Abdul Aziz Rasjid
http://pawonsastra.blogspot.com/
Tulisan ini ingin menyoroti salah satu sastrawan sekaligus penyair yang tiada henti, berusaha memberikan kontribusi bagi pembangunan kebudayaan Indonesia. Taufik Ismail (Lahir 25 Juni 1935) salah satu sastrawan yang memiliki keinginan besar untuk memajukan budaya bangsanya, utamanya pembangunan budaya membaca dan menulis bagi putra putri Indonesia. Dengan adanya keinginan ini ia telah memberikan gagasan pemikiran, kepeloporan, dan kepedulian untuk kemajuan budaya bangsa, yang diwujudkan dalam gerakan sastra bagi generasi bangsa di sekolah-sekolah menengah dan universitas.
Latar Belakang Gerakan Sastra
Gerakan sastra yang digagas Taufik Ismail, ada bukan tanpa sebab, didasari keresahan yang mulai terpatri pada tahun 1953-1956 Taufik merasa bahwa dirinya bersama puluhan ribu anak SMA lain seangkatannya di seluruh tanah air telah menjadi generasi nol buku, yang rabun membaca dan pincang mengarang. Nol Buku disebut karena pada kala itu, mereka tidak mendapat tugas membaca melalui perpustakaan sekolah sehingga generasi yang ada “rabun membaca”. Sedangkan istilah “pincang mengarang” adalah karena tidak adanya latihan mengarang dalam pelajaran di sekolah. Keadaan generasi yang pincang mengarang dan rabun membaca inilah yang juga diindikasikan Taufik menjadi sebab mendasar amburadulnya Indonesia hari ini, karena dimungkinkan generasi nol buku inilah yang kini menjadi warga Indonesia terpelajar dan memegang posisi menentukan arah Negara di seluruh strata, baik di pemerintahan atau swasta.
Untuk membuktikan keresahannya ini kemudian taufik melakukan perbandingan pelajaran membaca dan mengarang antara siswa Indonesia dan siswa dari beberapa negara lain, dalam sebuah survei sederhana ia mendapat perbandingan yang mencengangkan. Di saat pelajar Indonesia tidak mendapatkan tugas membaca dan mengarang, pelajar SMA di Amerika Serikat sudah diharuskan membaca 32 buku, bahkan negara berkembang Thailand sudah diharuskan membaca lima buku.
Didorong keresahan yang semakin menguat lahirlah keinginan yang kuat pada diri Taufik Ismail untuk mewujudkan kebudayaan membaca dan menulis pada generasi bangsa agar lebih baik. Ia bersama Horison (Majalah sastra dimana Taufik Ismail menjadi Redaktur Senior dan salah satu Dewan Redaksi) menyusun enam butir kegiatan gerakan sastra bagi Pendidikan Sastra di Indonesia, dimana sasarannya adalah siswa SMU hingga Mahasiswa. Bentuk-bentuk kegiatan sastra berupa Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) dalam Majalah Horison, Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM).
Kenapa harus sastra?
Taufik Ismail menjawab, membaca buku sastra mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum. Latihan menulis mempersiapkan orang mampu menulis di bidangnya masing-masing.
Gerakan Sastra Sebuah Program Nasional
Gerakan sastra yang digagas Taufik Ismail bagi Pendidikan Sastra di Indonesia dapat dikatakan sebuah program nasional. Disebut program karena gerakan sastra Taufik memiliki kejelasan tujuan, metode, sasaran, target, parameter, waktu, dan eksekutor. Disebut nasional karena wilayah yang dibidik bersifat menyeluruh (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK, dan mahasiswa setanah air)
Tujuan: gerakan sastra ini melihat latar belakang gagasannya memiliki kejelasan tujuan yaitu menumbuhkan budaya membaca dan menulis bagi pelajar Sekolah menengah, santri pesantren, maupun mahasiswa.
Metode: Menurut hemat penulis enam butir kegiatan sastra yang berupa Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) dalam Majalah Horison, Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM) merupakan metode.
Dimana metode ini saling terkait dan memperkuat varian-varian yang dapat menumbuhkan budaya membaca dan menulis bagi pelajar-pelajar di sekolah menengah, santri pesantren , maupun mahasiswa.
• Sisipan Kaki Langit (SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK) secara tidak langsung membuktikan bentuk kepeloporan Taufik dan keseriusannya dalam mewujudkan keinginannya dalam pembentukan budaya membaca dan menulis untuk pelajar SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK. Buktinya Taufik sebagai Redaktur Senior dan salah satu Dewan Redaksi mampu menjadikan Horison sebagi alat untuk mencapai tujuannya, karena dilihat dari isinya Kaki Langit menurut hemat penulis memiliki hubungan dengan tujuan Taufik, yaitu: Pertama, Sosok dan karya di kaki langit yang mengenalkan pada siswa tentang beberapa sosok sastrawan Indonesia, karyanya, ulasan karya dan proses kreatifnya dapat dijadikan influence bagi siswa untuk menulis, mengambil referensi, sebagi pemacu semangat dalam proses kreatif penulisan siswa. Kedua, kaki langit menjadi wadah bagi siswa dan guru bahasa dan sastra Indonesia untuk mengenalkan karyanya, bagi siwa di sisipan kaki langit ini mereka dapat menuliskan sajak, cerita mini, esai dimana karya siswa ini lalu diulas oleh Horison, ulasan ini dapat dikatakan sebagai edukasi dan evaluasi dari pengembangan tekhnik menulis bagi proses kreatif siswa, sedangkan guru bahasa dan sastra Indonesia dapat berbagi pengalaman dalam metode pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Untuk mempermudah akses pengkomsumsian pada siswa, Sisipan Kaki Langit Horison dibagikan ke SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK secara gratis, disini dapat dikatakan bahwa Sisipan Kaki Langit Horison sebagai media gerakan sastra taufik bertekad untuk menjumpai mereka secara langsung di tempat mereka mengenal karya sastra.
• Pelatihan Membaca, Menulis, dan Apresiasi Sastra untuk Guru Bahasa dan Sastra di seluruh propinsi (Februari-Oktober 2002), Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (SBSB) dan Program Sastrawan Bicara, Mahasiswa Membaca (SBMM) sebagai ajang promosi gagasan pemikiran Taufik untuk membudayakan membaca dan menulis, dan juga perjumpaan secara langsung Taufik dan sastrawan dengan sasaran gerakan sastra.
Sasaran: Dalam perkembangan gerakan sastra yang bertujuan menggairahkan budaya membaca dan menulis, ternyata tidak hanya mahasiswa dan pelajar yang dijadikan sasaran gerakan sastra Taufik tetapi juga Guru-guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Hal ini penting karena Guru Bahasa dan Sastra adalah eksekutor terpenting dalam lingkup terkecil (Sekolah menengah, pesantren) untuk membudayakan siswa membaca dan menulis.
Target: tentu saja dilihat dari tujuan gerakan sastra taufik maka target yang diharapkan adalah terciptanya budaya menulis dan membaca di pelajar dan mahasiswa maupun guru.
Parameter: Adanya kebudayaan membaca dan menulis bagi siswa SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK dan Mahasiswa. Melihat parameter yang diharapkan, maka secara ringkas hasil idealnya adalah adanya karya yang dihasilkan oleh siswa SMU, Madrasah Aliyah, Pesantren, SMK dan Mahasiswa. Persoalan selanjutnya bagaimana karya mereka (baik masih sebagai mahasiswa atau pelajar maupun setelah mentas sebagai mahasiswa atau pelajar) dapat terkonsumsi oleh masyarakat?
Untuk mengkaji hal ini tentu kita harus mengkaji lebih dalam tentang banyak hal, tetapi dalam penulisan ini penulis mengkonsentrasikan diri untuk membahas sebuah soal, yaitu Sistem Industri budaya (lebih khusus akan berbicara masalah penerbitan karya). Kekhususan terhadap pembahasan diatas bukan berarti menafikkan faktor lain tetapi untuk tetap segaris dengan tujuan penulisan.
Sistem Industri Budaya
Secara umum keadaan Sistem Industri Budaya di Indonesia terbagi menjadi dua kubu, kubu pertama adalah sistem industri yang market oriented dimana secara jelas mengejar pengembangan modal dan kubu kedua adalah sistem industri yang tidak mengejar pengembangan modal. Dua hal ini memili corak tersendiri, karena memang secara dasar memiliki watak yang berbeda.
Sistem industri market oriented dilihat dari wataknya yang melakukan kapitalisasi produksi untuk pengembangan modal membentuk konsekuensi logis bagi penulis, yaitu berkompromi dengan kepentingan kapitalis, dalam sistem ini karya sebagai hasil produksi pemikiran dan kekreatifan penulis memang diharuskan sesuai dengan keinginan pasar yang dipersepsikan oleh kapitalis. Singkatnya idealisasi konsep penciptaan karya yang diyakini benar oleh penulis harus dipinggirkan dan tunduk pada keinginan pasar yang dipersepsikan oleh kapitalis. Efek yang terjadi penulis hanya akan menjadi tenaga kerja produktif, karena tujuan karya hanya untuk popularitas dan pendapatan financial reward yang relatif besar.
Sistem industri yang tidak mengejar pengembangan modal dapat dikatakan sebagai kegiatan penerbitan yang tidak dimaksudkan untuk pengembangan modal, dalam bidang sastra seperti Horison, Komunitas Sastra Indonesia, forum Lingkar Pena, dan Teater Utan Kayu. Konsekuensi logis bagi penulis, karyanya agar dapat tersosialisasi harus sesuai dengan standard yang dipatok oleh komunitas itu. Sistem ini memberi kebebasan pada penulis untuk menuliskan idealisasinya tetapi memang harus sesuai standard yang dipatok, maksudnya jika yang dihasilkan karya sastra maka karya memiliki standar estetik yang dipatok komunitas itu, hasil yang didapatkan jika penulis tetap bertahan pada idealisasinya maka akan lahir tenaga ahli produktif dimana karya bersifat murni pemikiran yang dieksperimenkan dalam proses kreatif.
Di sinilah menurut penulis letak pekerjaan rumah terpenting gerakan sastra Taufik, yaitu generasi hari ini harus dapat membuat karya yang memiliki standar yang baik di bidang penulisan apapun, agar penulis menjadi tenaga ahli dalam bidangnya bukan hanya tenaga kerja.
Pertanyaannya, bagaimana menciptakan penulis-penulis dengan karya yang mempunyai standar baik.
Independensi Akal Pikiran dan Keberanian Berpikir
Taufik Ismail dalam hemat saya adalah model bagi independensi akal pikran sekaligus model keberanian berpikir. Mengapa saya mengatakan demikian, karena dalam program gerakan sastra yang dipelopori Taufik, potensi berpikir dia dalam menganalisis kehidupan jamannya dan otoritas yang ia miliki, tidak lantas menjadikan dia sebagai agen pelestari dari otoritas pemikiran mapan.
Ia dengan kesadarannya mengetahui bahwa generasi yang ada adalah generasi nol buku dan pincang mengarang tetapi ia tak kunjung diam, tetapi mengelola keresahannya dalam sebuah gerakan untuk mengubah hal itu. Semacam melakukan pencerahan.
Tetapi, gerakan yang ia lakukan saya kira masih bersifat elitis yaitu terpusat dimana gerakan ini eksis bertumpu pada keeksisan Horison saja. Padahal tidak selamanya Horison itu ada, dan dapat menampung semua gagasan-gagasan pemikiran yang dituliskan dalam bentuk karya sastra, apalagi jika karya tersebut tidak sesuai standard yang dipatok Horison.
Lalu saya kira, untuk menularkan independensi akal pikiran dan keberanian berpikir yang dimiliki Taufik, sudah seharusnya ia mengubah diri dari gerakan elitis menjadi gerakan populis. Dimana gerakan ini bertumpu pada basis-basis terendah (daerah), dengan menggunakan kepopulisan, kepeloporan Taufik di antara para sastrawan yang tersebar di daerah untuk dirangkul bersama, menggelorakan independensi akal pikiran dan keberanian berpikir untuk mensuarakan kebutuhan-kebutuhan daerah, memprasastikan permasalahan daerah, lewat karya sastra.
Berarti di sini akan lahir banyak komunitas sastra, entah di kampus bagi mahasiswa, di pesantren bagi para santri, atau bersama dengan pelajar, pecinta sastra ditempat-tempat tertentu yang disepakati. Sastrawan yang sudah punya nama di daerah menjadi penggagas daya berpikir, mengedukasi, dan juga sekaligus eksekutor gerakan sastra Taufik, kelebihannya sastrawan mengeksekusi langsung, pengalamannya dapat dijadikan rujukan karena disini sastrawan benar-benar mengetahui medan, sehingga tidak gagap dalam membaca tanda-tanda. Lewat komunitas ini karya sastra dapat diperkenalkan, dimana buku sastra digunakan untuk mengasah dan menumbuhkan budaya baca buku secara umum, dan juga dapat dianalisa dan dipelajari lebih dalam. Di lain sisi komunitas ini juga akan sebagai ajang latihan menulis, saling mengevaluasi, untuk mempersiapkan individu di dalamnya mampu menulis di bidangnya masing-masing dengan secara matang. Dan lebih penting menyatukan independensi pemikiran dan keberanian berpikir secara bersama.
Sekaligus hal ini juga dapat mengikis kapitalisasi produk sastra karena jika diibaratkan tanah maka sabuk hijau atau hutan sudah diberdayakan. Hal ini penting, karena penulis muda tidak akan berorientasi financial reward tetapi lebih berorientasi mensuarakan keadaan jaman. Dan karya sastra tidak terjebak lagi pada inovasi bentuk tetapi dengan sendirinya akan memasuki pada inovasi isi.
Jika kemudian hal ini dipersoalkan dengan masalah pensosialan karya, saya kira masih terdapat banyak ruang alternatif yang bisa digarap agar masyarakat membaca karya, persoalannya tinggal bagaimana penulis-penulis memaksimalkan diri dalam berkarya, sambil bersama komunitas yang ada menyiasati peluang-peluang pemasaran dan mengenalkan karya pada masyarakat.
Karya sastra akan benar-benar mensuarakan, memberi pencerahan pada pembacanya, menyadarkan akan keadaan zamannya. Dan bukankah karya yang ditulis dan dibaca untuk generasi pasca gerakan sastra Taufik nantinya tidak hanya didasarkan melahirkan generasi yang eksis untuk terus menulis dan membaca, tetapi generasi dimana karya yang dilahirkan adalah karya berkualitas dan dapat berbicara tentang tanah airnya pada dunia.
Jika kemudian persoalannya adalah karya sastra masih ada yang tak mendapat ruang, itu bukan berarti karya tersebut dikatakan gagal, sepaham dengan pemiran Ahmadun Yosi Herfanda, saya menyetujui bahwa pada akhirnya: Karyalah yang akan bicara kepada dunia bagaimana sesungguhnya kualitas kesastrawanan seseorang dan dimana ia harus ditempatkan dalam sejarah sastra suatu bangsa.
Purwoketo, Mei 2008
Penulis lahir di Malang 4 Maret 1985. Esainya termuat dalam buku antologi The Spirit Of Love (LPM Obsesi STAIN Purwokerto-Bukulaela). Mahasiswa Fak Psikologi UMP, bergiat di Teater Wungu Psikologi dan Komunitas Sastra Bunga Pustaka. Juga menulis cerpen dan puisi tetapi belum terpublikasi. Alamat Jln. Kenanga 2 M3 No 1 Rt 09 Rw 10 Desa Ledug, Kec. Kembaran, Kab. Banyumas,. Purwokerto, Jawa Tengah, 53182.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar