Ekky Malaky
http://ummahonline.wordpress.com/
Muhammad Iqbal adalah sosok besar dalam khazanah kebudayaan Islam. Pemikirannya dikemasnya dalam bentuk puisi, dan itu membuatnya abadi. Muhammad Iqbal, lahir 9 November 1877. Dia adalah seorang filsuf, pemikir, cendekiawan, ahli perundangan, reformis, politikus, dan yang terutama: penyair. Dia berjuang untuk kemahuan umat Islam dan menjadi “bapa spiritual” Pakistan.
Iqbal adalah saksi dari zamannya yang saat itu sedang dalam titik terendah kesuraman. Negerinya, sebagaimana negeri Islam lainnya saat itu, sedang dalam keadaan terjajah, miskin, bodoh, dan terbelakang. Dan Iqbal, dengan kecerdasan intelektual, emosional,dan spiritual yang dianugerahi Tuhan, bergerak dan melesat, khususnya dalam hal penulisan dan pemikiran, bahkan tenaga dan waktu. Dia menulis dan terus menulis, dalam bahasa Urdu, Parsi, dan Inggeris. Dia berkelana ke Eropah, bergaul dengan banyak pemikir dan intelektual, untuk bekal perjuangannya.
Iqbal berjuang di All-India Muslim Leage di awal 1930an. Bersama Muhammad Ali Jinnah, dia merumuskan konsep Negara bagi Muslim India, dan tak pernah melihat berdirinya Pakistan tahun 1947 kerana sudah wafat pada 1938. Iqbal juga dijuluki Muffakir-e-Pakistan (Pemikir dari Pakistan) dan Shair-i-Mashriq (Penyair dari Timur), dan hari lahirnya dirayakan sebagai hari cuti umum dan dinamai �Iqbal Day� di Pakistan.
Iqbal lahir di Sialkot. Ayahnya, Shaikh Nur Muhammad adalah seorang penjahit yang taat beragama, dan mendalami tasawuf. Ibunya, Imam Bibi, pun seorang muslimah yang taat.
Iqbal menyelesaikan sekolah rendahnya di Sialkot. Bakatnya sebagai seorang penyair dimulai di sini, dan mulai dirasakan gurunya, Syed Mir Hasan. Iqbal pun lulus Scotch Mission School pada 1892 dan melanjutkan ke jurusan Liberal Arts di Scotch Mission College (Murray College) dan lulus ujian pada 1895. Setelah itu, ia melanjutkan ke Governtment College, Lahore dan mendapatkan gelaran Bachelor of Arts tahun 1897 untuk jurusan Filsafat, Bahasa Arab, dan Sastera Inggeris, dan gelaran Master of Arts pada 1899. Iqbal turut menerima pingat emas kerana menjadi satu-satunya calon yang sukses di bidang filsafat. Setelah itu, Iqbal mendalami bahasa Arab di Oriental College, Lahore, sebelum menjadi penolong profesor mata pelajaran Filsafat dan Sastera Inggris di Government College, Lahore, pada 1903.
Saat mendapatkan gelaran Master inilah, Iqbal bertemu dengan Sir Thomas Arnold, seorang cendekiawan yang pakar filsafat moden, yang kemudian menjadi jambatan Iqbal ke peradaban Barat, dan mempengaruhinya untuk melanjutkan pendidikan di Eropah.
Pada 1905, Iqbal pergi ke Inggeris untuk belajar di Trinity College, Cambridge University, dan juga belajar ilmu hukum di Lincoln Inn. Dia meraih gelar Bachelor of Arts dari Cambridge University tahun 1907, dan meraih gelaran Ph.D. di bidang filsafat dari Fakulti Filsafat di Ludwig-Maximilians University di Munich di tahun yang sama. Gelaran doktoralnya ini diraihnya dengan disertasi The Development of Metaphysics in Persian dengan bimbingan Prof Dr Friedrich Hommel.
Saat di Eropah inilah, Iqbal mulai menulis puisi dalam bahasa Parsi, kerana boleh dimengerti lebih banyak orang, seperti di Iran dan Afghanistan. Dan, saat di Inggeris, untuk pertama kalinya, Iqbal terjun ke politik. Tahun 1908, ia terpilih menjadi ahli jawatankuasa eksekutif The Muslim League cawangan Inggeris. Bersama Syed Hassan Bilgrami dan Syed Amir Ali, dia ikut membuat konsep perlembagaan Muslim League.
Iqbal memang sedang ingin berjuang untuk martabat bangsa dan umatnya. Saat itu, bangsa Muslim berada dalam kemunduran dan penjajahan Barat. Iqbal merasa terpanggil untuk memperbaiki nasib bangsa dan umatnya itu, salah satunya dengan pembaharuan pemikiran Islam agar kontekstual dengan jiwa zaman saat itu. “Sesungguhnya sudah masanya bagi kita saat ini untuk memelihara asas-asas Islam,” serunya. Dengarlah semangatnya:
Bangunlah, hai Muslim, hembuskan hidup yang baru Pada segenap jiwa yang hidup Bangkitlah dan nyalakan semangat Orang yang bernyawa Bangkitlah dan letakkan kakimu di jalan lain
Pada 1908, Iqbal pulang, dan sejak itu dia meniti karier di bidang akademik, perundangan, dan, yang paling didalaminya: puisi. Dia bekerja sebagai penolong profesor di Government College, Lahore, yang kemudian dilepaskannya pada 1909 kerana niatnya untuk memberi tumpuan penuh sebagai peguam. Tapi, dalam perjalanannya, Iqbal tidak dapat memberikan fokus sebagai seorang peguam, tetapi membahagi waktunya untuk perundangan dan perkembangan intelektual serta spiritualnya.
Tahun 1911, Iqbal membacakan pusinya Shikvah (Keluhan) pada pertemuan tahunan dari organisasi Anjuman Himayat-e-Islam, Lahore. Dan, pada 1913 puisinya Javab-e-Shikyah (Jawaban dari Keluhan) dibacakan di Mochi Gate, Lahore.
Asrar-i-Khudi (Rahsia Diri) terbit pada 1915. Inilah antologi puisi pertama Iqbal, dan ditulis dalam bahasa Parsi. Bukan sekadar puisi, tapi terkandung filsafat agama. Isinya berisi tentang pentingnya Ego. Bagi Iqbal, jawapan atas pertanyaan-pertanyaan esensial berkenaan dengan Ego sangatlah penting untuk persoalan moral, baik untuk individual ataupun masyarakat.
Rumuz-i-Bekhudi (Rahsia Kedirian), dibuat dalam bahasa Parsi tahun 1918. Tema utamanya berisi tentang masyarakat ideal, etika dan prinsip sosial dalam Islam, dan hubungan antara individu dan masyarakat. Di sini, Iqbal juga menjelaskan aspek-aspek penting dari agama lain. Iqbal melihat bahawa individu dan masyarakatnya sebenarnya saling mencerminkan satu dengan lainnya. Individu harus menjadi jiwa yang kuat sebelum bersatu dengan masyarakatnya. Dan, dengan berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya, Ego belajar menerima batas-batasan kebebasannya dan makna cinta.
Pada 1919, dia terpilih sebagai Setiausaha Agung Anjuman Himayat-e-Islam. Dan tahun 1923, sebagai penyair terkenal, Iqbal menerima gelar bangsawan dari Kerajaan Hindia-Belanda kerana antologi puisi Asrar-i-Khudi.
Pada 1931, Mohammad Ali (Jauhar) wafat, dan Muhammad Ali Jinnah hijrah ke London untuk memimpin organisasi di sana, maka secara automatik Iqbal memimpin umatnya, setidaknya sampai kepulangan Ali Jinnah pada 1935. Tak berlama-lama, pada 1931 dan 1932, Iqbal mengadakan diskusi dalam bentuk Persidangan Meja Bulat di Inggeris untuk membincangkan nasib India.
Bahkan, pada 1930, Iqbal sebenarnya sudah memperkenalkan konsep sebuah negara Muslim yang terpisah dari India, yang menjadi asas kepada pembentukan Pakistan. Tepatnya, pada 29 Disember 1930, pada sebuah acara All-India Muslim League, di Allahabad. Hal serupa, khususnya soal nasionalisme Muslim di India, dipertegas lagi saat pertemuan tahunan pada 21 Mac 1932.
Selama di Inggeris itu, Iqbal merenung dan menulis. Javid Nama adalah salah satu karyanya yang terkenal yang dibuat tahun 1932, dan dianggap sebagai Divine Comedia dari Timur. Iqbal terpengaruh Ibnu Arabi, Marri, dan Dante. Iqbal, dipandu oleh Rumi sang guru, berjalan menembus langit menuju Sang Maha Tinggi. Ada berbagai permasalahan hidup yang dibahas, dan dijawab. Pada karya ini, si “aku” melakukan perjalanan ke langit, melewati langit demi langit sampai ke tangga tertinggi. Pada masing-masing langit, Iqbal menempatkan sejumlah tokoh (Barat dan Timur) yang menpengaruhi pemikirannya, mereka “ditempatkan” sesuai pencapaian pemikirannya dalam ehwal manusia bereksistensi penuh.
Tokoh-tokoh itu tak sekadar dihadirkan dan ditempatkan, melainkan juga dikritik dan dipelajari tingkat “kesalahannya” dalam menempuh jalan kemanusiaan. Nietzsche, misalnya, sebagai manusia Barat yang hanya sampai pada “penolakan”, namun disayangkan tak sempat mengenyam “penemuan”. Nietzsche hanya menyatakan kematian Tuhan, tanpa merumuskan gagasan baru mengenai Tuhan. Terakhir, dia berbicara untuk kaum muda dan semacam membimbing generasi baru.
Semaklah puisinya:
Apakah kau sekadar debu?
Kencangkan simpul pribadimu
Pegang selalu wujudmu yang alit
Betapa keagungan memulas pribadi seseorang
Dan menguji cahayanya di kehadiran suria
Lalu pahatkan kembali rangka lama kepunyaanmu
Dan bangunlah wujud yang baru Wujud yang bukan semu
Atau pribadimu cuma lingkaran asap
Dia juga bertemu dengan filsuf Perancis, Henri Louis Bergson dan diktator Itali, Benito Mussolini. Dan, kedatangannya ke Sepanyol membuatnya menulis tiga puisi indah, yang terkumpul dalam Bal-i-Jibril (Sayap Jibril) terbitan 1935.
The Reconstruction of Religious Thought in Islam adalah karya bukan-fiksinya yang ketiga setelah Ilm Al-Iqtisad (Ilmu Ekonomi, 1903) dan disertasinya. Buku kumpulan ceramahnya dari Madras, Hyderabad, dan Aligargh ini adalah Magnum Opus-nya di bidang filsafat dan menjadi pegangan bagi pemikir Islam hingga saat ini. Isinya adalah “Pengetahuan dan Pengalaman Keagamaan”, “Konsep Tuhan dan Makna Doa”, “Manusia-Ego”, “Pradestinasi dan Kehendak Bebas”, “Semangat Kebudayaan Muslim”, dan “Prinsip Gerakan dalam Islam (Ijtihad)”. Iqbal meracik pengetahuan Islam tradisional dengan filsafat Barat dengan gaya dan fikirannya sendiri, tanpa terpengaruh oleh bangsa Barat.
Sekembalinya dari perjalanan ke Afghanistan tahun 1933, kesihatan Iqbal menurun, namun pemikiran keagamaan dan politiknya makin cemerlang, dan popularitinya berada dalam puncaknya. Salah satunya adalah idea mendirikan Idara Dar-ul-Islam, sebuah institusi tempat pendidikan khusus Ilmu Sosial Mutakhir dan Islam Klasik. Tampaknya, Iqbal ingin sekali menjadi jambatan bagi filsafat dan pengetahuan popular dengan ajaran Islam.
Iqbal berhenti dari pengamal perundangan pada tahun 1934, kerana kesihatannya menurun. Dan, akhirnya Iqbal wafat pada 21 April 1938 di Lahore�yang kemudian menjadi bahagian dari Pakistan. Sesaat sebelum wafatnya, sang penyair besar itu menggoreskan sajak:
Bila beta telah pergi meninggalkan dunia ini, Tiap orang kan berkata ia telah mengenal beta Tapi sebenarnya tak seorang pun kenal kelana ini, Apa yang ia katakan Siapa yang ia ajak bicara Dan darimana ia datang.
Namanya diabadikan menjadi nama Lapangan Terbang Pakistan, Allama Iqbal International Airport. Dan generasi setelahnya, tidak hanya Muslim, mengenangnya sebagai seorang pemikir besar yang mengabadikan fikirannya dengan puisi. Kerana, Iqbal begitu menghargai seni, khususnya puisi. Puisi, menurut Iqbal, adalah cahaya filsafat sejati dan pengetahuan yang lengkap. Tujuannya membantu manusia dalam perjuangannya melawan semua keburukan dengan mengimbau kepada unsur-unsur kemuliaan. Peranan seni adalah bersifat sosial. Ia adalah penuntun kemanusiaan. Dan, yang patut dicatat, Iqbal anti dengan konsep “Seni untuk seni”.
Rabindranath Tagore, setelah mendengar kematiannya, berkata bahawa kematian Iqbal menimbulkan keekosongan dalam kesusasteraan, yang seperti luka parah dan memerlukan waktu untuk menyembuhkannya. “India yang tempatnya di dunia begitu sempit, boleh menanggung derita akibat hilangnya seorang penyair yang sajak-sajaknya mengandung imbauan universal”, ujarnya.
Seorang kritikus sastera ternama, A.K. Brohi mengulas: “Jika mahkota burung merak menjadi sebab bagi kebanggaan Iran, Kooh-I-noor bermakna kejayaan dan martabat bagi mahkota Inggeris, maka Iqbal, kalau perlu, menjadi penghias dari halaman puitis setiap negeri.”
Sementara ideolog Ali Shari’ati menyatakan bahawa: “Nasihat terbesar Iqbal kepada kemanusiaan adalah: Mempunyai hati seperti Isa, fikiran seperti Sokrates, dan tangan seperti tangan Caesar, tapi semuanya berada dalam satu diri manusia, dalam satu makhluk kemanusiaan, berdasarkan satu semangat, untuk mencapai tujuan. Itulah, menjadi seperti Iqbal.”
Dijumput dari: http://ummahonline.wordpress.com/2007/03/05/allamah-sir-muhammad-iqbal-penyair-yang-pemikir/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar