Rabu, 02 Maret 2011

Taufik Ismail dan Program Gerakan Sastra

Abdul Aziz Rasjid
http://pawonsastra.blogspot.com/

Tulisan ini ingin menyoroti salah satu sastrawan sekaligus penyair yang tiada henti, berusaha memberikan kontribusi bagi pembangunan kebudayaan Indonesia. Taufik Ismail (Lahir 25 Juni 1935) salah satu sastrawan yang memiliki keinginan besar untuk memajukan budaya bangsanya, utamanya pembangunan budaya membaca dan menulis bagi putra putri Indonesia. Dengan adanya keinginan ini ia telah memberikan gagasan pemikiran, kepeloporan, dan kepedulian untuk kemajuan budaya bangsa, yang diwujudkan dalam gerakan sastra bagi generasi bangsa di sekolah-sekolah menengah dan universitas.

Latar Belakang Gerakan Sastra

Gerakan sastra yang digagas Taufik Ismail, ada bukan tanpa sebab, didasari keresahan yang mulai terpatri pada tahun 1953-1956 Taufik merasa bahwa dirinya bersama puluhan ribu anak SMA lain seangkatannya di seluruh tanah air telah menjadi generasi nol buku, yang rabun membaca dan pincang mengarang. Nol Buku disebut karena pada kala itu, mereka tidak mendapat tugas membaca melalui perpustakaan sekolah sehingga generasi yang ada “rabun membaca”. Sedangkan istilah “pincang mengarang” adalah karena tidak adanya latihan mengarang dalam pelajaran di sekolah. Keadaan generasi yang pincang mengarang dan rabun membaca inilah yang juga diindikasikan Taufik menjadi sebab mendasar amburadulnya Indonesia hari ini, karena dimungkinkan generasi nol buku inilah yang kini menjadi warga Indonesia terpelajar dan memegang posisi menentukan arah Negara di seluruh strata, baik di pemerintahan atau swasta.

Untuk membuktikan keresahannya ini kemudian taufik melakukan perbandingan pelajaran membaca dan mengarang antara siswa Indonesia dan siswa dari beberapa negara lain, dalam sebuah survei sederhana ia mendapat perbandingan yang mencengangkan. Di saat pelajar Indonesia tidak mendapatkan tugas membaca dan mengarang, pelajar SMA di Amerika Serikat sudah diharuskan membaca 32 buku, bahkan negara berkembang Thailand sudah diharuskan membaca lima buku.

Didorong keresahan yang semakin menguat lahirlah keinginan yang kuat pada diri Taufik Ismail untuk mewujudkan kebudayaan membaca dan menulis pada generasi bangsa agar lebih baik. Ia bersama Horison (Majalah sastra dimana Taufik Ismail menjadi Redaktur Senior dan salah satu Dewan Redaksi) menyusun enam butir kegiatan gerakan sastra bagi Pendidikan Sastra di Indonesia, dimana sasarannya adalah siswa SMU hingga Mahasiswa. Bentuk-bentuk kegiatan sastra berupa Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) dalam Majalah Horison, Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM).

Kenapa harus sastra?

Taufik Ismail menjawab, membaca buku sastra mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum. Latihan menulis mempersiapkan orang mampu menulis di bidangnya masing-masing.

Gerakan Sastra Sebuah Program Nasional

Gerakan sastra yang digagas Taufik Ismail bagi Pendidikan Sastra di Indonesia dapat dikatakan sebuah program nasional. Disebut program karena gerakan sastra Taufik memiliki kejelasan tujuan, metode, sasaran, target, parameter, waktu, dan eksekutor. Disebut nasional karena wilayah yang dibidik bersifat menyeluruh (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK, dan mahasiswa setanah air)

Tujuan: gerakan sastra ini melihat latar belakang gagasannya memiliki kejelasan tujuan yaitu menumbuhkan budaya membaca dan menulis bagi pelajar Sekolah menengah, santri pesantren, maupun mahasiswa.

Metode: Menurut hemat penulis enam butir kegiatan sastra yang berupa Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) dalam Majalah Horison, Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM) merupakan metode.

Dimana metode ini saling terkait dan memperkuat varian-varian yang dapat menumbuhkan budaya membaca dan menulis bagi pelajar-pelajar di sekolah menengah, santri pesantren , maupun mahasiswa.

• Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) secara tidak langsung membuktikan bentuk kepeloporan Taufik dan keseriusannya dalam mewujudkan keinginannya dalam pembentukan budaya membaca dan menulis untuk pelajar SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK. Buktinya Taufik sebagai Redaktur Senior dan salah satu Dewan Redaksi mampu menjadikan Horison sebagi alat untuk mencapai tujuannya, karena dilihat dari isinya Kaki Langit menurut hemat penulis memiliki hubungan dengan tujuan Taufik, yaitu: Pertama, Sosok dan karya di kaki langit yang mengenalkan pada siswa tentang beberapa sosok sastrawan Indonesia, karyanya, ulasan karya dan proses kreatifnya dapat dijadikan influence bagi siswa untuk menulis, mengambil referensi, sebagi pemacu semangat dalam proses kreatif penulisan siswa. Kedua, kaki langit menjadi wadah bagi siswa dan guru bahasa dan sastra Indonesia untuk mengenalkan karyanya, bagi siwa di sisipan kaki langit ini mereka dapat menuliskan sajak, cerita mini, esai dimana karya siswa ini lalu diulas oleh Horison, ulasan ini dapat dikatakan sebagai edukasi dan evaluasi dari pengembangan tekhnik menulis bagi proses kreatif siswa, sedangkan guru bahasa dan sastra Indonesia dapat berbagi pengalaman dalam metode pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Untuk mempermudah akses pengkomsumsian pada siswa, Sisipan Kaki Langit Horison dibagikan ke SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK secara gratis, disini dapat dikatakan bahwa Sisipan Kaki Langit Horison sebagai media gerakan sastra taufik bertekad untuk menjumpai mereka secara langsung di tempat mereka mengenal karya sastra.

• Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM) sebagai ajang promosi gagasan pemikiran Taufik untuk membudayakan membaca dan menulis, dan juga perjumpaan secara langsung Taufik dan sastrawan dengan sasaran gerakan sastra.

Sasaran: Dalam perkembangan gerakan sastra yang bertujuan menggairahkan budaya membaca dan menulis, ternyata tidak hanya mahasiswa dan pelajar yang dijadikan sasaran gerakan sastra Taufik tetapi juga Guru-guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal ini penting karena Guru Bahasa dan Sastra adalah eksekutor terpenting dalam lingkup terkecil (Sekolah menengah, pesantren) untuk membudayakan siswa membaca dan menulis.

Target: tentu saja dilihat dari tujuan gerakan sastra taufik maka target yang diharapkan adalah terciptanya budaya menulis dan membaca di pelajar dan mahasiswa maupun guru.

Parameter: Adanya kebudayaan membaca dan menulis bagi siswa SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK dan Mahasiswa. Melihat parameter yang diharapkan, maka secara ringkas hasil idealnya adalah adanya karya yang dihasilkan oleh siswa SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK dan Mahasiswa. Persoalan selanjutnya bagaimana karya mereka (baik masih sebagai mahasiswa atau pelajar maupun setelah mentas sebagai mahasiswa atau pelajar) dapat terkonsumsi oleh masyarakat?

Untuk mengkaji hal ini tentu kita harus mengkaji lebih dalam tentang banyak hal, tetapi dalam penulisan ini penulis mengkonsentrasikan diri untuk membahas sebuah soal, yaitu Sistem Industri budaya (lebih khusus akan berbicara masalah penerbitan karya). Kekhususan terhadap pembahasan diatas bukan berarti menafikkan faktor lain tetapi untuk tetap segaris dengan tujuan penulisan.

Sistem Industri Budaya

Secara umum keadaan Sistem Industri Budaya di Indonesia terbagi menjadi dua kubu, kubu pertama adalah sistem industri yang market oriented dimana secara jelas mengejar pengembangan modal dan kubu kedua adalah sistem industri yang tidak mengejar pengembangan modal. Dua hal ini memili corak tersendiri, karena memang secara dasar memiliki watak yang berbeda.

Sistem industri market oriented dilihat dari wataknya yang melakukan kapitalisasi produksi untuk pengembangan modal membentuk konsekuensi logis bagi penulis, yaitu berkompromi dengan kepentingan kapitalis, dalam sistem ini karya sebagai hasil produksi pemikiran dan kekreatifan penulis memang diharuskan sesuai dengan keinginan pasar yang dipersepsikan oleh kapitalis. Singkatnya idealisasi konsep penciptaan karya yang diyakini benar oleh penulis harus dipinggirkan dan tunduk pada keinginan pasar yang dipersepsikan oleh kapitalis. Efek yang terjadi penulis hanya akan menjadi tenaga kerja produktif, karena tujuan karya hanya untuk popularitas dan pendapatan financial reward yang relatif besar.

Sistem industri yang tidak mengejar pengembangan modal dapat dikatakan sebagai kegiatan penerbitan yang tidak dimaksudkan untuk pengembangan modal, dalam bidang sastra seperti Horison, Komunitas Sastra Indonesia, forum Lingkar Pena, dan Teater Utan Kayu. Konsekuensi logis bagi penulis, karyanya agar dapat tersosialisasi harus sesuai dengan standard yang dipatok oleh komunitas itu. Sistem ini memberi kebebasan pada penulis untuk menuliskan idealisasinya tetapi memang harus sesuai standard yang dipatok, maksudnya jika yang dihasilkan karya sastra maka karya memiliki standar estetik yang dipatok komunitas itu, hasil yang didapatkan jika penulis tetap bertahan pada idealisasinya maka akan lahir tenaga ahli produktif dimana karya bersifat murni pemikiran yang dieksperimenkan dalam proses kreatif.

Di sinilah menurut penulis letak pekerjaan rumah terpenting gerakan sastra Taufik, yaitu generasi hari ini harus dapat membuat karya yang memiliki standar yang baik di bidang penulisan apapun, agar penulis menjadi tenaga ahli dalam bidangnya bukan hanya tenaga kerja.

Pertanyaannya, bagaimana menciptakan penulis-penulis dengan karya yang mempunyai standar baik.

Independensi Akal Pikiran dan Keberanian Berpikir

Taufik Ismail dalam hemat saya adalah model bagi independensi akal pikran sekaligus model keberanian berpikir. Mengapa saya mengatakan demikian, karena dalam program gerakan sastra yang dipelopori Taufik, potensi berpikir dia dalam menganalisis kehidupan jamannya dan otoritas yang ia miliki, tidak lantas menjadikan dia sebagai agen pelestari dari otoritas pemikiran mapan.

Ia dengan kesadarannya mengetahui bahwa generasi yang ada adalah generasi nol buku dan pincang mengarang tetapi ia tak kunjung diam, tetapi mengelola keresahannya dalam sebuah gerakan untuk mengubah hal itu. Semacam melakukan pencerahan.

Tetapi, gerakan yang ia lakukan saya kira masih bersifat elitis yaitu terpusat dimana gerakan ini eksis bertumpu pada keeksisan Horison saja. Padahal tidak selamanya Horison itu ada, dan dapat menampung semua gagasan-gagasan pemikiran yang dituliskan dalam bentuk karya sastra, apalagi jika karya tersebut tidak sesuai standard yang dipatok Horison.

Lalu saya kira, untuk menularkan independensi akal pikiran dan keberanian berpikir yang dimiliki Taufik, sudah seharusnya ia mengubah diri dari gerakan elitis menjadi gerakan populis. Dimana gerakan ini bertumpu pada basis-basis terendah (daerah), dengan menggunakan kepopulisan, kepeloporan Taufik di antara para sastrawan yang tersebar di daerah untuk dirangkul bersama, menggelorakan independensi akal pikiran dan keberanian berpikir untuk mensuarakan kebutuhan-kebutuhan daerah, memprasastikan permasalahan daerah, lewat karya sastra.

Berarti di sini akan lahir banyak komunitas sastra, entah di kampus bagi mahasiswa, di pesantren bagi para santri, atau bersama dengan pelajar, pecinta sastra ditempat-tempat tertentu yang disepakati. Sastrawan yang sudah punya nama di daerah menjadi penggagas daya berpikir, mengedukasi, dan juga sekaligus eksekutor gerakan sastra Taufik, kelebihannya sastrawan mengeksekusi langsung, pengalamannya dapat dijadikan rujukan karena disini sastrawan benar-benar mengetahui medan, sehingga tidak gagap dalam membaca tanda-tanda. Lewat komunitas ini karya sastra dapat diperkenalkan, dimana buku sastra digunakan untuk mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum, dan juga dapat dianalisa dan dipelajari lebih dalam. Di lain sisi komunitas ini juga akan sebagai ajang latihan menulis, saling mengevaluasi, untuk mempersiapkan individu di dalamnya mampu menulis di bidangnya masing-masing dengan secara matang. Dan lebih penting menyatukan independensi pemikiran dan keberanian berpikir secara bersama.

Sekaligus hal ini juga dapat mengikis kapitalisasi produk sastra karena jika diibaratkan tanah maka sabuk hijau atau hutan sudah diberdayakan. Hal ini penting, karena penulis muda tidak akan berorientasi financial reward tetapi lebih berorientasi mensuarakan keadaan jaman. Dan karya sastra tidak terjebak lagi pada inovasi bentuk tetapi dengan sendirinya akan memasuki pada inovasi isi.

Jika kemudian hal ini dipersoalkan dengan masalah pensosialan karya, saya kira masih terdapat banyak ruang alternatif yang bisa digarap agar masyarakat membaca karya, persoalannya tinggal bagaimana penulis-penulis memaksimalkan diri dalam berkarya, sambil bersama komunitas yang ada menyiasati peluang-peluang pemasaran dan mengenalkan karya pada masyarakat.

Karya sastra akan benar-benar mensuarakan, memberi pencerahan pada pembacanya, menyadarkan akan keadaan zamannya. Dan bukankah karya yang ditulis dan dibaca untuk generasi pasca gerakan sastra Taufik nantinya tidak hanya didasarkan melahirkan generasi yang eksis untuk terus menulis dan membaca, tetapi generasi dimana karya yang dilahirkan adalah karya berkualitas dan dapat berbicara tentang tanah airnya pada dunia.

Jika kemudian persoalannya adalah karya sastra masih ada yang tak mendapat ruang, itu bukan berarti karya tersebut dikatakan gagal, sepaham dengan pemiran Ahmadun Yosi Herfanda, saya menyetujui bahwa pada akhirnya: Karyalah yang akan bicara kepada dunia bagaimana sesungguhnya kualitas kesastrawanan seseorang dan dimana ia harus ditempatkan dalam sejarah sastra suatu bangsa.

Purwoketo, Mei 2008

Penulis lahir di Malang 4 Maret 1985. Esainya termuat dalam buku antologi The Spirit Of Love (LPM Obsesi STAIN Purwokerto-Bukulaela). Mahasiswa Fak Psikologi UMP, bergiat di Teater Wungu Psikologi dan Komunitas Sastra Bunga Pustaka. Juga menulis cerpen dan puisi tetapi belum terpublikasi. Alamat Jln. Kenanga 2 M3 No 1 Rt 09 Rw 10 Desa Ledug, Kec. Kembaran, Kab. Banyumas,. Purwokerto, Jawa Tengah, 53182.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez