Selasa, 06 September 2011

Pondok Pesantren, Santri, dan Islam Liberal di Indonesia

Anjrah Lelono Broto
http://buntetpesantren.org/

Selama ini, sebagian besar pendidikan di pondok pesantren di Indonesia menampakkan wajah yang terkesan tradisional, klasik serta apa adanya. Namun tidak dipungkiri dengan citra wajah yang muncul seperti itu, justru tidak lapuk dimakan zaman, bahkan ditengah gempuran arus globalisasi yang kian menggila dan hedonisme masyarakat yang kian meningkat, pesantren tetap mampu memikat sebagai komunitas masyarakat untuk tetap dijadikan sebagai tempat menuntut ilmu.

Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan agama Islam yang sangat fungsional. Pesantren mampu memberi jawaban terhadap berbagai permasalah yang dihadapi masyarakat serta mampu mempertahankan eksistensi meskipun perubahan zaman berjalan dengan pesat. Bukan hanya itu, sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan kondisi. Penyesuaian diri ini adalah keikutsertaan sepenuhnya dalam arus pengembangan ilmu pengetahuan (modern) dan teknologi.

Pondok pesantren selalu memodernisasi sistem pendidikannya dengan tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja, akan tetapi juga mengajarkan mata pelajaran yang ada dalam sistem pendidikan nasional. Dengan sistem pendidikan seperti ini maka pondok pesantren tidak hanya dapat bertahan, akan tetapi juga berkembang dan tidak pernah tertinggal oleh perkembangan zaman. Maka wajar apabila pesantren mampu mencetak banyak pemikir Islam Indonesia.

Melihat perkembangan zaman yang semakin pesat, maka pesantren segera menyesuaikan diri dengan melakukan proses urbanisasi intelektual. Santri-santri yang tadinya hanya membaca kitab kuning, memakai sarung, peci, kemudian merambah “dunia lain” dengan menjadi seorang pemuda yang membaca kitab putih, memakai jeans dan gaya parlente, menulis menggunakan computer, dan tidur di kantor-kantor yang serba beton. Maka wajar apabila ada yang menyebutnya dengan gejala “santri kota”.

Paham Islam Liberal

Lahirnya pemikiran Islam Liberal di kalangan pemikir dan intelektual Indonesiatidak dapat terlepas dari pengaruh dari para pemikir Barat yang menggagas liberalisasi Islam.Gerakan liberalisasi pemikiran Islam yang akhir-akhir ini semakin marak, sebenarnya lebih berunsur pengaruh eksternal daripada perkembangan alami dari dalam tradisi pemikiran Islam. Pengaruh eksternal itu dengan mudah dapat ditelusur dari trend pemikiran liberal di Barat dan dalam tradisi keagamaan Kristen. Leornard Binder, diantara sarjana Barat keturunan Yahudi yang bertanggungjawab mencetuskan pergerakan Islam liberal dan mengorbitkannnya pada era 80-an, telah memerinci agenda-agenda penting Islam Liberal dalam bukunya Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies. Dalam buku ini ia menjelaskan premis dan titik tolak perlunya pergerakan Islam Liberal didukung dan di sebar luaskan. Selain rational discourse yang merupakan tonggak utamaya, gerakan ternyata tidak lebih daripada alat untuk mencapai tujuan politik yaitu menciptakan pemerintahan liberal. Binder menjelaskan:

“ Liberal government is the product of a continuous process of rational discourse…. Political Liberalism in this sense, is indivisible. It will either prevail worldwide, or it will have to be defended by nondiscursive action.”

Tema liberalisme Islam yang diangkat Binder merupakan tema yang mengangkat dialog terbuka antara dunia Islam dengan dunia Barat, antara pemikiran Islam dan Pemikiran Barat. Dalam konteks dialog tersebut, yang terjadi bukan hanya menarik akar-akar trend “Liberalisme Islam” sampai ke dunia Barat, melainkan sebagai proses take and give yang saling mengisi dan menangani persoalan-persoalan kemodernan, transformasi sosial, dan tradisi lokal (dalam konteks Binder, tradisi Arab). Maka tokoh-tokoh yang diangkat adalah Ali Abd Roziq, Abdullah Laroi, Thariq al-Bisyri, Muhammad Imarah, Muhammad Arkoun, dan Sumir Amin, yang berdialog secara kritis dengan pemikir liberalisme Barat, sosialisme, mexisme dan dengan postmodernisme.

Pandangan lain tentang paham Islam liberal dikemukakan oleh Charles Kurzman dan Greg Barton, pemerhati Islam Liberal. Islam liberal dalam pandangan mereka mengacu pada “konteks Islami” dari pandangan-pandangan liberal di sebagian kalangan intelektual Muslim. Kurzman tidak melihat Barat sebagai faktor yang mempengaruhi kemunculan trend “liberal” dan tidak juga sebagai mitra dialog yang mempunyai kontribusi dalam kemunculan trend tersebut. Sebagai tolok ukur sebuah pemikiran Islam disebut “liberal”, Kurzman menyebut enam agenda Islam Liberal, yaitu demokrasi sebagai lawan dari paham teokrasi, hak-hak perempuan, kebebasan berpikir, hak-hak non-Muslim dan gagasan kemajuan.

Misi Islam liberal, menurut Kurzman, bertitik tolak pada suatu rasionalitas untuk selalu menjaga kesinambungan syariah Islam dengan tuntutan sejarah. Dengan kerangka seperti ini, perkembangan diseminasi pemikiran Islam yang diproduksi oleh Islam liberal sebenarnya tak perlu dianggap aneh, apalagi dicurigai. Sebab meskipun dalam Islam melekat watak universitas, tetapi pada dataran praktisnya, Islam tetap memerlukan sebuah kerangka pandang, episteme, yang selaras dan senafas dengan semangat zaman.

Pemahaman yang hanya menyandarkan pada teks-teks dengan ketentuan normatif agama dan pada bentuk-bentuk formalisme sejarah Islam paling awal jelas sangat kurang memadai. Dan di kalangan sebagian besar umat Islam, pola semacam inilah yang berkembang dengan sangat subur. Jika ini terus-menerus dipertahankan, Islam akan membayarnya dengan harga yang sangat mahal, karena dengan pola pikir seperti ini, Islam akan menjadi agama yang historis dan eksklusif. Inilah yang menjadi keprihatinan Islam liberal.

Sikap Kaum Santri

Ketika ada wacana Islam liberal, pondok pesantren juga tidak mau tinggal diam, para santri menggeluti pemikiran Islam kontemporer yang kekiri-kirian. Mereka juga mulai merambah dan menekuni teori-teori sosial. Bahkan santri-santri atau mahasiswa yang pernah mengenyam pendidikan pesantren tampak mempunyai pandangan keislaman yang cukup berani jika dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah belajar di pesantren. Hal ini tidak terlepas dari peran civitas akademika pesantren yang mulai membuka diri dengan mengenal literatur-literatur tentang wacana Islam kontemporer seperti, Syed Hussein Nashr, Fazlurrahman, Hasan Hanafi, Nashr Hamid Abu Zaid dan intelektual Islam kontemporer lainnya. Bahkam kalau kita telusuri lebih jauh, mayoritas petinggi kelompok liberal di Indonesia merupakan alumni pondok pesantren. Tokoh liberal seperti KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid adalah santri pondok.

Akhir-akhir ini muncul Jaringan Islam Liberal. Kelompok kajian sosial-keagamaan yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. “Liberal” di sini bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Mereka percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Kelompok ini memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu “liberal”. Lagi-lagi yang menjadi petinggi dan tokoh penting kelompok liberal ini adalah kaum santri yang pernah mengenyam pendidikan pesantren. Sekedar contoh adalah Ulil Abshar Abdalla, penggagas dan sekaligus kordinator JIL, Abd. Moqsith Ghazali, Luthfi As-Syaukanie, Taufik Adnan Amal, Hamid Basyaib dan sebagainya, merupakan kaum santri yang sudah bergaul dengan dunia liberal.

Kehadiran kaum santri di pentas pemikiran liberal tidak serta merta direstui atau didukung oleh para Kiyai. KH Mas Subadar yang merupakan sesepuh NU mendesak agar pengikut Jaringan Islam Liberal (JIL) yang masuk dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama di pusat maupun daerah dibersihkan. Permintaan Subadar itu disampaikan saat menghadiri acara Halal Bi Halal dan Koordinasi PWNU dan Cabang NU se Jatim di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Selasa (23/11/2004). Hadir dalam acara itu antara lain Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi, KH Masduki Mahfud (Rois Syuriah PWNU Jatim). Alasan Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Pasuruan ini pemikiran JIL tidak cocok dengan pemikiran NU. Bahkan Kiai Subadar menuduh JIL telah melanggar Qonun Asas NU (landasan dasar NU), yakni pidato penting Rois Akbar KH Hasyim As’ary pada Muktamar NU ke III 1928 di Surabaya dan Muktamar ke IV 1929 di Semarang.

NU yang nota bene lembaga kaum santri juga tidak sepenuhnya setuju dengan pemikiran liberal. Konferensi Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum “AL-YASINI” Areng-areng Pasuruan pada tanggal 11-13 oktober 2002 mengeluarkan taushiyah atau rekomendasi yang intinya menolak pemikiran-pemikiran JIL. Di antara isi rekomendasi tersebut antara lain berbunyi: ”Kapasitas institusi PWNU Jatim agar segera menginstruksikan kepada warga NU agar mewaspadai dan mencegah pemikiran ‘Islam Liberal’ dalam masyarakat. Apabila pemikiran ‘Islam Liberal’ tersebut dimunculkan oleh pengurus NU (di semua tingkatan) diharap ada sanksi baik berupa teguran keras (istiabah) maupun sanksi organisasi (sekalipun harus dianulir dari kepengurusan NU)”.

Melihat gambaran di atas, kita bisa simpulkan bahwa sikap kaum santri terhadap paham Islam liberal terbagi menjadi dua; yang pertama menolak dengan alasan tidak sesuai dengan tradisi pesantren dan bisa mengaburkan eksistensi ajaran Islam. Dan yang kedua menerima dengan alasan pemikiran-pemikiran Islam liberal merupakan sentuhan-sentuhan epistem dalam mengarungi perubahan global. Dengan demikian Islam tetap akan mampu dan dapat memberikan kontribusi bagi kemanusiaan.

Dari sini kita dapat melihat bahwa pendidikan pondok pesantren cukup terbuka dan tidak monoton atau kolot. Pesantren dapat menyesuaikan dan sekaligus membawa dirinya dalam segala situasi dan kondisi. Namun demikian perubahan zaman tidak dapat memudarkan eksistensi dan bahkan dijadikan momen untuk mengembangkan pola pendidikan, sehingga melahirkan pemikir-pemikir Islam yang siap terjun di masyarakat dalam kondisi dan situasi apapun. Mereka diberi pelajaran untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara-cara yang elegan dan beradab, karena di pesantren selalu diajarkan membangun kesolehan spiritual yang harus ditransformasikan dalam masyarakat atau kesolehan sosial.

30 September 2010
* Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez