Minggu, 22 Agustus 2010

Cinta, Sastra, dan Kita

Matroni El-Moezany
http://www.sinarharapan.co.id/

Cinta tak lain adalah sebuah reaksi kimia tubuh yang segalanya bisa diterangkan sebagai persoalan senyawa kimia. Belakangan ini para ilmuwan semakin tertarik menerangkan perasaan manusia sebagai gejala kimia biologi.

Bukan lagi gejala jiwa atau psike. Sesungguhnya ini sangat kontroversial. Tren penemuan-penemuan belakangan ini menunjukkan bahwa yang selama ini dianggap sebagai jiwa dalam bentuk sifat, perasaan, perilaku ini dapat dikendalikan bahkan diubah melalui manipulasi hormon dan senyawa kimia otak.

Jadi, implikasi secara ekstrem adalah tak ada jiwa, tak ada badan, tak ada psikis, yang ada biologi. Tak ada ruh, yang ada organisme, kalau tak ada ruh, ya tak ada yang namanya hari kiamat.

Bukanlah aku sangat paham akan cinta dan bila kusingkap dan kutumpahkan cinta kekasihpun telah menyingkapkan dan menampakkan dirinya sungguh aku hanyalah mencintai cinta (Puisi Amien Wangsitalaja).

Demi pemahaman akan cinta kita semua butuh pengetahuan, serta cinta adalah konsekuensi eksistensi manusia di muka bumi. Dunia bukan hanya untuk kepuasan atau kebutuhan praktisi melainkan gairah untuk mengetahui. Cinta adalah sikap, sesuatu orientasi watak yang menentukan pribadi dengan dunia keseluruhan bukan menuju objek cinta yang mempunyai suatu tindakan yang aktif, bukan perasaan yang pasif. Itu pun harus berdiri dalam cinta, tidak jatuh ke dalamnya (Erich Fromm).

Dalam bukunya Enduring Love, Ian McEwan, seorang novelis yang amat terpukau pada spekulasi senyawa kimia, mengatakan bahwa lewat tokoh utama novel itu: tidaklah cinta hanyalah tipuan tubuh agar kita berkembang?

Bukankah drugs peningkat kadar dopamin dan serotonim telah beredar kerap kali dipakai di pesta-pesta? Dopamin dan serotonim senyawa yang membuat orang berbunga-bunga dan merasa kuat, yang diproduksi dengan kadar tinggi dalam tubuh orang sedang mabuk asmara.

Itu sama menariknya asmara hubungan antara orang tua dan anak, terutama ibu dan anak yang dianggap sebagai naluri. Tentunya cinta mempunyai kesejukan, ini terlihat keakraban dengan alam dan lingkungan yang kian bermakna saat ketenteraman dan kedamaian berpadu dalam hati masyarakat walau lambat laun teknologi dan imformasi akan merangsek tatanan tradisi budaya itu sendiri.

Cinta tidak terlepas dari masalah yang berkaitan mengenai sastra romantis dan sastra itu sendiri, dan kita tak lepas dari kaitan antara karya, sastrawan, masyarakat, maupun negara, serta kebijakan ideologi yang dianut. Hubungan keempat unsur tersebut memang sudah diperdebatkan sejak zaman Plato dan kerap kali menimbulkan peristiwa yang tidak mengenakkan.

Peristiwa itu bisa berupa pengusiran atau pencekalan sastrawan dan karyanya. Dan itu pun terdapat bukti yang tertera dalam daftar yang sangat panjang dari peristiwa itu: Boris Pasternak, Solzhenitsyn, Anna Akhmatova di Rusia, Celine, Victor Hugo di Prancis, Pramoedya Ananta Toer, Rendra, Muchtar Lubis, Emha Ainun Najib di Indonesia dan masih banyak lagi yang lainnya.

Namun, hubungan sastra dengan kita juga tak jarang menimbulkan bisnis antara para sastrawan yang mau menjadi pendukung dan alat penyebar kebijakan pemerintah.

Cerpen, seperti tugas-tugas bentuk lain sebagaimana dinyatakan Budi Darma adalah membentuk jiwa humanitat yakni membentuk manusia yang halus, manusiawi, dan berbudaya. Hal ini akan terjadi apabila dicapai pencanggihan estetika bentuk dan isi. Inilah yang membedakan antara sastra dari berbagai jenis tulisan lainnya.

Mayoritas yang dicari pembaca dari sastra ialah penuangan yang berbeda dari jenis-jenis tulisan yang lain. Jika hanya mencari isi dan aspirasi bisa dicari dalam bentuk tulisan di luar sastra, ini berarti sastra tidak membatasi aspirasi. Pada kodratnya sastra memiliki peran dalam istilah Mathew Arnold sebagai criticsm of life (kritik kehidupan).

Dalam hal ini kita harus setuju pada sesuatu yang pernah diungkapkan Budi Darma bahwa pengarang mampu menjaga jarak antara sastra dan emosi serta aspirasi baik sebagai individu maupun sebagai wakil dari kesadaran yang kolektif agar terbatas dari pencemaran emosi.

Dengan demikian, estetiknya sastra tetap terjaga. Pada dasarnya sastra—meminjam istilah Goenawan Mohamad—mengandung pengabdian atau peran yang tak cuma untuk dirinya sendiri di dunia yang penuh dengan masalah sastra. Ia tak bisa mengabaikan realitas dengan hanya mengotak-atik hal-hal dan formal dan hanya mementingkan estetika bentuk seperti yang dikehendaki paham seni untuk seni.

Dan masih ada sastrawan pencari nafkah, sastrawan pelampias nafsu, sastrawan iseng, macam-macam. Ada juga yang semoga diizinkan saya sebut sastrawan hati nurani (YB Mangunwijaya).

Melihat hal seperti itu kita harus sadar dan menyadari bahwa jadi penulis (sastrawan) sangat banyak godaannya. Baik itu godaan harta, kekuasaan, nafsu rendah. Namun ibarat emas di dalam debu (pinjam kata Rumi) ada juga sastrawan hati nurani (YB Mangunwijaya). Dalam sejarah kehidupan kita sehari-hari kita dapat dengan mudah menemukan fenomena seperti itu.

Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini seperti di era kini lebih banyak memilukan bagaimana banyak para sastrawan yang hanya menjual kekerasan dan mimpi kosong pada khalayak dan para sastrawan yang bersedia bekerja keras, jauh dari sikap kemaruk harta. Problemnya yang paling menurun pembentukan estetika moral dalam kebudayaan Indonesia yang disebabkan tidak berkembangnya sistem imbalan dan sanksi, bukan hanya karena ketidakadaan model di antara para budayawan.

Tetapi apakah seorang pemuda yang babak-belur karena membela seorang gadis yang hendak diperkosa, mendapat insentif sosial dan perhatian para budayawan dan pemerintah. Padahal, sastrawan yang diharapkan dan sesuai dengan Alquran adalah sastrawan yang memiliki hati nurani yang bersih dan halus.

Jadi pada akhirnya, jika melihat fenomena di atas yang menentukan apakah karya sastra dapat mencerahkan atau tidak, itu bukan terletak pada bahan ceritanya yang baik atau buruk, tetapi lebih bagaimana sikap estetika seorang sastrawan ketika merespons persoalan tersebut. Sikap estetika ini tentunya dipengaruhi oleh ideologi dari sang sastrawan. Ideologi yang tidak berarti sastrawan harus berafiliasi terhadap orientasi ideologi pilitik tertentu dan ideologi itu lebih mengarah pada world view, yaitu bagaimana sastrawan melihat alam semesta.

Terlihat dengan masalah pandangan dunia sastra, itu tidak terlepas dari filsafat pemaknaan-pemaknaan terhadap gejala-gejala alam. Baik yang datang dari oksidentalisme maupun dari bangsa Timur. Sadar atau tidak sejarah juga melihat dan mencatat bahwa sastra Barat tidak sepenuhnya bersih, tetapi penuh dengan genangan darah. Hal ini karena sejarah sastra Barat merupakan bagian integral dari sejarah panjang kolonialisme dan imprealisme yang sangat menyengsarakan bangsa-bangsa Timur.

Memang dalam era saat ini banyak mainstream yang mengalami pergeseran paradigma (sheftim paradigm) jika sudut problematika tersebut dipertajam, maka lewat merebaknya cinta yang tidak saja mengubah keberadaan dunia, tapi juga mentalitas dan cara berpikir, yang dirasakan paling mendesak saat ini adalah perubahan mentalitas seseorang dalam menghadapi persoalan, baik itu persoalan fisik maupun mentalitas yang berhubungan dengan tingkah laku.

Oleh karena itu, tolok ukur untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat apresiasi sastra di suatu masyarakat selalu tidak jelas. Oleh sebab itu, Taufiq Ismail menyatakan bahwa tingkat apresiasi sastra masyarakat kita masih payah tentu saja benar atau sebaliknya.

Persoalan ketidakjelasan ini sudah barang tentu bermuara pada parameter yang digunakan sinyalemen itu, di samping pemahaman yang tepat untuk membumikan sastra itu sendiri. Masalah dalam pengembangan sastra Indonesia adalah sistem pendidikan. Bertahun-tahun peran pendidikan di negara ini adalah sebagai penyeragaman pendapat, dan bukan pemandaian masyarakat.

Tentu saja sastra hanya sepetak ladang kata, tidak lebih dari itu. Dan jika kekuasaan korup maka sastralah yang membersihkannya.

*) Penulis adalah Staf Devisi Sastra dan Budaya Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta & Forum Sastra Pesantren Indonesia (FSPI).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez