Abidah El Khalieqy
Pewawancara: Muhammad Syaifullah
http://www.korantempo.com/
Abidah El Khalieqy tidak hanya dikenal sebagai penyair, tapi juga novelis yang produktif. Lima novel telah ditulisnya, selain buku kumpulan puisi dan kumpulan cerita pendek. Salah satu novelnya, Geni Jora, memenangi Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta 2004. Perempuan kelahiran Jombang, 1 Maret 1965, yang mulai menulis sejak usia 12 tahun ini pernah memperoleh penghargaan seni dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (1998). Tahun lalu ia menerima Ikapi dan Balai Bahasa Award.
Melalui karya-karyanya, istri penyair Hamdy Salad ini menyuarakan persoalan perempuan. “Dalam benak saya, perempuan di Indonesia masih termarginalkan. Jadi, menurut saya, kondisi perempuan sudah sangat parah,” ujar ibu tiga anak ini.
Namanya melambung setelah novelnya, Perempuan Berkalung Sorban (2001), diangkat ke layar lebar oleh sutradara Hanung Bramantyo. Apalagi setelah film tersebut menuai kontroversi. Beberapa adegan di film Perempuan Berkalung Sorban (PBS) dianggap melecehkan pesantren dan kiai.
“Mana yang melecehkan? Ini adalah kritik bagi kiai dan pesantren yang kami cintai,” kata perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Putri Modern Persis, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, ini.
Di kediamannya, kawasan Maguwoharjo, Yogyakarta, Abidah menerima wartawan Tempo Muhammad Syaifullah untuk sebuah wawancara, Rabu lalu. Berikut ini petikannya.
Bagaimana proses kreatif Perempuan Berkalung Sorban?
Pada awalnya ini ide YKF (Yayasan Kesejahteraan Fatayat), LSM milik Nahdlatul Ulama Yogyakarta, untuk membuat suatu novel tentang pemberdayaan perempuan. Maka dirancang novel Perempuan Berkalung Sorban ini dan saya sebagai penulisnya.
Tujuan menulis PBS?
Novel ini untuk mensosialisasi hak-hak reproduksi perempuan yang sudah diratifikasi oleh PBB. Jadi saya ketika itu diminta mengadakan riset tentang hak-hak reproduksi perempuan selama hampir dua tahun. Riset lapangan untuk memberi setting tempat dan yang fisik-fisik selama tiga bulan, di Kaliangkrik, Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. Di satu kampung ada banyak pesantren salaf. Lokasinya di pegunungan. Saya juga menemukan orang-orang yang naik kuda.
Sesudahnya, mengikuti seminar-seminar yang dilakukan oleh YKF selama hampir dua tahun, kemudian saya menulis selama sembilan bulan. Karena kontraknya hanya satu tahun, dua tahun saya lakukan di luar kontrak.
YKF dan Ford Foundation yang membiayai proyek ini. Saya mau bekerja sama dengan Ford Foundation karena saya sebagai sastrawan dalam menulis, apa isinya, saya memiliki otoritas pribadi. Mereka tidak boleh ikut campur tangan. Sebetulnya semua isi dan teknik penulisan murni dari saya sebagai sastrawan. Ini memang sifatnya pesanan soal reproduksi perempuan. Tetapi kenapa saya mau–yang sebagai sastrawan memiliki independensi–karena yang diinginkan mereka adalah yang selama ini tema-tema yang menjadi sorotan saya. Kebetulan misi dan sorotannya sama.
Apa yang Anda sampaikan dalam PBS?
Saya ingin perempuan memiliki kemandirian, perempuan harus menguasai ilmu. Ilmu pengetahuanlah yang akan menjawab nasib perempuan. Derajat ditentukan dengan ilmu.
Kenapa memilih tema feminisme?
Awal-awal saya kuliah, saya aktif di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan kemudian saya tidak tertarik masalah politik. Ketika itu, isu tentang feminisme yang ditulis dalam novel seperti Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Sadawi dibahas di mana-mana. Saya juga mulai tertarik untuk membahas persoalan perempuan.
Dan dalam benak saya, perempuan di Indonesia masih termarginalkan. Jadi, menurut saya, kondisi perempuan sudah sangat parah. Memang harus dicari akar permasalahannya dan disuarakan sekeras-kerasnya. Artinya, harus ada revolusi pemikiran bahwa ini adalah sesuatu yang sangat mendesak. Selama ini soal perempuan memang sudah banyak ditulis, soal penderitaan mereka dan keterpinggiran mereka. Tetapi bagaimana solusi ke depan untuk menyikapi kondisi seperti ini kan belum ditulis.
Bagaimana Anda menanggapi kontroversi PBS?
Ini lucu dan ironi. Kenapa? Yang dikontroversikan mereka itu, ya, itu yang dikritik dalam film dan buku (novel). Anehnya, para pengkritik tidak mau nonton. Mereka tidak tahu sebetulnya dialog itu sebuah dialog (dalam novel dan film).
Misalnya adegan oleh para pelakon protagonis dan antagonisnya. Dalam film tersebut ada antagonisnya yang selalu menjawab. Contohnya, dalam Islam perempuan tidak boleh naik kuda. Menurut (dalam dialog) Annisa, perempuan boleh naik kuda. Zaman Nabi saja perempuan boleh naik kuda. Jadi dalam film itu adalah dialog antagonis dan protagonis. Mungkin yang mengkontroversikan tidak menyimak dialog yang katakan Annisa (tokoh protagonis dalam film PBS yang diperankan Revalina S. Temat).
Dalam PBS, yang mengatakan perempuan tidak boleh bepergian kecuali ditemani muhrimnya, meskipun untuk belajar, itu dikatakan oleh Kiai Hanan, yang menjadi oknum kiai yang antagonis. Ini pribadi, seorang manusia yang mengatakan, meskipun kiai, dia adalah manusia biasa. Meskipun dia kiai, bisa juga menjadi oknum.
Untuk memahami PBS dengan teori dekonstruksi, bahwa sesuatu yang baik itu tidak hanya bisa dimunculkan oleh tokoh protagonis, tapi antagonis pun bisa. Kalau yang disampaikan Kiai Ali Mustafa (KH Ali Mustafa Yaqub, imam besar Masjid Istiqlal), mestinya yang diucapkan kiai itu harus yang baik-baik. Kalau itu, semua orang juga sudah tahu. Tapi dalam film itu ada kiai yang seperti itu. Ini yang kita kritik dalam film PBS. Ini kan juga kritik untuk kiai yang seperti itu.
Kalau berani mengkritik dan berkukuh tidak mau menonton, kan (dia) tidak tahu. Dalam teori seni, ada teori dekonstruksi. Kalau saya dikatakan melecehkan pesantren, di mana letak melecehkannya? Tokoh utamanya kembali ke pesantren kan, untuk memperbaiki pesantrennya.
Apakah film ini melecehkan Islam?
Tidak. Ini tidak melecehkan Islam. Justru film dan novel PBS mengkritik para kiai dan kitab kuning, khusus untuk hadis-hadis misoginis, hadis-hadis yang berkarakter menyudutkan perempuan. Di beberapa pesantren salaf, masih ada buku-buku yang diajarkan, seperti Kitab Uqudullujain fi uqudizzujain. Seakan-akan kitab-kitab seperti Riyadlussholihin, yang kesahihannya sudah dijamin, malah dikesampingkan, meskipun juga diajarkan dengan porsi sedikit. Yang akan kita kritik, ya, itu. Kenapa mengkritik para kiai dan kitab kuning? Karena saya cinta mereka, mosok saya bisa membiarkan ini berlanjut turun-temurun dari abad ke abad. Pesantren adalah satu institusi tempat pola pikir dari zaman ini dibentuk. Karena pesantren merupakan agen perubahan untuk zaman ini. Kalau mereka melakukan seperti itu, mereka bisa menciptakan pola pikir yang keliru dari zaman ke zaman. Novel PBS menawarkan upaya reinterpretasi Al-Quran dan rekonstruksi fikih.
Maksudnya?
Bahwa fikih kita yang diajarkan di pesantren sudah kedaluwarsa. Fiqih merupakan hukum-hukum yang menjawab tantangan zaman dari para ulama. Dan zaman ini selalu berubah. Tetapi fiqih kita dari zaman tabiuttabiin sampai sekarang tidak berubah. Itu yang perlu direkonstruksi.
Kenapa sampai sekarang perempuan masih tertindas? Karena ada referensinya, ketika para ulama mengartikan “arrijalu qowwamuna alannisa”. Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Benarkah kata qowwamuna di sini berarti pemimpin? Ternyata para tokoh feminis Muslimat, baik dari Pakistan, Maroko, maupun Saudi, melakukan penelitian dan terbukti kata-kata itu dalam kamus kuno bukan berarti pemimpin. Artinya adalah pembimbing atau mitra sejajar.
Yang dipakai oleh orang Arab sendiri dari kata qoum, yang berarti pembimbing, teman sharing, mitra sejajar. Tapi selama ini para ulama, terutama yang menafsirkan Al-Quran, masih mengartikannya sebagai pemimpin. Itu sudah dari abad ke abad. Ini jadi landasan bagi para laki-laki menganggap dirinya sebagai pemimpin. Maka perempuan menjadi kelas dua, konco wingking (teman di belakang). Pola pikir ini membentuk pola pikir zaman dan ini membentuk kebudayaan.
Adakah adegan yang tak ada di novel tapi ada di film?
Ada beberapa: pembakaran buku, adegan rajam. Kalau dialog dalam bahasa Arab, untuk keperluan penggambaran pesantren biar lebih hidup.
Bagaimana kalau film dan novel ditarik dari peredaran?
Sebelum di-launching, film PBS kan sudah lulus sensor melalui LSF (Lembaga Sensor Film), sedangkan di LSF kan juga ada unsur dari MUI, ya, para kiai. Dan itu tidak disensor.
Apa ada permintaan novel PBS ditarik?
Tidak. Banyak yang menganggap dilarang. Malah sudah 13 ribu eksemplar dibagikan. Sekarang dicetak lagi. Dalam tiga minggu sudah lebih dari 50 ribu kopi terjual. Tapi royalti belum dibicarakan, sampai sekarang belum ada.
Apa pengaruh pesantren dan pendidikan Anda di Universitas Islam Negeri dalam tulisan?
Pemikiran dari pesantren yang saya serap, saya berawal dari pesantren dan kuliah di UIN (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta). Mungkin saya kesulitan menulis PBS jika tidak didasari dua institusi itu. Basis pesantren memudahkan saya mengetahui karakter pesantren.
Bagi Anda, lebih sulit mana, menulis novel atau puisi?
Menulis novel lebih bebas mengekspresikan ide. Menulis puisi itu mewah; memerlukan energi yang luar biasa. Butuh kesiapan, intensif dengan refleksi. Lebih berat menulis puisi. Dari sekian gagasan harus dikristalkan dengan beberapa kata. Tetapi banyak yang mengkritik novel saya puitis.
BIODATA
Nama: Abidah El Khalieqy
Lahir: Jombang, 1 Maret 1965
Pendidikan: Fakultas Syariah IAIN (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1990
Pekerjaan: Penulis (sastrawan)
Status: Menikah (suami Hamdy Salad, dengan tiga anak)
Karya:
* Ibuku Laut Berkobar (puisi, 1997)
* Menari di Atas Guntingv (cerita pendek, 2001)
* Perempuan Berkalung Sorban (novel, 2001)
* Atas Singgasana (novel, 2002)
* Geni Jora (novel, 2004)
* Mahabbah Rindu (novel, 2007)
* Nirzona (novel, 2008)
* Mikraj Odyssey (cerita pendek, 2009)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar