Rabu, 02 Maret 2011

NU Miring, Sastra Gonjang Ganjing

Sabrank Suparno
 
Menelusuri kiprah para muda NU sepeninggal tokoh muktabar Abdurrahman Wahid, diam-diam generasi penerusnya aktif melakukan upaya terobosan yang mengarah ke pembangkitan kesadaran kembali, terutama pada wilayah tradisi keNUan atau yang dikenal dengan ‘tradisi santri’. Geliat ini dapat kita amati dari berbagai acara yang berkenaan dengan keNUan dari berbagai sektor kehidupan sosial, politik, kebudayaan, kesenian dan sastra, bahkan soal yang remeh sekali pun perihal ‘guyonan nyentrik ala NUis.
 
Menyimak beberapa catatan misalnya pertemuan dalam rangka memperingati 40 hari wafatnya mendiang Gus Dur yang diadakan oleh Pengurus Ranting Cabang NU Diwek di masjid Ulul Albab Tebuireng, dengan menghadirkan Djohan Efendi dan budayawan Kacung Marijan. Atau gagasan acara Buka Puasa bersama di Gereja Diaspora Jombang yang dihadiri Alisa Wahid pada 26 Agustus 2010. Juga kunjungan PBNU KH. Agil Shiroj di Tambakberas tanggal 26 Juni 2010.
 
Menyambung penelusuran catatan serentetan acara di atas, yang paling hangat pada tanggal 12 Pebruari 2011 lalu, dimana universitas Undar Jombang mengadakan bedah buku: Dari Kiai Kampung ke NU Miring, Aneka Suara Nahdliyin dari Beragam Penjuru. Sengaja fihak rektorat Undar (dalam hal ini dr. Ma’murotus Sa’diyah M Kes: salah satu penulis buku tersebut) menghadirkan tiga sastrawan kondang D. Zawawi Imron, novelis Lan Fang, dan penyair Binhad Nurohmad.
 
Maksut NU Miring dalam buku setebal 284 halaman ini bukanlah suatu gambaran ketegangan pada titik nadzir kondisi kritis, melainkan ekspresi kepekaan para panulis muda NU dalam menyikapi kondisi mutakhir NU ketika dihadapkan pada realitas jaman. Maka ditemukan berbagai cara pandang dari beberapa penulisnya yang merujuk pada tiga kategori menonjol, yakni Mengulas NU, Mencandai NU, serta Menonton NU. Namun secara global wacana ‘NU Miring’ dalam buku ini sebagai adagium atas beberapa ‘tradisi NU yang sering ‘nyleneh’.
 
Tentu ada alasan mendasar kenapa Binhad Nurohmad selaku sastrawan muda Indonesia punya niatan menyunting buku tersebut. Menjawab pertanyaan perihal tema yang diangkat buku NU Miring, Binhad mengurai bahwa agar ditemukan teks pembacaan keNUan dari berbagai kalangan dan dari berbagai propinsi di Indonesia. Teks yang dimaksut adalah NU yang berani nyleneh, unik, termasuk sikap otokritik penulisnya terhadap kondisi kontemporer tubuh NU sendiri atau pun mengkritisi pemerintah.
 
Senada dengan Binhad, penyair sepuh asal ujung Madura yang berjuluk ‘si celurit emas’ D. Zawawi Imron menandaskan bahwa kehadiran buku ini merupakan potret semangat generasi muda NU yang ingin bangkit dengan mendengarkan suara hati rakyat secara realitas. Kebangkitan yang substansial. Sebab NU mulai kehilangan nilai tradisinya termasuk di bidang seni-sastra. Dalam pesan singkatnya D. Zawawi Imron menyarankan agar generasi NU mentradisikan filsafat Jawa, “iso o rumongso, ning ojo rumongso iso (pandailah berintrospeksi diri, namun jangan sok merasa pakar).”
 
Novelis Lan Fang lebih mengurik soal tradisi NU yang ia nilai unik, yakni tradisi tawadzuk, andap asor, bertatakrama terhadap yang lebih tua. Tatakrama dinilai penting dalam tradisi nahdliyin yang setara dengan tradisi masyarakat Cina, sebab dengan bertatakramalah menjadikan seseorang berwibawa: sesuatu makna pamor yang tidak dimiliki orang Barat meski pun berpredikat pakar besar. Selain membidik pandangannya mengenai tradisi NU yang nleneh, Lan Fang juga membaca penggalan novel terbarunya ‘Ciuman di Bawah Hujan’.
 
Kehadiran intelektual muda NU Yudi Latief dari Jakarta, kian mengesahkan perihal kemiringan tradisi NU yang bertumpu pada pengkajian kitab kuning sebagai jantung kekuatan NU, dengan cara menarik garis sumbu simetri keilmuan ke berbagai sektor kehidupan bermasyarakat.
 
NU, sebagaimana kita ketahui, adalah organisasi islam terbesar di tanah air yang dalam doktrinnya memadukan nilai-nilai keislaman dengan nilai tradisi di tanah air. Menyimak ulang apa yang dikatakan Sholahudin Wahid saat 40 harinya Gus Dur, bahwa selaku tokoh besar NU, sepulang dari Timur Tengah, paham yang dikembangkan Gus Dur ialah ‘meng-Islamkan Indonesia, dan bukan mengArabkan Indonesia’.
 
Pengacakan kepanjangan “Nahdlotul Ulama”, benar-benar dibongkar miring oleh penulis Ahmad S Alwy menjadi “Nahdlotul Umum”yang memungkinkan warganya datang sedari kalangan borjuis hingga proletarian. Sementara Riadi Ngasiran lebih santai menghadirkan NU dari sisi humor yang dipandang penting oleh para santri untuk melenturkan ketegangan atas ketimpangan hidup.
 
Kenylenehan NU dalam berbagai aspek kehidupan, kerap menumbuhkan guyonan nyentrik jika berhadapan dengan organisasi lain. Namun guyonan tersebut semata bertujuan sebagai sikap egalitarian berdampingan, bermesrahan dengan golongan lain. Ada banyak guyonan semisal: orang NU yang suka berwirid dengan suara keras, memperbanyak ibadah sunat, artinya orang NU menyukai bonus dalam beribadah, sementara orang Muhammadiyah menyukai diskon dengan bertarawih hanya 8 rekaat. NU sekarang bermadzhab Imam Syafi ie Maarif, sementara Muhammadiyah bermadzhab Imam Malik Fajar. Atau kelakar warga yang berbasis NU ketika menyarankan anaknya. ”Nak! Kalau kamu menikah harus mencari orang muslim, minimum Muhammadiyah.” Juga kekentalan tradisi membaca salam, assalamu’alaikum warohmatullhohi-ta’ala-wabarokatuh. Sedang warga selain NU, assalamu’alaikum warohmatullhohi-gak usah ta’ala ta’alaan-wabarokatuh.
 
Tradisi NU tak lepas dari tradisi santri, tradisi kitab kuning dan tradisi sastra. Awal mendalami bahasa dan sastra di podok pesantren, santri pasti dihadapkan pada rumus-rumus tatabahasa yang disuguhkan dalam bentuk bait pantun bersajak. Sejak kitab terkecil Nahwu, Shorof, Jurumiyah, Imriti, Alfiyah, bahkan Al Hikam kental dengan tuangan irama sajak. Hingga metode ini kerap digunakan santri sebagai ajang sindiran ketika mengutarakan simpatinya terhadap santriwati. Dengan alasan menghafal sebaris bait dari kitab Alfiya –wa yak tadzi, ridhon bi ghoiri sukhti-faiqot alfiyat abnu Mukti- yang dirubah isi bahasanya menjadi –pagi-pagi tak samperi diam saja-sore-sore tak sindiri, lirik mata-, yang sengaja diperdengarkan kepada santri putri yang ia taksir.
 
Tradisi membaca bait puisi sholawat (al Barzanji, Diba’iyah) bagi remaja NU juga memiliki keunikan tersendiri. Disamping mereka melampiaskan kerinduan atas ketakjubannya pada kekasih petunjuk jiwanya yakni Muhammad Rasululloh, pun kadang dinunuti niatan mengutarakan isi hati kepada kekasih (wanita) yang ditaksirnya. Lagu sholawat yang dilantunkan dengan lirik lagu pop, dangdut, qosidah, pelantun dapat menyampaikan keluhan, pujaan, kerinduan terhadap sang pacar yang mendengarkan. Semisal ketika berlangsung acara Diba’iyah putri, mereka melantunkan lagunya Imam S Arifin// jangan tinggalkan aku // kumohon kepadamu // tak sanggup diri ini // hidup tanpa dirimu //ditembangkan dengan bersholawat. Sehingga pada kesempatan lain, ketika hari Diba’iyah putra, mereka membalas dengan lagu sholawat yang ditembangkan / hani / hani / aku juga rindu / tetapi untuk sementara / biarlah terpisah / lagunya Roma Irama.
 
Menyibak fenomena tradisi NU di atas, betapa warga NU lekat dengan dunia sastra. Itulah mungkin yang bisa melebar dari kajian buku NU Miring ini, menyorot NU dari sudut pandang sastrawan, dengan harapan, para santri lebih gigih dalam menulis dan bersastra. Hampir tidak ditemukan genre ‘sastra santri’ pasca-lengserkeprabonnya barisan penulis santri: Taufik Ismail, Abdul Hadi WM, Ahmad Thohari, Emha Ainun Nadjib, Danarto, Al Adawiyah, al Bustami, al Hallaj, Rumi, dll yang tidak sekedar mengguratkan pena dalam berkarya, melainkan menyempurnakan karya sastranya dari sekedar ‘seni untuk seni’ atau seni untuk masyarakat tertentu, menjadi ‘seni untuk kehidupan manusia yang berbudaya tinggi.
 
Agaknya tidak lengkap jika kemiringan NU tidak disertai karya sastra santrinya yang menggelegak hingga menggonjang-ganjingkan kesusastraan Indonesia. Bagi santri, satu huruf saja yang mereka tulis tak lepas dari keterlibatan Tuhan (ibadah). Bisa saja tiba-tiba mengantuk atau hilang kesadaran ketika berkarya, maka tak akan jadi sebuah karya.
 
Karya santri ialah karya yang disandarkan pada fastabikul khoirot (berlomba memperbanyak kebaikan untuk umat manusia-rahmatan lil alamin). Ukurannya hanya sejauh mana Alloh turut campur dalam proses esoteris komitmen dimensi batin penulis yang mengintegral pada karyanya.
***

http://sastra-indonesia.com/2011/02/nu-miring-sastra-gonjang-ganjing/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez