Jumat, 24 Juli 2020

SANTRI DAN SIKAP JALAN TENGAH

(Sebuah Catatan Ringan)
Zehan Zareez

Kita tidak bisa mengingkari bahwa segala kejadian punya sebab. Kejadian-kejadian yang terjadi ini lah yang pada akhirnya kita namai qadar. Sejauh apapun seseorang mengupayakan sesuatu agar tidak terjadi (baik terhadap dirinya maupun yang lain) jika memang Allah menghendaki terjadi maka akan tetap terjadi. Di sini lah (dalam sorot pendapat mayoritas) muncul perintah qanaah, sabar, tawakkal, ihtiyar, pasrah atau dlsb.

Sebuah kejadian bisa terjadi (alias diterjadikan) lantaran memiliki sebab. Meskipun pada hakikatnya Allah berhak saja menjadikan segala kejadian --- dengan atau pun tanpa sebab. Terserah Allah tentunya. Terselipnya sebab-sebab sebelum kejadian tersebut sebenarnya merupakan hikmah besar; bahwa Allah tiada pernah membentuk sebuah tatanan kehidupan yang rumusnya di luar rasionalitas manusia; yang dalam hal ini sebagai satu-satunya mahluk berpikiran. Jika pun dalam rute perjalanan kehidupannya nanti didapati sebuah kronologis yang terjadi tanpa alasan, maka 'zhann'/rumangsa terbaik adalah kembali pada tabiat manusianya sendiri yang sedang gagal menafakkuri sebab-sebab dari kejadian yang terjadi.

Tidak ada, atau bahkan tidak mungkin pernah ada satu ihwal pun yang kita alami di kehidupan ini tanpa keterlibatan Allah sebagai Yang Maha Menghendaki. Perkara disukai atau tidak, mencemaskan atau membahagiakan, membingungkan atau memcerahkan merupakan sub bahasan lain. Tugas manusia adalah berserah. Berpasrah atas kejadian apa pun yang terjadi sekaligus sigap menyalakan cambuk sirine bahwa segala kejadian punya titik kembali.

Allah tidak kejam. Dia Maha Rahman. Mustahil dalam penciptaanNya, Dia menciptakan (katakan) satu mahluk dengan jatah penderitaan dan ketidakbahagiaan total sepanjang umur ia dihidupkan. Pasti ada sisi bahagianya, ada sisi baiknya, sisi bermanfaatnya dan masih banyak sisi-sisi potentif yang lain. Asal sakelar pikirannya dihidupkan, dinyalakan demi menuju titik terang kebijaksanaan-kebijaksanaan yang teka-teki. Begitu pula dalam sebuah kaum, tatanan masyarakat, suku maupun bangsa. Tidak mungkin ada kaum yang diciptakan tanpa fungsi dan faedah. Sekelas masyarakat Yahudi pun (dalam sejarahnya) pernah menjadi sebuah kaum yang begitu dimanja oleh Allah. Kemanjaan, bukankah bisa terjadi lantaran adanya guyuran kasih sayang?

Sebuah retorika takdir yang mengujung pada perseteruan, rata-rata dihasilkan dari gagalnya manusia dalam meletakkan dirinya sendiri --- sebelum akhirnya terlalu berani memberikan nilai. Bayangkan saja, satu buah peristiwa heroik sedang diseterukan sepuluh orang yang buta diri. Apa yang akan terjadi ? Semakin 'ambyar'nya nilai tuju, bukan ? Di titik ini lah kita semua diuji dalam memahami toleransi. Dan di titik ini pulalah kita sering membatalkan diri dari kefitrahan sebagai mahluk sosial. Jika kita sengaja berjalan dengan sandal jepit yang putus, otomatis kita juga harus siap berjalan lamban dengan sedikit upaya susah tanpa kenyamanan. Pendapat demikian satu rumus dengan sebuah kaidah fiqih "ar-ridho bi as-syai', ridho bi maa yatawalladu minhu".

Kerelaan kita dalam suatu hal, menjadikan kita mau tidak mau rela pula atas resiko yang dilahirkan. Tidak ada satu pun sikap yang nol resiko. Keberanian kita dalam melepas identitas tafakkur yang seharusnya melekat, otomatis melahirkan kerumitan yang mau tidak mau memang harus kita terima sebagai resiko. Terlebih, keberanian ini diambil bukan hanya satu atau dua orang. Katakan satu kaum, satu masyarakat kota, atau negara. Dapat dipastikan lebih besar pula resikonya.

Jika dalam hal ini yang bermasalah sebatas diri sendiri, maka tak ada solusi lain yang paling tepat selain tafakkur insaniyah secara pribadi. Satu sakit diobati, maka potensi sembuhnya menjadi besar. Namun jika yang bermasalah ini masing-masing kepala, maka tentu peluang penyembuhan menjadi kecil, lantaran setiap dari yang sakit harus menjadi dokter terhadap sakitnya sendiri-sendiri. Belum lagi, sebagian besar dari kita, konon angkuh menganggap sedang dalam keadaan tidak sakit. Tentu akan semakin rumit. Perseteruan dan kegaduhan semakin membesar, ditambah kurang adanya kesadaran bahwa penyebab dasarnya adalah kita sendiri yang selalu mengaku tidak jadi penyebab.

Kasus ini sebenarnya erat berkaitan dengan fenomena virus corona yang telah menjadi pandemi di tengah kita semua. Jutaan sudut pandang mengungkap bicara dengan modal dasar kenihilan masing-masing. Saling dibenturkan, saling ditumpang-tindihkan, saling sorot. Kesepakatan hanya terjadi di titik; bahwa ternyata para pemilik sudut pandang tersebut masih sama-sama takut dengan kematian. Termasuk mereka yang gencar menyuarakan; kematian adalah mutlak ketentuan Allah.

Seorang pakar khatulistik mengatakan virus ini muncul dari Wuhan. China pada akhirnya menjadi negara kasihan lantaran dituduh sebagai biang. Seorang dokter andil bersuara bahwa virus jenis ini belum ada obat konkritnya. Diraciknya formulasi-formulasi baru sebagai penangkal yang ampuh, meski belum sempurna. Beberapa pakar agama pun nimbrung mengemas mufakkat meletupkan dentuman-dentuman kesabaran, kepasrahan dan lain sebagainya. Tak kalah, elit pemerintah gencar memberikan himbauan-himbauan kewaspadaan. Normal. Dan wajar. Sampai di titik ini, pola sebenarnya sudah berjalan cantik. Karena pakar memang harus berani bicara tentang keahliannya, dan ahli dituntut tegas bersuara di lingkup bidangnya. Tugas kita (sebagai masyarakat) harusnya meletakkan diri sebaik-baiknya, sebelum bersikap sebijak-bijaknya. Itu saja.

Patut mendapat prihatin lebih tatkala tafakkur insaniyyah tadi dikesampingkan. Misal pakar kesehatan yang seharusnya bicara banyak tentang ilmu kesehatan beralih mulut membicarakan ketuhanan. Para ulama menjadi tak laku kalam-kalamnya. Mereka pun akhirnya memilih jadi pendebat, hanya karena tak ingin martabatnya jatuh. Belum lagi seluruh kepala dalam masyarakat menyulap dirinya masing-masing menjadi yang seolah paling paham pola atur pemerintahan. Pemerintah kehilangan fungsi sebagai yang berwibawa dalam pengambil keputusan. Akhirnya memilih menjadi masyarakat biasa yang asal lempar mulut dan warta ke tetangga-tetangga. Kerumpangan akan jelas terjadi bahkan kian tak terarah. Ujungnya, kegelisahan bukan lagi ada di titik bagaimana virus ini musti dihentikan. Tapi justru jauh, bagaimana tatanan kesadaran masyarakat ini harus dikembalikan.

Semua faktor memiliki pembenarannya masing-masing, selagi pemberi dasar adalah pakar dan ahlinya. Seluruh gejala bisa mendapat ruang kebenaran, selagi disertai kesadaran tentang luasnya ilmu dan rahmat yang ada di dalam perbedaan. Tapi seluruh rangkuman-rangkuman kebenaran akan batal menjadi benar, jika polanya diterjang.

Jadi, bagaimana?
Sebagai masyarakat biasa wajibnya ya patuh terhadap kebijakan pemerintah; apapun dan bagaimanapun bentuknya.
Sebagai mahluk sosial berprofesi, harus pula percaya pada pakar kesehatan demi tujuan besar yang bermanfaat.
Sebagai muslim, wajibnya tetap dan terus menambah keimanan, bahwa segala hal tak pernah lepas dari pantauan Allah.
Sebagai santri, ya terus ngaji, patuh pada guru dan kiai, sambil terus menata khusnudhon bahwa tatanan yang demikian memang sudah yang terbaik.
Merangkap sebagai itu semua, cari saja jalan tengah dan titik temunya.

Caranya? Jangan mengistirahatkan hati dan meninabobokkan pikiran.

21 Maret 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez