Beni Setia
http://www.suarakarya-online.com/
TULISAN Indra Tjahjadi (Suara Karya, 18/11. 2006), dengan konteks perpuisian dekade 80-an mengapungkan tiga poin. Oleh Indra Tjahjadi diungkapkan adanya dua genre perpuisian yang dominan di dekade 1980-an. Pertama, corak puisi gelap yang dominan. Dua, corak puisi sufistik yang signifikan menggejala. Dan ketiga: posisi kepenyairan Aming Aminoedhin dalam peta perpuisian saat itu.
Tepatnya pengakuan pada karier kepenyairan yang dirintis ketika masih kuliah di UNS Solo. Ketika membentuk semacam gang sastra, dengan almarhum Kriapur yang menonjol sebagai penyair dan Wieranta yang menonjol sebagai cerpenis. Lalu Aming Aminoedhin menonjol sebagai apa? Bisa jadi sebagai aktor dan pembaca pu-isi - menghadiri Forum Penyair Indonesia ‘83 lebih sebagai pembaca puisi, dan diberi kesempatan tampil oleh Kriapur yang terundang, dan menikmatinya.
Tapi Aming menulis puisi dan memang mampu menunjukkan produktivitasnya sebagai penyair, yang mencapai puncaknya saat pindah ke Surabaya, sebagai PNS Diknas - dengan posisi sebagai motor majalah internal Diknas Jatim, sebelum pindah ke Balai Bahasa Surabaya. Bagi saya di phase ini pun Aming lebih dominan sebagai organisatoris yang memiliki kesabaran administratur kreativitas puisi.
Ia mengelola penerbitan sastra dalam bentuk media buletin stensilan dan photo copy. Tepat ketika di Indonesia menggejala kebangkitan sastra lokal via HP3N, yang ekspresi unggulnya meledak jadi maklumat forum Revitalisasi Sastra Ping-giran. Ia menerbitkan buku puisi dalam model serupa, dan melobi tempat dan urun biaya untuk kegiatan baca puisi. Di sana kelebihan Aming yang tidak tergantikan.
SAYA agak terganggu oleh tulisan Indra Tjahjadi, ketika membuat peta perpuisian dekade 80-an, yang terdiri dari puisi gelap dan puisi sufistik dalam satu tarikan nafas. Saya pikir terminologi puisi gelap tidak merujuk pada ketiadaan tema atau pesan puisi, juga bukan ketiadaan makna dan keengganan untuk berkomunikasi dengan simbol canggih yang rasional, sehingga pesan bisa dilacak. Bukan itu.
Puisi gelap tak berhubungan dengan pesan yang gelap tapi lebih merujuk kepada pola ekspresi simbolik yang terlampau subyektifstik, sehingga menyulitkan pemaknaan simbol oleh para apresiator - dengan referensi yang tersedia dalam khazanah sastra-budaya yang ada. Tidak heran kalau khazanah puisi Simbolik dan Surealistik Prancis - dengan Rimbaud, Baudelire dll - jadi rujukan dan dianggap jalan masuk. Kriapur saya pikir memetik khanazah puisi Simbolik dan Surealistik Prancis. Diksi-diksi puisinya menonjol dengan estetika macam itu.
Komunikasinya dengan Afrizal Malna juga karena referensi Simbolik dan Surealistik Prancis, terutama ketika Afrizal Malna sendiri agak bosan dengan kecenderungan puisi liris. Estetika yang memainkan emosi dan bahasa hingga kata tidak menghadirkan realita dan fakta tapi aura mistik - lewat GM, Sapardi Joko Damono, memuncak pada puisi mantra SCB. Ia ingin mengkaitkan diksi puisi dengan fakta dan realita, yang hadir apa adanya tapi meninggalkan kesan suralistik dan bukan suasana mistik. Ia menghadirkan teks prosaik, tumpukan benda-benda dan fakta yang tidak berkaitan tapi meninggalkan kesan aneh pada pembaca puisinya.
Saya pikir, bersama puisi Afrizalian itu hadir juga seorang F. Rahardi, yang menulis puisi dengan semangat mengganyang lirisisme dengan mempuisikan hal-hal yang kocak, realitas keseharian yang non-puisi, dan dengan diksi yang sarkas serta parodik kartunik. Dalam beberapa hal F Rahardi berhasil menuliskan genre puisinya, meski tak jadi rambu yang diikuti orang - ia sendiri berakhir di jalan buntu.
Penolakan pada tradisi liris menghasilkan puisi prosaik benda-benda Afrizalian, sajak sarkas parodik ala F Rahardi, dan sejumlah sajak yang terlampau rimbun dengan simbol. Kerimbunan yang dibaca sebagai upaya si penyair buat menterjemah-kan yang subyektif dengan yang obyektif. Di mana yang menyimbolkan dipilih dari khazanah (teks) obyektif agar yang disimbolkan menyapa. Celakanya, dandyisme ini masih berkutet dalam tradisi subyektivisme liris, karenanya jalur komunikasi ke yang disimbolkan via representasi yang menyimbolkan buntung. Terkatung-katung.
LANTAS di mana posisi puisi sufistik? Saya pikir puisi sufistik ada di antara tradisi liris yang mengesankan sesuatu dalam sugesti suasana dan puisi kritis yang dengan lantang menandai kondisi sosial-politik yang asimetris. Rendra menandai itu dengan menulis teks kritis tentang situasi saat itu dalam puisi dan drama, tetapi membentur dinding dan dibungkam. Meski begitu ada ketidakpuasan dan kerinduan untuk mengkapkannya. Ide Sastra Kontekstual Ariel Heryanto dipaksa Arief Budiman buat merujuk situasi sosial-politik asimetris - padahal awalnya tidak begitu.
Kerinduan pada sesuatu yang faktual dan universal tapi tak mengabur jadi lirisme dan tidak boleh jadi kritis karena takut cap kiri, melahirkan pemuasan kebebasan mengungkapkan yang faktual dan besar dalam ujud Tuhan. Dan berbeda dengan tradisi Iqbal yang rasional, pendekatan sufistik menyebabkan yang riil faktual itu, Causa Prima, hadir dalam lirisme dan menyapa sebagai ungkapan lirisme yang prismatik. Semacam dandyisme yang menghasilkan puisi gelap dengan tema mistis-religius. Kenapa?
Ada kekikukan karena tak ada pengalaman religius dari si penyair, semacam pencapaian tahap dialog dari pertemuan antar habib-chalik. Yang ada cuma referensi bacaan sastra dan sufi sufistik yang diadopsi. Hal itu membuat puisi sufistik jatuh pada tradisi puisi gelap, di mana yang disimbolkan, yang merupakan rekaan, diungkapkan dengan referensi yang menyimbolkan dari trasdisi sastra dan puisi su-fistik dunia. Terjadi pencanggihan diksi, dengan simbol-simbol dari referensi sastra dan puisi sufistik dunia - banyaknya karya sastra sufistik diterjermahkan.
Mungkin juga semacam laku escapisme transendental dari suasana sosial-poli-tik asimentris yang menekan. Dengan kata lain, puisi sufistik dekade 80-an merupakan masalah pilihan tema yang universal, tapi tetap dikembangkan dalam tradisi dandyisme puisi rimbun simbol - yang dipetik dari khazanah sastra sufistik. Semacam penjumlahan diksi. Fakta itu membuat saya percaya bila puisi sufistik dekade 80-an tidak lahir dari pengalaman riil, bukan ungkapan sesuatu yang Prima, tapi cuma dandyisme tema - pertama dalam perimbunan diksi simbolik. Palsu.
PUISI sufistik dekade 80-an merupakan puisi palsu - meski ada puisi yang ditulis oleh penganut sufistik dengan pengalaman riil sufistik. Sama-sama ada dalam tradisi simbolisme dan dandyisme merimbunkan diksi dengan simbol-simbol yang dipetik dari khazanah sastra dunia atau yang non-sastra. Semacam kebutuhan untuk menunjukkan penjelajahan intelektual dan keluasan wawasan. Tak mengherankan bila puisi-puisi yang non-intelektualistik, yang tak menunjukkan wawasan mendunia jadi sesuatu yang mencengangkan. Dianggap mutiara terpendam.
D Zawawi Imron, saya pikir, dijulangkan oleh itu. Kesederhanaannya - dalam sikap hidup dan berpuisi - jadi keutamaan. Idiom yang sangat lokal, diksi yang tak rumit, pengalaman yang riil seorang pedalaman yang kental tradisi pesantrennya jadi kekuatan. Sama seperti yang dilakukan oleh Linus Suryadi AG, yang mencoba memotret keluguan sahaya wanita Jawa dari luar, lewat prosa lirik panjangnya: Pengakuan Pariyem. Sesuatu yang ditafsirkan sebagai kebangkitan genre sastra lokal.
Sesuatu yang tidak dengan tradisi intelektual di dekade 80-an jadi alternatif - yang tak mungkin terulang saat ini, saat Postmo jadi anti intelktualisme, dalam ujud anti modernisasi terpola ke Barat, yang diungkapkan dengan intelektualistik. Dan posisi Aming Aminoedhin jadi nanggung karena ia hanya mengikuti pola perpuisian yang dominan, tapi tak memberi sumbangan tema atau pengayaan perimbunan diksi yang dandyistik yang orsinil. Mungkin.***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar