Hamdy Salad
http://www.sastra-indonesia.com/
Segala sastra, baik puisi maupun prosa, tak pernah lahir dari ruang hampa. Selalu saja tersirat di dalamnya jejak-jejak kehidupan manusia. Jejak-jejak yang dapat dibaca secara estetis melalui kenyataan psiko-individual, sosio-kultural, dan religio-spiritual. Itu sebabnya dalam dinamika sejarahnya sampai kini, banyak definisi dan istilah sastra yang berkembang di tengah masyarakat, termasuk di dalamnya apa yang sering disebut dengan – sastra religius.
Sebagai salah satu di antara istilah populer dalam perekembangan sejarahnya, bahasan mengenai sastra relegius telah menjadi perdebatan dari masa ke masa. Bahkan telah dianggap sebagai genre (aliran) tersendiri dalam ranah kesusastraan. Sehingga lahir pula istilah-istilah lain yang berdekatan denganya. Seperti sastra mistik, sastra holistik, sastra transenden, sastra filsafat, sastra pencerahan, sastra terlibat dunia dalam, dan lain sebagainya.
Di tengah laju globalisasi terkini, keberadaan wacana maupun karya sastra relegius terasa penting untuk diaktualisasi. Hal ini diperlukan bukan saja karena dunia sastra membutuhkan keseimbangan, tapi juga disebabkan oleh melubernya praktik-praktik budaya yang semakin jauh dari nilai moral dan keagamaan. Sehingga logika-logika metafisikal yang menjadi bagian utama dari tanda kesempurnaan manusia dalam kehidupan sehari-hari, kian melenyap dan terlupakan.
Oleh karenanya, apapun bentuk dan jenis karya sastra yang terlahir atau dilahirkan dalam ranah religius, memiliki keniscayaan kultural untuk membebabaskan kawasan jiwa manusia dari kemiskinan spiritual. Dengan begitu, keberadaan sastra religius masih berdaya untuk diberi narasi dan dipetik hikmahnya sebagai pelecut kesadaran iman. Sebagai refleksi estetis bagi manusia untuk membangun kembali aspek-aspek relegius, transendensi dan spiritualitas yang tercecer di sekitar lingkungan individu, keluarga, masyarakat dan bangsa. Sekaligus mencuatkan makna apresiasi sastra religius yang lebih lengkap, lebih hidup, lebih indah dan mempesona, dari sekadar media untuk menebarkan doktrin-doktrin agama itu sendiri.
Ekspresi dan Kreativitas
Setiap karya sastra yang memiliki kecenderungan simbolik untuk mendekati manifestasi ide-ide ke-Tuhan-an, baik dalam ranah kehidupan individual maupun sosial, dapat dikategori sebagai - sastra religius. Dengan kata lain, bentuk-bentuk sastra relegius mengandungi ekspresi estetis yang merujuk pada pengalaman dan penghayatan terhadap eksitensi Tuhan dalam kehidupan manusia. Unsur-unsur tematik sastra yang bermuara pada hal-hal yang bersifat metafisik, doa, pujian, permenungan diri, hari kebangkitan, surga dan neraka, atau tema-tema lain yang berkisar pada esensi kepercayaan, merupakan bagian dari dimensi keutamanya. Oleh karena itu, percakapan sastra relegius tidak sepenuhnya dapat dinisbahkan dengan tradisi dan budaya, suku maupun agama tertentu.
Namun demikian, kecenderungan ekspresi sastra relegius secara lebih spesifik dapat dipahami bukan saja sebagai media untuk menghayati eksistensi Tuhan, tapi juga dapat dimaknai sebagai kreativitas estetis untuk mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama. Bentuk-bentuk karya sastra relegius yang mengekspresikan ide-ide ke-Tuhan-an, nilai dan ajaran agama tertentu, sering disebut dengan - unsur-unsur relegiusitas dalam karya sastra, sastra bernafaskan agama, atau sastra keagamaan.
Pertumbuhan sastra keagamaan, terutama dalam khazanah budaya Melayu-Indonesia, banyak didominasi teks-teks sastra yang bersumber pada nilai dan ajaran agama Islam. Sehingga munculah ragam istilah yang kemudian dikenal dengan; sastra relegius Islam, sastra bernafaskan Islam, atau sastra bertema ke-Islaman. Dan dalam tulisan ini lebih sepakat untuk menyebutnya sebagai - Sastra Islam.
Penyebutan Sastra Islam, memiliki kecenderungan untuk memasuki wilayah-wilayah estetis maupun teologis yang membias dalam teks sastra maupun proses-proses kreatif yang ditempuh oleh pengarangnya. Secara estetis, sastra Islam memiliki arahan untuk memusatkan maknanya (bentuk dan isinya) yang merujuk pada substansi nilai-nilai keislaman yang bersumber pada al-quran, maupun tradisi dan pengetahuan yang lahir dari penafsiran terhadapnya. Melalui unsur definitif tersebut, kemungkinan Sastra Islam memiliki konsepsi yang lebih mendasar, yang dapat diturunkan dan diuji melalui ruang ekspresi maupun proses-proses kreasi yang membias dalam karya sastra. Sehingga dapat ditemukan gagasan-gagasan utama yang dapat dikembangkan sebagai landasan teoritik dalam proses penciptaan maupun pembacaan. Bahkan dapat juga digunakan untuk mencari dan menemukan perbandingan-perbandinganya dengan wacana kesusastraan di luar dirinya.
Dari Profetik ke Sufistik
Dalam khazanah sastra Indonesia , terutama pada periode klasik, gagasan-gagasan sastra Islam telah lahir dan berkembang bersamaan dengan masuknya pengaruh agama ini ke dalam berbagai wilayah tradisi dan budaya Nusantara. Keberadaan Sastra Melayu (syair, pantun, gurindam), Sastra Jawa (babad, serat, suluk), dan Sastra Pesantren (sastra kitab, singiran, nadhoman) setidaknya dapat direpresentasi sebagai awal dari kelahiran gagasan sastra Islam di Nusantara. Dan ketika sastra Indonesia modern lahir, tumbuh juga di dalamnya gagasan-gagasan Sastra Islam Indonesia Modern dengan berbagai polemik yang menyertainya.
Gagasan-gagasan Sastra Islam Indonesia Modern, secara tidak langsung telah muncul ke permukan sejak tahun 60-70 an. Gagasan-gagasan itu lahir bukan saja dalam bentuk karya, tetapi juga dalam bentuk wacana. Dalam bentuk karya, gagasan termaksud tersebar melalui teks-teks sastra yang dihasilkan oleh sejumlah sastrawan muslim dari berbagai periode angkatan sastra Indonesia sampai terkini. Dalam bentuk wacana, gagasan Sastra Islam Indonesia Modern telah memunculkan ragam istilah yang berbeda, namun memiliki arah dan tujuan yang hampir sama. Beberapa di antaranya ialah; sastra Islami, sastra ibadah, sastra dakwah, sastra dzikir, sastra kaffah, sastra sajadah, sastra qurani, dan lain sebagainya. Istilah-istilah tersebut digunakan oleh para pendukungnya sebagai usaha untuk menjelaskan keberadaan dan kemungkinan-kemungkinan Sastra Islam dalam proses kreatif maupun ekspresi estetiknya. Selain itu, ada dua istilah lagi yang sangat berpengaruh, dan dikembangkan secara paragdimatik oleh penggagasnya sebagai wacana utama dalam dinamika sastra Islam Indonesia modern, yaitu Sastra Profetik dan Sastra Sufistik.
Sebagai istilah, terminologi profetik diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Roger Garaudy (filosof Ateis Perancis menjadi muslim) melalui kajian filsafat. Menurutnya, filsafat Barat telah membunuh “Tuhan dan manusia” dalam kebudayaannya, dan karena itu diperlukan adanya pencerahan baru yang mengajak manusia dan komunitas-komunitas agama maupun kebudayaan untuk mengenali kembali filsafat kenabian, serta berusaha mengaktualisasikannya melalui dimensi sosial dan budaya, seni dan kesusastraan. Gagasan-gagasan profetik dalam ranah seni, dikembangkan lebih jauh oleh Al-Faruqi dan Husein Nasr. Sedangkan dalam ranah sastra telah dieksplor secara kreatif dan mendalam oleh Rumi, Iqbal, Nizar Kabbani, Kasim Ahmad, Emha Ainun Najib, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, gagasan budaya profetik dipopulerkan oleh Kuntowijoyo (pada awal 1980-an) ke dalam kajian ilmu sosial, dan kesusastraan. Sehingga di kemudian hari, lahirlah paradigma baru yang disebut – Ilmu Sosial Profetik, dan Sastra Profetik. Gagasan profetik Kunto lebih lanjut dapat dipahami sebagai proses-proses kebudayaan yang mendasarkan aktivitasnya pada tiga dimensi pokok yang merujuk pada wahyu suci al-Islam (Qs. 3: 110), yakni amar makruf (humanisasi), nahi munkar (liberasi) dan tukminu billah (transendensi). Dimensi pertama, memiliki muatan untuk memanusiakan manusia sesuai dengan peran budaya yang dimiliki. Yang kedua, mengandungi perjuangan untuk membebaskan manusia dari penindasan dan perbudakan sistem budaya yang sedang berlangsung. Yang ketiga, mencakupi perlawanan kreatif yang bersifat relegius dan spiritual terhadap ideologi-ideologi budaya sekuler.
Bentuk-bentuk ekspresi sastra profetik dapat diapresiasi melalui unsur-unsur estetik, kode dan simbol, kisah dan peristiwa, tokoh dan karakter, narasi dan dialog, yang tersirat maupun tersurat dalam teks sastra. Apapun bentuk dan jenis karya sastra, yang mengandungi muatan ketiga dimensi tersebut, dapat dikategori ke dalam kecenderungan ekspresi sastra profetik. Sedangkan karya-karya sastra yang hanya mengandungi salah satu di antaranya, atau didominasi oleh satu demensi saja, tidak termasuk dalam kategori tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya (pada akhir 1980-an), wacana sastra profetik dielaborasi secara spasial oleh Abdul Hadi WM ke dalam terminologi baru yang disebutnya – Sastra Sufistik. Namun demikian, istilah “sufistik” telah digunakan dalam kajian filsafat klasik oleh E.H. Palmer (1867), R.A. Nicholson (1914) dan Muhammad Abdul Quasem (1976), serta sebutan lain yang berdekatan dan dipakai oleh Braginsky (1993) dengan istilah “tasawuf puitik”. Dari kandungan semua istilah termaksud, dengan aras yang berbeda, kemudian digunakan Abdul Hadi untuk mengidentifikasi berbagai kecenderungan estetik sastra Islam, khususnya di Indonesia . Dan sejak itu, wacana sastra sufistik telah mengada, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah sastra Indonesia.
Berbeda dengan sastra profetik yang mensyaratkan adanya dimensi humanisasi, liberasi, dan transendensi, konsepsi sastra sufistik lebih memusatkan penalarannya pada unsur estetik yang bersifat transenden. Nilai-nilai transendensi dapat diidentifikasi melaui ekspresi spiritual (ruhaniyah), baik dalam konteks teologis (hablumminallah) maupun kultural (hablumminnas) yang terkandung dalam teks sastra. Dengan sendirinya, kecenderungan sastra sufistik tidak semata dibatasi oleh masalah -masalah ke-Tuhan-an, tetapi juga memiliki kemungkinan tematik yang digali, dan diangkat dari realitas kehidupan manusia. Makna profetik menekankan pada aspek-aspek perlawanan dan pemberontakan terhadap realitas budaya melalui ruang sosial (peran manusia sebagai khalifah), sedangkan sastra sufistik memiliki kecenderungan untuk menghayati dan merenungkan realitas budaya ke dalam ruang individual (peran manusia sebagai abdillah).
Karena itu pula, konsepsi sastra sufistik memiliki jaringan tekstualitas secara langsung maupun tidak langsung dengan disiplin tasawuf, tarekat, dan ragam ekspresi estetik kaum sufi. Akan tetapi, tidak semua sastrawan yang menghasilkan karya sastra sufistik dapat digolongkan sebagai kaum sufi. Begitupun sebaliknya, tidak semua kaum sufi dapat melahirkan karya sastra, atau disebut sebagai sastrawan.
Dengan demikian, narasi sastra dalam ranah relegiusitas maupun keagamaan, tidaklah bersifat tunggal dan seragam. Tapi memiliki perspektif wacana dan ragam estetika yang berakar pada realitas sosial, tradisi dan kebudayaan di sekitar kehidupan pengarangnya. Sebab ekspresi relegiusitas dalam karya sastra, khususnya Sastra Islam, bukanlah sekadar media untuk menyampaikan, merenungi atau mengkritisi ajaran agama, tetapi juga dapat digeledah sebagai bagian dari sejarah dan perkembangan, perubahan dan pergeseran wacana dalam dunia sastra itu sendiri.
**) Pernah dimuat di Jurnal Kebudayaan The Sandour, edisi III, 2008, PuJa.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar