Irma Safitri *
http://www.riaupos.co/
Sastra merupakan karya seni yang mengandung nilai-nilai kehidupan dan nilai-nilai religius sebagai pedoman hidup dalam masyarakat. Atmosuwito (1989: 126) berpendapat, sastra merupakan cermin dari agama pengarangnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra dapat dijadikan manusia sebagai salah satu alat untuk memberi penuntunan dalam kehidupan. Menurut Mangunwijaya (1994: 11), pada mulanya, semua sastra adalah religius. Dari pendapat ini, sastra dan religius akan bertemu pada satu titik karena ada peran kurang lebih sama antara kitab suci dan sastra. Yaitu keduanya memberi perenungan, pencerahan spiritual, kemerdekaan dan pembebasan manusia dari penindasan. Religius dan sastra membawa nikmat dan hikmat, memanusiawikan dan mereligiuskan manusia.
Sastra tak hanya memberi kesenangan tapi memberi pemahaman tentang kehidupan dan nilai-nilai kehidupan termasuk nilai religius. Sebuah karya sastra mengandung nilai-nilai kehidupan suatu kelompok masyarakat atau seseorang yang diwujudkan pengarang lewat gambaran watak tokoh-tokohnya maupun setting/latar ceritanya. Nilai-nilai ini dapat berpengaruh baik secara individual terhadap nilai-nilai religius. Pengaruh secara individual terlihat dalam bentuk-bentuk perubahan sikap, kepribadian, pola hidup, perilaku dan pandangan hidup.
Berdasar uraian di atas, penulis coba menganalisis nilai-nilai religius dalam cerpen ‘’Telekung buat Emak’’ karya Musa Ismail. Cerpen ini mengisahkan usaha Kahar dan keluarganya untuk membantu Emaknya yang telah lama keluar dari kaidah Islam. Seingatnya, sejak remaja hingga usianya yang sudah kepala tiga, ia tak pernah melihat Emak-nya salat lima waktu. Kahar merasa wajib menyadarkan Emaknya untuk mengerjakan salat. Awalnya Kahar sempat merasa tak ada celah di hati Emaknya untuk melaksanakan salat. Karena Ayahnya juga sudah berusaha keras membuka mata hati itu dengan untaian kalimat yang menyentuh perasaan. Namun tetap jawabannya selalu sama. ‘’Hatinya belum mau.’’ Kahar juga takut durhaka dan menyinggung hati Emaknya. Namun mengingat usia Emaknya sudah makin tua, Ia bertekad menemukan cara untuk menyentuh ceruk di hati Emaknya. Karena Kahar tahu betul, pengamalan agama pasti berhubungan dengan sekeping hati. Maka Kahar membawa Emak ke rumahnya, mengharapkan lingkungan masyarakat yang agamis dapat memberi renjisan sejuk di hati Emaknya. Melalui kegiatan wirid, yasinan dan santapan rohani, istri Kahar rajin membawanya ke kegiatan tersebut. Namun, masih saja hati Emak bersikeras tak tersentuh sedikitpun. Khawatir dengan sikap Emaknya, Kahar dan istrinya pun berusaha bicara dengan kata-kata yang baik agar tak menyinggung perasaan Emak.
Seperti dugaan Kahar sebelumnya, Emak sulit diajak untuk membuka pikirannya mengenai kewajiban salat. Malah Emak membantahnya dan mengatakan dia sudah tahu kewajiban salat dan sudah pernah melaksanakan salat waktu gadis dulu. Hanya sekarang hatinya seperti tertutup tak tergugah melasanakan salat. Malam itu jadi malam yang menegangkan. Kahar dan istrinya hanya mampu saling pandang dalam kekalutan saat Emak memasuki kamar dengan wajah yang suram. Mereka tak tahu apa yang berkecambuk di pikiran Emak. Sebulan kemudian, Emak dapat paket dari Kahar sebagai kado ulang tahunnya. Saat membuka paket Emak tertegun, ternyata isinya telekung. Mak langsung membawa telekung itu ke kamarnya. Pintunya di kunci rapat.
Dalam cerpen ini Musa menyampaikan pesan religius yang sedarhana, namun memiliki makna luar biasa. Karena dalam cerpen ini secara tak langsung Musa menyampaikan kebenaran yang ada dalam Alquran. Musa juga memberi pencerahan dengan coba membuka pikiran pembaca melalui dialog antar tokoh. Berikut kutipan yang menyentuh hati pembaca, menurut penulis:
‘’Kita mesti yakin. Mungkin inikah yang termasuk perjuangan? Banyak di antara kita kecundang dengan hati sendiri. Hati kita telah terlalu banyak menerima permainan-permainan duniawi. Padahal, itu cuma senda gurau yang hanya menggelitik hati. Itu cuma cara-Nya untuk menguji apakah hati kita masih tetap bersih dalam kontaminasi kehidupan gila ini. Atau, terlenakah kita dalam permainan kejaran gelombang kehidupan yang menciptakan buih-buih itu. Ingat, hati kita harus diberikan sempadan pada setiap jengkal perubahan.’’ ( Ayah Kahar)
Dari kutipan di atas lewat tokoh Ayah Kahar, Musa menyampaikan pesan religius. Bahwa hidup ini perlu perjuangan untuk mempertahankan iman dan ketakwaan. Hanya orang-orang yang kalah dan tak bisa memegang keteguhan imannya yang akan terlena dengan permainan dunia. Ini semua Allah beri sebagai ujian. Agar Allah dapat menilai, siapa di antara umatnya yang tetap di jalan yang benar.
‘’Tidak ada tapi-tapi. Jika menghidupkan salatmu, maka nyawa dan cahaya hatimu akan kembali bergairah dan cerah bersinar di mata siapa saja.’’ (Ayah Kahar)
Dari kutipan ini, Musa telah memberi suatu pencerahan pikiran dan menenteramkan jiwa pembaca. Apalagi direnungkan dengan makna dan hikmah dalam mengerjakan salat. Kita akan menyadari hanya dengan salatlah hati manusia akan kembali bergairah dalam menjalani hidup. Karena dengan salat manusia dapat terhindar dari perbuatan keji dan munkar, lebih tabah menjalani kehidupan, ikhlas menghadapi cobaan dan menenteramkan hati yang gundah. Dalam salah satu firman-Nya Allah juga menegaskan nilai positif dari salat: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar Ra’d 28).
‘’Bang, benar kata Allah bahwa nasib, kita sendirilah yang mengubahnya.’’ ( Istri Kahar)
Dari kutipan ini lewat tokoh Istri Kahar, Musa menyampaikan pesan bahwa sesungguhnya Allah Maha Bijaksana memberi sesuatu wewenang istimewa pada manusia dibanding makhluk lain dan keistimewaan itu berupa pilihan yang kita buat untuk menentukan takdir kita di dunia. Ini sesuai firman Allah dalam Al Quran: ‘’Sesungguhnya Allah takkan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka.’’ (Q.S. Al-Anfal 8:53).
Kita sebagai manusia diberi kekuasaan oleh Allah untuk memilih jalan mana yang akan kita tempuh dalam kehidupan. Hanya Allah tak memberi wewenang pada kita tentang akibat dari pilihan yang kita ambil, karena itu adalah hak dan kekuasaan Allah.
‘’Tapi, ini hakikatnya, Emak. Kematian pasti jadi teman dekat kita.’’ (Kahar)
Lewat tokoh Kahar, Musa menyampaikan pesan atau teguran mengenai kematian yang pasti akan dirasa tiap manusia dan semua mahluk hidup di dunia. Karena sesungguhnya tiap detik, umur manusia akan berkurang dan kematian akan makin dekat. Betapa sebuah nasihat yang luar biasa bermakna, sangat menyentuh dan tentunya sarat ilmu illahi yang sangat dalam untuk digali lebih lanjut. Sebuah perjalanan panjang yang akan saya hadapi nanti, Anda juga akan menghadapinya. Sama seperti firman Allah dalam Alquran (QS Ali Imran : 185) “Setiap yang berjiwa, pasti akan merasakan mati.” Demikianlah Allah menegaskan tentang keberadaan kematian. Sebuah pernyataan yang tak bisa dibantah dengan teori manapun. Itulah kekuasaan Allah.
‘’Kematian hati ada kaitannya dengan kematian salatmu.’’ ( Ayah Kahar)
Setelah merenung makna yang terkandung dalam kutipan ini, kita akan menyadari bahwa apa yang disampaikan Musa dalam kutipan ini adalah suatu fakta yang dapat kita temukan dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hati adalah raja dalam tubuh manusia. Hati memiliki kekuasaan yang mengatur semua perbuatan baik gerakan, maupun perkataan berasal dari perintahnya, lalu ia gunakan dengan sekehendaknya sehingga semua berada dibawah kekuasaan dan perintahnya. Dari hati seseorang meniti jalan istiqamah atau kesesatan, serta dari hati pula niat itu termotivasi atau malah pudar. Sesuai sabda Nabi SAW: “ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Dan apabila ia buruk, maka buruk pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” Dari sini kita tahu begitu pentingnya peran hati dalam tubuh manusia. Maka jagalah hati dari segala hasutan setan, dengan berbanyak zikir, mendekat dan minta pertolongan-Nya agar kita selalu dalam lindungan-Nya dan tetap memiliki hati dan jiwa istiqamah.
‘’Alangkah bahagianya jika keluarga kita sentiasa menghidupkan salat. Abang yakin bahwa angkasa akan melihat rumah kita ini seperti cahaya bintang yang kita saksikan dari bumi. Terang menyinari dengan keabadian.’’ (Ayah Kahar)
Pada kutipan ini Musa selain menyampikan pesan, juga menyampaikan harapannya. Yaitu semua umat Islam dapat menghidupkan salatnya. Walau yang diungkapkannya dalam dialog ini tertuju pada keluarga Kahar, namun pesan dan harapan ini sebenarnya ditujukan pada seluruh umat Islam. Suatu harapan yang tak semua orang memilikinya. Karena jika semua orang memilikinya, dunia ini adalah surga. Penuh dengan orang-orang yang bertakwa pada-Nya. Alangkah indahnya dunia ini yang selalu diselimuti cahaya Ilahi yang abadi di sisi-Nya.
‘’Padahal, kita sadar bahwa pada hakikatnya kita di dunia ini sentiasa menginginkan kebaikan dan kebenaran untuk menuju matlamat sejati.’’ (Ayah Kahar)
Apa yang disampaikan Musa dalam kutipan ini membuat kita menyadari, dari hati manusia yang paling dalam sebenarnya senantiasa menginginkan kebaikan dan kebenaran. Tak ada manusia yang hidup dengan hati yang tenang dan kebahagiaan yang hakiki, jika menjalani sesuatu yang membawanya ke perbuatan yang hanya memberinya kebahagiaan yang bersifat sementara. Walau kenyataannya hati kita selalu saja ego mempertahankan apa yang sudah kita jalani dalam hidup ini sudah melakukan kebaikan dan kebenaran.
Kesimpulan yang dapat saya ambil terhadap analisis nilai religius dalam cerpen ‘’Telekung buat Emak’’ karya Musa Ismail ini ialah, ia ingin menyampaikan pesan atau nasehat religius yang dikemas dalam konflik adanya pertentangan yang kuat antar tokoh. Dalam mempertahankan pendirian dan keikhlasan hati dalam mendirikan salat. Pesan Musa dalam cerpen ini: pertama , perlunya menjaga hati sebagai raja dalam tubuh manusia. Karena segala perbuatan yang dilakukan manusia berawal dari perintahnya. Kedua, pentingnya menegakkan salat. Sebagai tiang agama, peneduh hati dan sebagai ketakwaan pada-Nya. Ketiga, hikmah dalam mendirikan salat, yaitu dapat melindungi manusia dari berbuatan yang keji dan munkar dan mencapai ketentraman jiwa yang sesungguhnya. Keempat, sesungguhnya kematian itu akan pasti dirasakan setiap jiwa yang bernyawa. Kelima, tak ada kata terlambat untuk bertobat selagi ajal belum menjemput.***
*) Irma Safitri, Mahasiswa semester IV, Bahasa Indonesia STKIP Pelita Bangsa Bengkalis. Selain menulis esai, juga menyuka sastra. Bermastautin di Bengkalis. /27 Mai 2012
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar