalam dunia Islam.

Namun, sungguh disayangkan bahwa dalam perkembangannya, kondisi sebagaimana diawal pendidikan Islam terdahulu sudah kurang terasa lagi dari institusi pendidikan Islam yang ada sekarang. Sebagaimana sebuah obor, maka obor tersebut sudah hampir padam. Agar obor tersebut tidak padam dan terus menyala, maka pendidikan Islam seperti yang telah diwariskan oleh ulama-ulama terdahulu harus dihidupkan kembali. Di sinilah tulisan ini hadir untuk mengeksplor konsep pendidikan Islam yang akan dikhususkan pada konsep ta’dib yang ditawarkan oleh Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam yaitu at-tarbiyah, al-ta’lim dan at-ta’dib. Umumnya, istilah pendikan Islam banyak menggunakan at Tarbiyah. Padahal menurut Naquib Al Attas, pengertian ta’dib lebih tepat dipakai untuk pendidikan Islam daripada ta’lim atau tarbiyah.

Ta’dib merupakan mashdar dari addaba yang secara konsisten bermakna mendidik. Ada tiga derivasi dari kata addaba, yakni adiib, ta’dib, muaddib. Seorang guru yang mengajarkan etika dan kepribadian disebut juga mu’addib. Setidaknya. Seorang pendidik (muaddib), adalah orang yang mengajarkan etika, kesopanan, pengembangan diri atau suatu ilmu agar anak didiknya terhindar dari kesalahan ilmu, menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) sebagaimana dicontohkan dalam pribadi Rasulullah SAW. Cara mendidiknya perlu dengan menggunakan cara-cara yang benar sesuai kaidah. Karena itu ta’dib berbeda dengan mengajarkan biasa sebagai mana umumnya mengajarkan siswa di sekolah yang hanya dominan mengejar akademis dan nilai.

Istilah ini menjadi penting untuk meluruskan kembali identitas dari konsep-konsep pendidikan Islam yang secara langsung maupun tidak langsung telah terhegemoni oleh pendidikan negara-negara sekuler.

Mengembalikan prioritas utama pendidikan Islam

Al-Qur’an dan al-Sunnah merupakan asas dalam pendidikan Islam. Sehingga, bisa dipahami bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk mentauhidkan diri kepada Allah. Artinya, mentauhidkan diri kepada Allah adalah prioritas utama dalam pendidikan Islam selain dari tujuan keilmuan (IPTEK, keahlian, keterampilan dan profesionalisme), membentuk manusia untuk menjadi khalifah, pembentukan akhlak yang mulia, membentuk insan Islami bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat, serta mempersiapkan manusia bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, arah dan tujuan, muatan materi, metode, dan evaluasi peserta didik dan guru harus disusun sedemikan rupa agar tidak menyimpang dari landasan akidah Islam.

Bertauhid kepada Allah sebagai prioritas utama dalam pendidikan Islam secara tidak langsung juga berarti pendidikan Islam juga bertujuan mencari keridhaan-Nya.

Artinya, peningkatan individu-individu yang kuat pada setiap peserta didik diperoleh melalui ridha Allah. Jadi tidak benar jika dalam pendidikan individu peserta didik diletakkan pada posisi kedua setelah kebutuhan sosial-politik masyarakat. Al-Attas menjelaskan, bahwa penekanan terhadap individu bukan hanya sesuatu yang prinsipil, melainkan juga strategi yang jitu pada masa sekarang. (baca Aims and Objevtives) Di sinilah letak keunikan dari pendidikan Islam yang tidak dimiliki oleh sistem pendidikan selain Islam, dimana pendidikan yang dilakukan berpusat pada pencarian ridha Allah melalui peningkatan kualitas individu.

Bisa dibayangkan betapa bahayanya jika pendidikan dilihat sebagai ladang investasi baik dalam kehidupan sosial masyarakat maupun negara. Sudah bisa dipastikan bahwa dunia pendidikan akan melahirkan patologi psiko-sosial, terutama dikalangan peserta didik dan orang tua, yang terkenal dengan sebutan “penyakit diploma” (diploma disease), yaitu usaha dalam meraih suatu gelar pendidikan bukan karena kepentingan pendidikan itu sendiri, melainkan karena nilai-nilai ekonomi dan sosial. (baca Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas).

Hal tersebut, Al-Attas melanjutkan dalam karnyanya yang lain, dikarenakan pendidikan menurut Islam adalah untuk menciptakan manusia yang baik, bukan untuk menghasilkan warga negara dan pekerja yang baik. Hal ini sangat ditentukan oleh tujuan mencari ilmu itu sendiri. Sebab semua ilmu datang dari Allah Swt, maka ilmu merangkumi iman dan kepercayaan.

Dalam maksud yang sama bahwa ilmu tidak bebas nilai. Oleh karena itu, Al-Attas menegaskan bahwa tujuan menuntut ilmu adalah penanaman kebaikan atau keadilan dalam diri manusia sebagai manusia dan diri-pribadi, dan bukannya sekadar manusia sebagai warga negara atau bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Inilah nilai manusia sebagai manusia sejati, sebagai penduduk dalam kota-dirinya (self’s city), sebagai warga negara dalam kerajaan mikrokosmiknya sendiri, sebagai ruh. Inilah yang perlu ditekankan, manusia bukan sekadar suatu diri jasmani yang nilainya diukur dalam pengertian pragmatis atau utilitarian yang melihat kegunaannya bagi negara, masyarakat dan dunia. (baca: Islam and Secularism).

Dalam semangat yang sama, Muhammad ‘Abduh juga mengkritik dengan tajam pragmatisme yang terjadi dalam pendidikan yang secara khusus ia tujukan pada sistem pendidikan Mesir. Inti dari semuanya adalah bahwa prioritas utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk orang menjadi terpelajar.

Menurut Al-Attas, orang terpelajar adalah orang “baik”. Pertanyaannya kemudian, apakah sesederhana itu pendidikan Islam? Apakah pendidikan Islam hanya membentuk orang hanya sekadar menjadi “baik”? Apa sebenarnya “baik” yang dimaksud Al-Attas di atas?

Konsep Ideal

Konsep Ideal pendidikan Islam secara sistematis telah disampaikan Al-Attas dalam sebuah Konferensi Dunia Pertama mengenai Pendidikan Islam di Makkah pada awal tahun 1977. Pada Konferensi tersebut, Al-Attas menjadi salah seorang pembicara utama dan mengetuai komite yang membahas cita-cita dan tujuan pendidikan.

Dalam kesempatan ini, Al-Attas mengajukan agar definisi pendidikan Islam diganti menjadi penanaman adab dan istilah pendidikan Islam menjadi ta’dib. Konsep ta’dib ini disampaikan kembali oleh Al-Attas pada Konferensi Dunia Kedua mengenai Pendidikan Islam yang diselenggarakan di Islamabad, pada 1980.

Sebenarnya apa yang menjadi alasan Al-Attas terus-menerus memperjuangkan konsep ta’dib sebagai pengganti dari Pendidikan Islam? Itu tidak lain, karena menurut Al-Attas, jika benar-benar dipahami dan dijelaskan dengan baik, konsep ta’dib adalah konsep yang paling tepat untuk pendidikan Islam, bukannya tarbiyah ataupun ta’lim. Sebab, Al-Attas melanjutkan, bahwa struktur kata ta’dib sudah mencakup unsur-unsur ilmu (‘ilm), instruksi (ta’lim), dan pembinaan yang baik (tarbiyah). Sehingga tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah sebagaimana terdapat dalam tiga serangkai konsep tarbiyah-ta’lim-ta’dib. (baca The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education).

Masih dalam karya yang sama, Al-Attas juga menegaskan bahwa istilah “pendidikan” yang digunakan sekarang ini, secara normal, bersifat fisik dan material serta berwatak kuantitatif. Hal tersebut lebih disebabkan oleh konsep bawaan yang termuat dalam istilah tersebut berhubungan dengan pertumbuhan dan kematangan material dan fisik saja. Esensi sejati proses pendidikan telah diatur menuju pencapaian tujuan yang berhubungan dengan intelek atau ‘aql yang ada hanya pada diri manusia.

Dari sinilah kemudian, dengan konsep ta’dib-nya, Al-Attas menjelaskan bahwa orang terpelajar adalah orang baik. “Baik” yang dimaksudkan di sini adalah adab dalam pengertian yang menyeluruh, “yang meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang, yang berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya.” Oleh karena itu, orang yang benar-benar terpelajar menurut perspektif Islam didefinisikan Al-Attas sebagai orang yang beradab. (baca: Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas).

Oleh sebab itu, pendidikan, menurut Al-Attas adalah “penyemaian dan penanaman adab dalam diri seseorang—ini disebut dengan ta’dib.” (baca: Aims and Objectives). Sebagaimana al-Qur’an menegaskan bahwa contoh ideal bagi orang yang beradab adalan Nabi Muhammad Saw., yang oleh kebanyakan sarjana Muslim disebut sebagai Manusia Sempurna atau Manusia Universal (al-insan al-kulliyy). Perkataan adab sendiri memiliki arti yang sangat luas dan mendalam. Selain itu, Al-Attas melanjutkan, ide yang dikandung dalam perkataan ini sudah diislamisasikan dari konteks yang dikenal pada masa sebelum Islam dengan cara menambah elemen-elemen spiritual dan intelektual pada dataran semantiknya.

Maka, berdasarkan arti perkataan adab yang telah diislamisasikan itu dan berangkat dari analisis semantisnya, Al-Attas mengajukan definisinya mengenai adab:
Adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwasanya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari hierarki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan bahwa seseorang itu memiliki tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual, dan spiritualnya. (baca: The Semantics of Adab)

Al-Attas, sekali lagi menegaskan bahwa pendidikan sebagai penanaman adab ke dalam diri, sebuah proses yang sebenarnya tidak dapat diperoleh melalui suatu metode khusus. Dalam proses pembelajaran, siswa akan mendemonstrasikan tingkat pemahaman terhadap materi secara berbeda-beda, atau lebih tepatnya pemahaman terhadap makna pembelajaran itu. Hal ini karena ‘ilm dan hikmah yang merupakan dua komponen utama dalam konsepsi adab benar-benar merupakan anugerah Allah Swt. (baca: Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M. Naquib Al-Attas).

Tegasnya, bahwa adab mensyaratkan ilmu pengetahuan dan metode mengetahui yang benar. Dari sinilah kemudian, pendidikan Islam memainkan peranannya serta tanggung jawabnya di dunia dan tujuan akhirnya di akhirat. Dari sini tampak sangat jelas dalam mata hati kita bahwa kebenaran metafisis sentralitas Tuhan sebagai Realitas Tertinggi sepenuhnya selaras dengan tujuan dan makna adab dan pendidikan sebagai ta’dib. Dari sinilah kemudian, menurut Al-Attas, konsep ideal pendidikan Islam adalah ta’dib.

Epilog

Alhasil, mentauhidkan diri kepada Allah adalah prioritas utama dalam pendidikan Islam. Hal tersebut tidak lain diperoleh melalui ridha Allah. Dengan mengajukan konsep ta’dib sebagai pengganti dari pendidikan Islam diharapkan agar peserta didik tidak hanya memperoleh intelek dan ‘aql saja. Tetapi lebih dari itu semua, yaitu peserta didik benar-benar mampu menjadi orang yang terpejalar, dan orang yang beradab.

*) Penulis adalah Mahasiswa pada Program Pasca Sarjana di Universitas Darussalam Gontor Ponorogo Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu Akidah. /17 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez