Djauharul Bar *
http://jtopan.blogspot.com/
Muqaddimah
Legenda yang tak akan pernah habis dibicarakan, Muhammad Iqbal sosok fenomenal abad 21 telah meninggalkan banyak sekali catatan pemikirannya. Siapa yang tak mengangkat topi kepadanya, nama besar dari keluarga kecil banyak menorehkan tinta emas dalam perjuangannya menindas ketidakadilan. Melawan kekuatan penjajah, mengahabisi tipu daya kapitalis, menghiasi hari-hari dengan alunan kata puitis semuanya merupakan ciri dari sosok Iqbal.
Dikatakan bahwa Iqbal merupakan sosok yang belum tergantikan saat ini, gelar sebagai Sir serta sederet penghargaan erat dengannya. Bahkan, beliau juga disebut sebagai tokoh yang serba bisa, mulai dari pemikir, sufi, penyair, sampai seorang yang cukup agamis. Ini dikarenakan catatan hari-harinya penuh dengan guncangan peristiwa dan makna.
Sejarah tidak bisa melupakan akan jasa dan pengabdiannya terhadap dunia, membuka cakrawala pemikiran, membentangkan aksara kejahiliaan, membebaskan dari penindasan. Sekalipun, banyak sekali aliran pemikiran belakangan ini, akan tetapi semangat pemikiran Iqbal masih up to date, terlihat betapa seorang pemikir ini begitu menghalangi kekuatan Barat yang berlatar belakang kapitalis yang masih menguasai dunia sampai saat ini. Sistem demokrasi yang dilancarkan oleh barat masih harus banyak sekali koreksian.
Javid Namah kitab sastra puisi yang disusun Iqbal, merupakan magnum opusnya Iqbal, sebagaimana Masnawi pada Rumi.. Lewat bahasanya yang indah ia menyampaikan buah pikirnya melawan segala bentuk kelemahan, menyadarkan kehidupan, melawan segala bentuk penindasan.
Perjalan hidup Iqbal
Dari keluarga yang nenek moyangnya berasal dari Khawsmir, Muhammad Iqbal dilahirkan, tepat pada tanggal 22 Februari 1873 di desa Sailkot, Punjab. “Napasnya mengembangkan kuntum Hasratku menjadi bunga”, potongan puisi itu merupakan perhatian Iqbal untuk orang yang sangat berjasa padanya. Maulana Mir Hasan seorang ulama besar yang mengajarinya ketika kecil semasa sekolah dasar di Sialkot. Kecerdasan Iqbal semasa kecil banyak ditunjukan dari kumpulan-kumpulan sajak-sajaknya. Sajak-sajak itulah yang membuat sang guru berkesan dan selalu memberi dorongan kepada Iqbal.
Lahore, tanah yang menjadi rantauan ke dua bagi Iqbal setelah tamat sekolah dasar, menjadi titik awal ketenarannya. Lahore yang di masa itu merupakan kota yang cukup maju dan juga pusat kegiatan intelektualisme membuat Iqbal jatuh hati dan kerasan di sana. Di seluruh anak benua India banyak didirikan pusat-pusat sastra dan pengembangan bahasa, baik Persia maupun Urdu. Sesekali Iqbal membawakan pusi-puisinya dalam festival kesusastraan Urdu. Akan tetapi, sebagai penyair Iqbal hanya dikenal di kalangan pelajar saja. Dalam sebuah organisasi sastra di Lahore yang beranggotakan para tokoh sastra terkemuka, Iqbal melantunkan sajaknya yang terkenal Himalaya. Sajak yang berisi pikiran baru tentang semanagat patriotisme dibalut dalam kata-kata Persia klasik itu mendapat sambutan yang luar biasa dan mempesonakan para hadirin.
Di tahun 1950 atas saran gurunya Sir Thomas Arnold, Iqbal melanjutkan studinya ke Eropa, dan kemudain berhasil menamatkan gelar sarjananya pada studi Hukum dari Universitas Cambridge, Inggris. The Development of Metafhysics in Persia adalah hasil studi Doktoralnya dalam Filsafat Modern dari Universitas Munich, Jerman. Selama di Eropa inilah Iqbal banyak belajar dan mempelajari watak bangsa-bangsa Barat. Hal ini yang membuat ia berkesimpulan bahwa timbulnya segala macam kesulitan dan pertentangan tidak lain dikarenaka sifat individualisme dan egoisme yang berlebihan serta paham nasionalisme yang sempit bangsa Barat. Tapi juga menurut Iqbal, hal yang dikagumi dari bangsa Barat adalah sifat dinamis dan tak kenal puas dan putus asa.
Selain sering mengunjungi perpustakaan-perpustakaan di Cambridge dan di Berlin, ia juga menjabat sebagai guru besar Bahasa dan sastra Arab di Universitas London selama enam bulan. Sekembalinya ke Tanah air, Iqbal menjadi pengajar falsafah dan sastra Inggris di India.
Agustus 1908 Iqbal kembali ke tanah kelahiranya dan langsung mengisi sebagai pemimpin Government College di Lahore. Tapi kemudian karena mencurahkan perhatianya pada masalah-masalah hukum, ia mengundurkan diri dari jabatan itu.
Karya-Karya Iqbal
Iqbal membuat karya tulisnya dengan dua macam, berbentuk prosa (natsar) dan berbentuk puisi (nazham). Prosa yang dihasilkan olehnya disalin dalam bahasa Inggris, sedangkan puisi hasil karyanya menggunakan bahasa Persia dan bahasa Urdu.
Kebiasaan Iqbal membuat puisi dari kecil menjadi ciri tersendiri bagi karya-karyanya. Himalaya, judul puisi yang ia dendangkan di depan tokoh sastra terkemuka menjadi titik awal dari karnyanya. Begitupun hal penting semasa hidupnya ketika terbit buku pertamanya tahun 1915 tentang ego dan perjuangan hidup berjudul Asrari Khudi, buku ini ternyata menggemparkan dan menyadarkan para sufi yang suka menyendiri dan berdiam diri. Lalu tahun 1918 karyanya yang berjudul Rumuzi Bekhudi yang berisi ajaran dan kehidupan masyarakat Islam. Kemudain disusul oleh Payami Masyriq sebagai jawaban atas sebuah buku yang ditulis oleh Goethe berjudul Ost Westerliche Diwan. Lalu Zaburi Ajam yang berirama mistik dan tak kalah pentingnya Javad Namah yang dianggap sebagai Masterpisce Iqbal.
Secara kronologis karya Iqbal dapat disebutkan sebagai berikut:
Berupa Puisi (Nazham)
Asrari Khudi, Bahasa Persia 1915
Rumuzi Bekhudhi, Bahasa Persia 1918
Payami Masyriq, Bahasa Persia 1923
Zaburi Adam, Bahasa Persia 1929
Javid Namah, Bahasa Persia 1932
Musafir, Bahasa Persia 1934
Bali Jirail, Bahasa Urdu 1935
Passchai Bayad Kard, Bahasa Persia 1936
Darbi Kalim, Bahasa Urdu 1937
Berupa Prosa/Narasi (Natsar)
Ilmu Iqtishad, Bahasa Urdu 1901
The Development of Metaphysic in Persia, Bahasa Inggris 1908
The Recontruction of Religius Thought, Bahasa Inggris 1934
Letters of Iqbal to Jinnah, Bahasa Ingris 1944
Speeches and Statements of Iqbal, Bahasa Inggris 1944
Di samping karya-karyanya yang secara resmi diterbitkan dalam buku, masih banyak lagi karya-karyanya berupa puisi atau artikel ilmiyah yang dimuat dibeberapa media masa pada saat itu. Seperti Complaint and Answer kumpulan sajak yang diterjemahkan oleh Altaf Husain, yang diartikan sebagai pengaduan umat Muslim abad belakangan yang kepada Tuhan pada masa dekandensi. Tetapi, Iqbal menjawab dengan mengatakan bahwa itu merupakan hasil kesalahan mereka sendiri.
Iqbal sebagai Sastrawan
Dalam membincangka Iqbal, kita tak bisa lepas dari sejarah sastra dan latar belakang Iqbal di baliknya. Iqbal yang lahir sebagai penyair dan pemikir dalam perkembangan sastra Urdu memerankan peran yang cukup penting, ini dilihat dari upayanya dalam memasukan kata-kata Punjab dan Persia ke dalam bahasa Urdu, walaupun banyak kalangan pada masanya menentang dan mengecam perbuatan Iqbal. Tapi Iqbal tak menghiraukannya.
I have no need the ear of To-day
I am the voice of the poet of To-morrow
Ia terdepan membina bahasa Urdu yang pada akhirnya mencapai taraf lebih tinggi dalam dunia sastra, di samping bahasa Persia yang sudah punya tradisi lebih tua. Kedua bahasa itu digunakan Iqbal hampir sama kuat.
Sajak dan puisi Iqbal biasanya ditulis dalam betuk matsnawi (dua baris), yang kebanyakan dipakai dalam tradisi Puisi Arab, Persia, dan Urdu, mastnawi merupakan ritme campuran yang tidak mengikat, berbeda halnya dengan gazhal.
Karya Iqbal yang berbentuk mastnawi bisa dilihat jelas dalam Javid Namah.
Sosialisme ala Iqbal
Dalam kisah perjalanannya, Iqbal lahir dan hidup pada masa agresi militer Eropa. Mencapai wilayah yang paling luas dan membentuk opini sengit dalam bentuk komunis dan nasionalis. Iqbal, seorang humanis besar, merasakan kekejaman, kesengsaraan dan kemerosotan sebagai akibat dari kapitalisme yang mengabaikan tuntunan spiritual dan etik, dan imperialisme yang menjadi begitu yakin atas kekuatan materi. Jiwanya memberontak terhadap penaklukan sebagian besar manusia dan perlakuan umat manusia sebagai sebagai komoditi perdagangan.
Begitulah kiranya sebelum Iqbal akhirnya menuliskan itu semua ke dalam sajak dan puisinya guna mengecam eksploitasi dan dominasi politik Eropa.
Hai penduduk Benua Barat
Bumi Tuhan bukanlah kedai
Apa yang kalian anggap berharga
Kelak kan ternyata tak bernilai
Bagi Iqbal syair ialah seni yang bertujuan untuk membuat hidup manusia lebih produktif, indah dan berwarna. Seni harus menghayati manusia pada setiap kehidupannya. Di sini menurut Iqbal, penyair kembali kepada ajaranya tentang Ego. Seni yang baik adalah seni yang dapat memperkuat ego, sebaliknya seni yang kerdil adalah seni yang hanya memperlemah Ego.
Dominasi kehidupan dan lingkungan agama membuat Iqbal sangat prinsipil sekali akan ajaran agama. Sosialisme yang menurutnya sebagai “Topan yang menghalau udara kotor di angkasa,” berbeda dengan sosialisme yang biasanya. Bahwa keterkaitan agama dan sosial bukanlah hal yang terpisah. Akan tetapi, merupakan satu bagian yang saling melengkapi. Apalagi, Islam sejati menurutnya adalah suatu gerakan sosialis, dan membangun kembali kehidupan demokrasi sosial adalah kembali kepada kemurnian agama Islam. Dalam sebuah surat, Iqbal menyatakan dengan tegas mengecam orang-orang sosialis yang anti spiritualitas.
“…Para pengikut sosialisme di mana-mana menentang agama dan spiritualisme, mereka mengangap agama sebagai candu. Yang menggunkan kata-kata ini pertama kali adalah karl Marx. Aku seorang Muslim dan Insyaallah aku akan mati sebagai seorang muslim. Menurutku tafsiran materialistis tentang sejarah sepenuhnya keliru……..”
Sastra Islam Iqbal
Cinta dan ego merupakan tema penting dalam gagasan Iqbal. Ia mengatakan bahwa diri individu dan masyarakat tidak bisa diperkuat tanpa cinta. Sangat penting bagi umat Islam yang ingin mencerdaskan egonya dengan menancapkan api cinta di dalam dada mereka. Pencarian titik temu ini mengarahkanya kepada keyakinan bahwa cinta Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya hasrat yang dapat memotivasi dan menyatukan umat Islam pada kesadaran baru.
Titik yang berkilau yang disebut diri
Selalu memendarkan percikan kehidupan didalam tubuh kita.
Melalui cinta ia semakin bertahan,
Semakin hidup semakin kukuh, dan semakin berkilau.
Melalui cinta esensinya berkobar
Dan perbendaharaan tresembunyinya berkembang
Diri membutuhkan api dari cinta
Dan belajar bagaimana mencahayai cahaya dengan api.
Adalah cinta yang membawa kedamaian dan
begitupun dengan konflik di dunia ini
Cinta adalah air kehidupan dan
juga adalah pedang tajam
Belajar seni menjadi pencinta dan berhasrat mencinta.
Berjuang mencapai mata Nuh dan
Mengidamkan hati Ya’qub.
Menyingkap alkimia di tangan berlumpur
Dan mencium gerbang kemuliaan.
Dia memberi penjelasan mengenai Nabi dan kemuliaan kualitasnya, pada setiap puisi-puisi cinta yang memiliki arus cinta tak berputus bagi Nabi.
Dia beristirahat dalam pelukan Gau Hira
Dan membangun bangsa, konstitusi dan pemerintahann.
Malam demi malam berlalu
Dengan isi ranjang menemukannya dalam keadaan jaga
Denagan demikian rakyatnya dapat beristirahat
Di atas singgasana Khusaw
Perhatian Iqbal tidak hanya berhenti pada pinsip kenabian, tetapi lebih dari itu, Iqbal menggarisbawahi akan permasalahan yang berkembang dalam masyarkat Islam pada hari ini. Gagasan utama Iqbal di antarnya adalah mengenai keagungan misi para pengikut monoteisme. Dia menyakini bahwa benar-benar umat Islam harus menyebar kan misi ini dan meraka tidak seharusnya beristirahat kecuali mereka lelah menyelesaikan tugas ini. Sejarah harus melalui percobaan-percobaan agar dapat mencapai konsep monoteisme, dan agar sampai pada satu level di mana manusia menyadari akan cita-cita keagungan monoteisme. Dan dunia harus menempuh masa yang panjang untuk mencapai monoteisme sejati.
Ribuan citra disusun, dipahat dan dihapus
Agar citramu dapat diukir dalam tablet wujud
Ribuan pengaduan dan air mata
Disemai dan disebarkan di dalam jiwa
Agar seruan shalat dapat mengembang
Sepanjang manusia berada dalam peperangan
Dengan jiwa-jiwa mulia
Dan ia menyenangi para penyembah Tuhan-tuhan
yang salah
Dan kata monotaisme
menemukan ekspresi melalui bibir-bibir
Pusat lingkaran semesta adalah La Ilah
Adalah kekuatan yang menjaga langit agar
Tetap berputar.
Setelah menjelaskan semua tabiat ajaran Islam, Iqbal menggelari umat monotaisme sebagai pembawa Islam, dan Iqbal menyemangati mereka agar melangkah maju dengan tujuan menyampaikan pesan Islam kepada dunia. Lebih lanjut, Iqbal meminta mereka mereka untuk menghancurkan berkeping-keping berhala baru yang dipahat oleh para penipu dari Barat. Apakh berhala baru itu?
Engkau orang yang memegang buku mu
Harus melangkah maju di medan aksi
Pikiran manusia selalu mencari baru
Tidak pernah berhenti sepanjang zaman
Lagi, dia membangun biara Azar
Dan telah mencipta satu Tuhan, lebih baru ketimbang yang lain,
Yang kesenagannya terletak pada
Mengalirkan darah para penyembahnya,
Namanya banyak: warna, Negara, dan ras?
Penutup dan Kesimpulan
Syair dan sajak Iqbal begitu melekat dalam pemikiran dan gagasannya, gagasan Iqbal mempropagandakan maksud dan pesan Islam dan menghancurkan batasan buatan yang diciptaan untuk memecah-mecah bangsa. Gagasan yang paling mulia di antara gagasan-gagasan Iqbal lainnya adalah mengenai kemuliaan Nabi, dan dikemukaan oleh para Rasul Tuhan.
Ajaran agama mulai dari monoteistik, kenabian, filsafat sampai tasawuf masuk dalam ranah pemikiran beliau, mengingat fondasi pemikiran timurnya bercokol pada Al-Quran dan Hadist, Rumi, Al-Ghazali, Ibn Arabi, dan al-Jilli.
Karena karya-karyanya dan pengabdiannya kepada dunia, Iqbal banyak menyabet penghargaan. Gelar Sir pada 1922. Universitas Tokyo menghadiahi gelar Doktor anumerta dalam sastra, dan itu kali pertamanya Universitas Tokyo memberi gelar demikian.
Fajar 21 April 1938 merupakan hari yang sangat menyedihkan bagi dunia, karena sang pujangga besar wafat. Sir Muhammad Iqbal dalam hembusan terakhirnya bertasbih, zikrullah. Ia hidup di tangan tuhan dan mati di tangan Tuhan. Bahkan, setengah jam sebelum wafatnya, masih sempat Iqbal mendendangkan sajak perpisahan.
Melodi Perpisahan boleh menggema atau tidak
Bunyi nafiri boleh menggema atau tidak
Saat si Fakir telah sampai ketempat terakhir
Pujangga lain boleh datang atau tidak
Walau kini sang legenda telah tiada namun sampai kapanpun sanjungan dan punjian selalu bergema dari seluruh dunia untuknya, Sir Muhmmad Iqbal.
Daftar Pustaka:
Andi Haryadi (pentrjemah), Muhammad Iqbal Dalam Pandangan Para Pemikir Syiah, Jakarta: Al-Huda, cet II. 2003.
Johan Efendi dan Abdul Hadi WM (Editor), Iqbal Pemikir Sosial Islam dan Sajak-Sajaknya, Jakarta: PT Panca Simpati, 1986.
Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pikiran Agama Dalam Islam, Jakarta: Tintamas, 1966
_________________________________
*) Mahasiswa S1 ICAS-Paramadina, Jakarta / Maret 10, 2008
Dijumput dari: http://jtopan.blogspot.com/2011/04/iqbal_05.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar