K.H. A. Azis Masyhuri
http://sastra-indonesia.com/
Indahnya Menuangkan Gagasan dalam Tulisan
“Menulis adalah sebuah eksotisme, bahkan membuat segala sesuatu menjadi indah”. Begitulah kata Tahar Ben Jelloun. Dan memang aktifitas menulis pada dasarnya merupakan salah satu pilihan berkreatifitas yang cukup menantang dalam rangka aktualisasi diri bagi mereka yang bergelut dengan dunia pengetahuan dan intelektualitas. Termasuk di dalamnya masyarakat pesantren, yang sejak awal sejarahnya memang memfokuskan diri pada kajian keislaman. Dalam konteks ini, setidaknya ada dua alasan penting mengapa aktifitas menulis menjadi hal yang menarik.
Pertama, realitas menunjukkan bahwa tradisi lisan masih tetap dominan, terutama sekali terjadi pada masyarakat pesantren. Masih kuatnya tradisi lisan daripada tradisi tulis ini menjadikan pesantren terasa miskin dengan karya-karya dan publikasi-publikasi ilmiah. Meskipun, tentu saja, tidak bisa kita nafikan bahwa masih ada masyarakat pesantren, baik kiai maupun santri, yang tetap mempunyai perhatian besar terhadap hal ini.
Namun demikian, kalau kita cermati lagi secara sungguh-sungguh, tampak sekali bahwa pesantren yang pada awalnya memiliki perhatian terhadap dunia tulis menulis dan pemikiran ini masih kurang memadai. Dalam artian, jumlah mereka yang begitu banyak jauh tidak berimbang dibandingkan karya-karya tulis yang dilahirkan.
Semestinya dunia pesantren menjadi lumbung berbagai pemikiran dan karenanya pula seharusnya menjadi lumbung kreatifitas. Ini diwujudkan dengan memperbanyak bermunculannya pemikiran-pemikiran. Jika itu terjadi maka pesantren akan menjadi ajang tukar pikiran, debat dan polemik, hal yang sangat kondusif bagi perwujudan masyarakat ilmiah.
Untuk menuju arah itu, kegiatan yang paling relevan dilakukan adalah dengan membudayakan tradisi menulis di kalangan masyarakat pesantren.
Kedua, iklim pesantren sekarang ini masih membatasi santri untuk berkreatifitas optimal, khususnya lagi dalam aktifitas mengasah kepekaan dan kepedulian sosial politik mereka. Kendala ini memang ideologis sifatnya, karena pesantren memang sengaja diciptakan untuk mempertahankan tradisi, menjunjung tinggi ulama dengan berbagai regulasinya.
Hal lain yang juga menarik adalah menurut pengakuan beberapa intelektual, menggeluti dunia tulis menulis ini juga menjadi jenjang yang harus ditempuh oleh seorang intelektual. Dan rasanya memang betul, tidak ada seorang intelektual yang akan dikenal pemikirannya oleh banyak orang, tanpa ia menuliskan ide-idenya dan mempublikasikannya. Bagaimana mungkin seorang intelektual akan teruji intelektualnya kalau belum pernah melemparkan ide-idenya kepada publik.
Memang cara ini bukanlah satu-satunya, akan tetapi sepertinya cara ini cukup efektif untuk mensosialisasikan suatu gagasan sekaligus mengaktualisasikan diri.
Menghidupkan Tradisi Menulis di Pesantren
Tak seperti dipahami orang awam yang kadang membatasi masyarakat pesantren sekadar sebagai agamawan, mereka ternyata juga penulis andal dan bahkan mampu melahirkan karya-karya yang monumental. Tidak hanya tentang agama, tapi juga mahir menulis tentang sastra, anekdot, cerita dan persoalan-persoalan sosial budaya.
Jangan tanya soal shalawat dan madaih nabawiyah (pujian kepada nabi) mereka gudangnya. Dari Qosidah Al Burdah karya Al Bushir, yang sangat imajinatif dan puitis, hingga beraneka prosa dan puisi maulid, terutama karya Ja’far Al Barzanji. Malah ada karya genuine yang mereka gubah sendiri, seperti Shalawat Badar karya Kiai Ali Mansur Tuban yang amat populer dan menjadi shalawat wajib bagi kaum sarungan.
Tentu saja tak boleh dilewatkan karya berupa tembang, cerita, dan anekdot yang juga banyak ditulis oleh para kiai. Siapa yang tak kenal dengan syair ‘Tombo Ati’ yang amat populer itu. Begitu populernya karya ini nyaris jadi bacaan wajib di surau-surau di pedalaman Jawa. Belum lagi lir-ilir gubahan Sunan Kalijogo yang tak kalah kesohor.
Belakangan, tidak sedikit para kiai yang biasa berceramah menyusun sendiri tembang jawa yang dirangkaikan bacaan shalawat dan digunakan sebagai selingan dalam pengajian. Soal cerita dan anekdot, Kiai Bisri Musthofa mungkin biangnya. Ayah Kiai Mustofa Bisri ini mengumpulkan banyak sekali anekdot dalam buku berjudul Kasykul. Kiai Abdurrahman Ar Roisi juga menerbitkan belasan jilid kumpulan cerita yang diberi judul ’30 Kisah Teladan’.
Keakraban dengan bahasa Arab, menyebabkan karya intelektual yang lahir dari tangan para santri/kiai tak lepas dari rumpun bahasa semit ini. Dari sebelas judul karya Kiai Hasyim Asy’ari yang pernah saya baca, misalnya, hanya empat buah yang menggunakan bahasa Jawa bertulisan Arab Pego. Sisanya berbahasa Arab.
Menantu Kiai Siddiq, yaitu Kiai Abdul Hamid Pasuruan, tak kalah kreatif. Ia mensyairkan Sullam At Taufiq – sebuah kitab fikih sufistik yang bercorak ghozalian dan menjadi mainstream pemahaman Islam Sunni Indonesia – dalam 553 bait. Selain itu, ia juga menyairkan 99 nama Allah yang dikenal dengan Al Asma’ Al Husna. Masih banyak lagi contoh lain yang bila diungkap satu persatu, akan membuat tulisan ini jadi terlalu panjang.
Di sini, terbaca jelas bahwa para masyarakat pesantren terdahulu tak cuma agamawan, melainkan juga penulis handal di bidang sastra, budaya dan lainnya, sehingga kiai dahulu juga disebut budayawan dan sastrawan. Tidak berlebihan jika Eric Wolf menyebut peran kiai sebagai “cultural broker” alias agen budaya yang menjembatani perubahan akibat pengaruh luar terhadap dunia pesantren dan komunitas Muslim tradisional yang relatif tertutup. Selain lewat pendidikan gaya pesantren, peran itu mereka implementasikan melalui proses kreatif di jalur budaya. Kiai dahulu memiliki apresiasi yang tinggi terhadap budaya serta mampu melahirkan karya-karya bermutu. Tradisi menulis seolah menjadi rutinitas sehari-hari setelah mengajar santri. Tiada hari tanpa mengajar dan menulis, mungkin itu motto hidup kiai di masa lalu.
Tapi, sayangnya tradisi menulis dan kerja-kerja budaya kiai telah hilang dan tidak (kurang) diwarisi oleh para santri sekarang. Apalagi, beberapa tahun belakangan, terlalu banyak aktivitas di luar yang mereka geluti, terutama di kancah politik. Sebagian besar potensi dan energi terkuras di medan perebutan kekuasaan. Proses kreatif yang dulu mampu menghasilkan karya-karya monumental tak ada lagi, sehingga tradisi menulis kiai mandek atau bahkan telah mati.
Kenyataan tersebut memunculkan ironi. Banyak lulusan pesantren yang beralih profesi dari ‘cultural broker’ menjadi ‘political broker’ alias makelar politik yang (maaf) ujung-ujungnya duit. Padahal, kekuasaan dan uang seringkali melenyapkan akal budi, menumpulkan hati nurani dan pada akhirnya menghentikan proses kreatif masyarakat pesantren.
Maka, tak mengherankan bila pesantren belakangan ini cenderung kering dari sentuhan buku atau tulisan, karena para kiai dan ustadz tidak lagi produktif menulis buku. Memang ada beberapa nama yang pantas disebut, tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari, jauh dibanding jumlah kiai yang jadi politisi.
Kini tak banyak lagi kiai atau gus atau ustadz ayng memiliki malakah (naluri berekspresi), apalagi ikhtira’ untuk menciptakan karya. Bahkan tingkat apresiasi mereka terhadap tradisi menulis bisa dibilang sangat rendah. Ini merupakan sebuah ironi.
Mungkin ‘para masyarakat’ pesantren kini telah lupa, atau boleh jadi memang tak tahu akan ungkapan yang begitu populer dari mantan Presiden AS, John F. Kennedy, “jika politik mengotori, maka buku mencucinya”. Pergeseran kecenderungan dari menulis buku ke politik ini merupakan kenyataan pahit yang patut disesali.
Semoga bermanfaat,
Denanyar, Jombang, 25 Juni 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar