Jumat, 01 Oktober 2010

Dandyisme Puisi ‘80-an

Beni Setia
http://www.suarakarya-online.com/

TULISAN Indra Tjahjadi (Suara Karya, 18/11. 2006), dengan konteks perpuisian dekade 80-an mengapungkan tiga poin. Oleh Indra Tjahjadi diungkapkan adanya dua genre perpuisian yang dominan di dekade 1980-an. Pertama, corak puisi gelap yang dominan. Dua, corak puisi sufistik yang signifikan menggejala. Dan ketiga: posisi kepenyairan Aming Aminoedhin dalam peta perpuisian saat itu.

Tepatnya pengakuan pada karier kepenyairan yang dirintis ketika masih kuliah di UNS Solo. Ketika membentuk semacam gang sastra, dengan almarhum Kriapur yang menonjol sebagai penyair dan Wieranta yang menonjol sebagai cerpenis. Lalu Aming Aminoedhin menonjol sebagai apa? Bisa jadi sebagai aktor dan pembaca pu-isi - menghadiri Forum Penyair Indonesia ‘83 lebih sebagai pembaca puisi, dan diberi kesempatan tampil oleh Kriapur yang terundang, dan menikmatinya.

Tapi Aming menulis puisi dan memang mampu menunjukkan produktivitasnya sebagai penyair, yang mencapai puncaknya saat pindah ke Surabaya, sebagai PNS Diknas - dengan posisi sebagai motor majalah internal Diknas Jatim, sebelum pindah ke Balai Bahasa Surabaya. Bagi saya di phase ini pun Aming lebih dominan sebagai organisatoris yang memiliki kesabaran administratur kreativitas puisi.

Ia mengelola penerbitan sastra dalam bentuk media buletin stensilan dan photo copy. Tepat ketika di Indonesia menggejala kebangkitan sastra lokal via HP3N, yang ekspresi unggulnya meledak jadi maklumat forum Revitalisasi Sastra Ping-giran. Ia menerbitkan buku puisi dalam model serupa, dan melobi tempat dan urun biaya untuk kegiatan baca puisi. Di sana kelebihan Aming yang tidak tergantikan.

SAYA agak terganggu oleh tulisan Indra Tjahjadi, ketika membuat peta perpuisian dekade 80-an, yang terdiri dari puisi gelap dan puisi sufistik dalam satu tarikan nafas. Saya pikir terminologi puisi gelap tidak merujuk pada ketiadaan tema atau pesan puisi, juga bukan ketiadaan makna dan keengganan untuk berkomunikasi dengan simbol canggih yang rasional, sehingga pesan bisa dilacak. Bukan itu.

Puisi gelap tak berhubungan dengan pesan yang gelap tapi lebih merujuk kepada pola ekspresi simbolik yang terlampau subyektifstik, sehingga menyulitkan pemaknaan simbol oleh para apresiator - dengan referensi yang tersedia dalam khazanah sastra-budaya yang ada. Tidak heran kalau khazanah puisi Simbolik dan Surealistik Prancis - dengan Rimbaud, Baudelire dll - jadi rujukan dan dianggap jalan masuk. Kriapur saya pikir memetik khanazah puisi Simbolik dan Surealistik Prancis. Diksi-diksi puisinya menonjol dengan estetika macam itu.

Komunikasinya dengan Afrizal Malna juga karena referensi Simbolik dan Surealistik Prancis, terutama ketika Afrizal Malna sendiri agak bosan dengan kecenderungan puisi liris. Estetika yang memainkan emosi dan bahasa hingga kata tidak menghadirkan realita dan fakta tapi aura mistik - lewat GM, Sapardi Joko Damono, memuncak pada puisi mantra SCB. Ia ingin mengkaitkan diksi puisi dengan fakta dan realita, yang hadir apa adanya tapi meninggalkan kesan suralistik dan bukan suasana mistik. Ia menghadirkan teks prosaik, tumpukan benda-benda dan fakta yang tidak berkaitan tapi meninggalkan kesan aneh pada pembaca puisinya.

Saya pikir, bersama puisi Afrizalian itu hadir juga seorang F. Rahardi, yang menulis puisi dengan semangat mengganyang lirisisme dengan mempuisikan hal-hal yang kocak, realitas keseharian yang non-puisi, dan dengan diksi yang sarkas serta parodik kartunik. Dalam beberapa hal F Rahardi berhasil menuliskan genre puisinya, meski tak jadi rambu yang diikuti orang - ia sendiri berakhir di jalan buntu.

Penolakan pada tradisi liris menghasilkan puisi prosaik benda-benda Afrizalian, sajak sarkas parodik ala F Rahardi, dan sejumlah sajak yang terlampau rimbun dengan simbol. Kerimbunan yang dibaca sebagai upaya si penyair buat menterjemah-kan yang subyektif dengan yang obyektif. Di mana yang menyimbolkan dipilih dari khazanah (teks) obyektif agar yang disimbolkan menyapa. Celakanya, dandyisme ini masih berkutet dalam tradisi subyektivisme liris, karenanya jalur komunikasi ke yang disimbolkan via representasi yang menyimbolkan buntung. Terkatung-katung.

LANTAS di mana posisi puisi sufistik? Saya pikir puisi sufistik ada di antara tradisi liris yang mengesankan sesuatu dalam sugesti suasana dan puisi kritis yang dengan lantang menandai kondisi sosial-politik yang asimetris. Rendra menandai itu dengan menulis teks kritis tentang situasi saat itu dalam puisi dan drama, tetapi membentur dinding dan dibungkam. Meski begitu ada ketidakpuasan dan kerinduan untuk mengkapkannya. Ide Sastra Kontekstual Ariel Heryanto dipaksa Arief Budiman buat merujuk situasi sosial-politik asimetris - padahal awalnya tidak begitu.

Kerinduan pada sesuatu yang faktual dan universal tapi tak mengabur jadi lirisme dan tidak boleh jadi kritis karena takut cap kiri, melahirkan pemuasan kebebasan mengungkapkan yang faktual dan besar dalam ujud Tuhan. Dan berbeda dengan tradisi Iqbal yang rasional, pendekatan sufistik menyebabkan yang riil faktual itu, Causa Prima, hadir dalam lirisme dan menyapa sebagai ungkapan lirisme yang prismatik. Semacam dandyisme yang menghasilkan puisi gelap dengan tema mistis-religius. Kenapa?

Ada kekikukan karena tak ada pengalaman religius dari si penyair, semacam pencapaian tahap dialog dari pertemuan antar habib-chalik. Yang ada cuma referensi bacaan sastra dan sufi sufistik yang diadopsi. Hal itu membuat puisi sufistik jatuh pada tradisi puisi gelap, di mana yang disimbolkan, yang merupakan rekaan, diungkapkan dengan referensi yang menyimbolkan dari trasdisi sastra dan puisi su-fistik dunia. Terjadi pencanggihan diksi, dengan simbol-simbol dari referensi sastra dan puisi sufistik dunia - banyaknya karya sastra sufistik diterjermahkan.

Mungkin juga semacam laku escapisme transendental dari suasana sosial-poli-tik asimentris yang menekan. Dengan kata lain, puisi sufistik dekade 80-an merupakan masalah pilihan tema yang universal, tapi tetap dikembangkan dalam tradisi dandyisme puisi rimbun simbol - yang dipetik dari khazanah sastra sufistik. Semacam penjumlahan diksi. Fakta itu membuat saya percaya bila puisi sufistik dekade 80-an tidak lahir dari pengalaman riil, bukan ungkapan sesuatu yang Prima, tapi cuma dandyisme tema - pertama dalam perimbunan diksi simbolik. Palsu.

PUISI sufistik dekade 80-an merupakan puisi palsu - meski ada puisi yang ditulis oleh penganut sufistik dengan pengalaman riil sufistik. Sama-sama ada dalam tradisi simbolisme dan dandyisme merimbunkan diksi dengan simbol-simbol yang dipetik dari khazanah sastra dunia atau yang non-sastra. Semacam kebutuhan untuk menunjukkan penjelajahan intelektual dan keluasan wawasan. Tak mengherankan bila puisi-puisi yang non-intelektualistik, yang tak menunjukkan wawasan mendunia jadi sesuatu yang mencengangkan. Dianggap mutiara terpendam.

D Zawawi Imron, saya pikir, dijulangkan oleh itu. Kesederhanaannya - dalam sikap hidup dan berpuisi - jadi keutamaan. Idiom yang sangat lokal, diksi yang tak rumit, pengalaman yang riil seorang pedalaman yang kental tradisi pesantrennya jadi kekuatan. Sama seperti yang dilakukan oleh Linus Suryadi AG, yang mencoba memotret keluguan sahaya wanita Jawa dari luar, lewat prosa lirik panjangnya: Pengakuan Pariyem. Sesuatu yang ditafsirkan sebagai kebangkitan genre sastra lokal.

Sesuatu yang tidak dengan tradisi intelektual di dekade 80-an jadi alternatif - yang tak mungkin terulang saat ini, saat Postmo jadi anti intelktualisme, dalam ujud anti modernisasi terpola ke Barat, yang diungkapkan dengan intelektualistik. Dan posisi Aming Aminoedhin jadi nanggung karena ia hanya mengikuti pola perpuisian yang dominan, tapi tak memberi sumbangan tema atau pengayaan perimbunan diksi yang dandyistik yang orsinil. Mungkin.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez