Rabu, 02 Maret 2011

DALUWANG: BUKTI TRADISI PERNASKAHAN DI JOMBANG

Agus Sulton
Radar Mojokerto, 13 Fab 2011

Tradisi tulis-menulis sebenarnya sudah dimulai sejak berabad lamanya sebagai bacaan, pedoman manusia, kristalisasi atau cerminan akan zamannya. Dan bahasa sebagi medium yang mampu memberikan impresif tersendiri dalam menyampaikan dan menapaki kesusastraan, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulis. Hal ini dapat diperkuat dari banyaknya penemuan manuskrip-manuskrip (naskah kuno/buku kuno) yang masih tersimpan di masyarakat dan prasasti batu bertulis di kabupaten Jombang seperti, prasasti Geweng 855 Saka atau 933 Masehi. Peninggalan tersebut bertatahkan tulisan aksara Jawa Kawi dilihat dari bentuk huruf, bahasa, dan susunan yang digunakan.

Sepanjang perkembangan pola berfikir masyarakat, tradisi tulis terus mengalami kemajuan, yaitu dari batu bertulis beralih ke daun lontar. Semacam ini—tidak terlepas dari pandangan masyarakat Jawa yang selalu berusaha untuk menyelaraskan dirinya dengan kekuatan lingkungan. Dojosantosa (1985) mengakatan sebagai Hayuning Bawana (kedamaian dunia) dilakukan dengan cara memelihara dan memperbaiki adat tatacara yang hidup dalam masyarakat, berlandaskan pada kekuatan dan kekuasaan Tuhan seru sekalian alam. Dengan demikian, mayarakat Jawa pada saat itu sudah memahami perubahan untuk meningkatkan atau memperbaiki pola kehidupannya, ini bisa dibuktikan dari karya-karya kesusastraan yang dihasilkan. Kekuatan yang muncul dari hasil karyanya memancarkan kekuatan tersendiri—yang tidak bisa diciptakan oleh orang masa kini. Sebagaimana dimaklumi atas puncak sastra Jawa kuno kuat berada di Kediri, yang hasil-hasilnya berupa lontar berbentuk kakawin seperti Hariwangsa Gatutkaca Craya (Mpu Panuluh), Werthansancaya (Mpu Tanakung), Arjunawiwaha (Mpu Kanwa, tahun 1030 M), Baratayudha (Mpu Sedah dan Mpu Panuluh), Smaradahana (Mpu Darmaja), Sumana Santaka (Mpu Monaguna), Kresnayana (Mpu Triguna), dan sebagainya. Arjunawiwaha menceritakan tentang sosok Arjuna bertapa—mencari senjata untuk kepentingan perang melawan Kurawa. Sedangkan Gatutkaca Craya menggambarkan sosok Putra Arjuna, yaitu Abimanyu menikan dengan Siti Sundhari berkat bantuan Gatatkaca. Kresnayana bercerita masa kecil Kresna dan keluarganya.

Selain kerajaan Kediri, kerajaan Majapahit juga menghasilkan karya-karya agung seperti, Kutaramanama (Gajah Mada), Negarakertagama (Mpu Prapanca) banyak menceritakan tentang kerajaan Singasari pada masa Ken Arok sampai Hayam Wuruk, Arjunawiwaha (Mpu Tantular) menceritakan Patih Sumantri dan Arjuna Sasrabaha melawan Rahwana, Sutasoma (Mpu Tantular), Pararaton, Calon Arang, Sundayana, dan sebagainya.

Setelah lontar mengalami kemunduran, masyarakat mulai memakai kertas daluwang walaupun lontar tidak bisa ditinggalkan begitu saja, tetap dari sebagian masyarakat masih mempertahankan lontar sebagai media untuk menulis; baik menyalin manuskrip-manuskrip lama, menafsirkan aksara Arab ke bentuk tulisan pegon, dan karang mengarang. Daluwang merupakan kertas dari kulit pohon Waru yang dikelupas kemudian ditumbuk di atas balokan kayu. Untuk bahan pembuatan kertas daluwang di Jombang lebih dikenal dengan pohon Waru, Sunda (pohon Saeh), Madura (Dhalubang/Dhulubang), Banggai (pohon Linggowas), Sumba (pohon kembala), Tembuku (pohon Iwo), dan Kepulauan Seram (pohon Malak). Pohon ini di dunia disebut juga dengan Paper moerbeiboom, Japanischer papierbaum, Paper Mulberry , Murier a papier , dan Paper mulberry.

Kertas daluwang—itu sendiri juga mempunyai banyak sebutan berbeda-beda di setiap daerah. Di Ponorogo disebut dengan kertas Gedog, nama ini diambil atas anggapan masyarakat bahwa bunyi saat proses pembuatan di atas balokan kayu, sedangkan keseluruan Jawa menyebutnya sebagai kertas daluwang/dluwang, Nusantara pada umumnya menamai dengan kertas Fuya, dan di dataran Pasifik disebut dengan kertas Tape. Orang awam yang kurang begitu memahami sejarah tradisi tulis masa lampau, kertas daluwang disebut sebagai kertas kulit (kulit binatang) atau kertas kapas, sekilas kertas ini memang mirip lulang kulit, berserabut atau serat, dan susah untuk disobek.

Metode dalam pembuatan kertas daluwang ini lebih sederhana. Pertama, disiapkan pohon Waru yang berusia sekitar dua tahun, kemudian dipotong sesuai keinginan dan kulitnya dikelupas, selanjutnya kelupasan tersebut direndam dalam air kurang lebih satu jam. Kedua, hasil perendaman tersebut diletakkan di atas bantalan balokan kayu lalu dipukul memakai Pameupeuh (sejenis alat pemukul) sampai kulit tersebut mencapai lebar 1,5-2 dari lebar semula, lalu kedua bagian disatukan secara membujur untuk menghasilkan kertas yang diinginkan. Ketiga, mencuci kulit yang sudah dipukuli tersebut ke dalam air bersih, diperas dengan pelan, dilipat-lipat, selanjutnya digulung—dibungkus memakai daun pisang sekirat 3-5 hari agar bisa menghasilkan lendir. Keempat, mengambil kulit-kulit tersebut dari bungkusan untuk diletakkan di atas batang daun pisang sambil dijemur dan menghilangkah lendir yang berlebihan, sekiranya dirasa agak kering, selanjutnya bisa diangkat dari batang pohon pisang dipindahkan ke tali tampar pohon Waru yang sudah dibentangkan.

***

Produksi kertas daluwang mencapai kejayaan sekitar abad ke-18 M dan 19 M, ini dibuktikan dari beberapa manuskrip yang banyak ditemukan di masyarakat. Selama penulis melakukan penyelidikan di Jombang dan sekitarnya dari tahun 2008-sekarang, indikasinya dalam kolofon manuskrip tersebut mencantumkan candra-sengkala tidak jauh dari tahun 1800-an. Kebanyakan manuskrip-manuskrip itu ditulis menggunakan kertas daluwang, walapun ada sebagian yang ditulis memakai kertas watermark (cap: PC Hendrinksen, 1A, HS, VDL, seorang raja sedang duduk memegang tongkat), anggapan ini tergolong manuskrip tahun 1840-an.

Secara umum manuskrip daluwang yang ada di Jombang lebih dominan pada manuskrip keagamaan, seperti tauhid, pengobatan, tarekat, fiqih, Akhlaq, cerita para Nabi dan sebagainya. Di sisi lain kitab ”jenggotan” berbahasa Arab merupakan manuskrip yang paling sering dijumpai dan hampir kesemuanya memakai kertas Eropa, baik watermark atau kertas bergaris renggang. Dalam konteks manuskrip pesantren masa lalu, kertas daluwang merupakan alas tulis yang banyak dipakai untuk menyalin dan penulisan naskah keagamaan. Di samping itu, kertas daluwang mudah didapat dari para pengrajin kertas dengan harga ekonomis dan ukuran sesuai dengan selera permintaan, dari pada kertas Eropa—yang pada saat itu susah didapatkan begitujuga harganya cukup mahal.

Menurut sumber tradisional, tinta untuk menulis kertas daluwang—mereka buat sendiri secara natural, yaitu bleduk (getah) asem ranji dicampur dengan angus oncor atau arang, kemudian direbus sampai mengental. Ada juga jelaga berwarna hitam dicampur dengan kanji, arang, lada hitam atau beras ketan hitam, setelah itu dilarutkan dalam air untuk direbus, masyarakat menyebutnya sebagai tinta India.

Campuran dari beberapa bahan tersebut bertujuan untuk menghasilkan warna hitam pekat, tinta menempel secara permanen di atas kertas, dan menjadikan tinta dapat mengering dengan cepat. Sementara itu, untuk menghasilkan efek warna yang beragam mereka sering menggunakan kulit cabai, bunga, daun inai, dan sebagainya yang sudah ditumbuk dengan halus. Sedangkan alat untuk menulis, mereka selalu memakai lidi dari pohon aren yang dijepit menggunakan potongan bambu sesuai ukuran pena sekarang, batang bulu angsa, dan potongan bambu kecil yang sudah diruncingkan.

Alat dan bahan tulis tersebut dibuat secara sederhaha, ini tidak lepas dari situasi dan kondisi pada waktu itu—penuh keterbatasan. Secara tidak langsung, tradisi tulis semacam ini merupakan local genius yang dikembangkan didasarkan atas pola berfikir masyarakat yang terus memberi stimulasi haus akan ilmu pengetahuan pada masanya.

Dari beberapa informan di Jombang menjelaskan bahwa, tradisi tulis Jombang pernah mengalami masa gemilang sebelum tahun 1900, masyarakat pedesaan sering membacakan manuskrip daluwang pada saat ada salah seorang anggota keluarga punya hajatan seperti melahirkan (melekan jabang bayi), nikahan, bersih desa, dan sebagainya. Biasanya sesepuh desa dan sebagian kelompok tertentu nembang Serat Anbiya (aksara Pegon dan Jawa) dan cerita-cerita pewayangan sampai menjelang subuh tiba. Data ini diperkuat lagi dengan ditemukannya manuskrip Serat Anbiya—bahan daluwang di Ngoro Jombang, dan beberapa cerita rakyat yang sudah banyak berkembang di masyarakat. Pernyataan itu membuktikan, bahwa di Jombang secara tidak langsung pernah ada jejak tradisi penulisan namun sifatnya lebih sederhana. Penyalinan dan penulisan manuskrip dilakukan antara orang per orang atau pesan ke seorang juru tulis, tidak seperti apa yang terjadi di Tegalsari Ponorogo secara kolektif, intens, dan komprehensif.

Namun aspek lain, manuskrip daluwang yang bisa kita lihat sekarang—kondisinya sungguh memperihatinkan pemerintah tidak begitu peduli akan masalah ini, padahal tahun kemarin kita merasa orgasme-emosional setelah budaya lokal Nusantara dibikin geli oleh negara tetangga. Setidaknya kita sebagai masyarakat Indonesia sadar budaya wajib memperhatikan akan manuskrip-manuskrip warisan nenek moyang dan menggalinya dari berbagai prespektif yang bisa menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Manuskrip-manuskrip Melayu kuno sudah banyak digondol dan didigitalisasi secara ilegal oleh negara tetangga untuk mencari kekuatan sejarah tertua nenek moyang mereka sebagai hak prioritas terhadap negaranya. Kalau suatu saat naskah Melayu koleksi masyarakat sudah banyak yang melayang tidak jelas, apakah tim yang bergentayangan itu akan memburu manuskrip pegon dan aksara Jawa di sekitar kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez