Sabtu, 21 September 2019

Gus Dur & Ilusi Identitas

(Karya: A.C. Andre Tanama, Judul: “Dari Kesunyian” 2015, Media: Cat Akrilik pada Kanvas, Ukuran: 90 x 135 cm).

Dwi Pranoto *

“…bahwa karakter-karakterku menunjukan bagian diriku yang berbeda-beda, dan karakterku adalah bagian yang berbeda dari diriku”. (Chaim Potok)

Apa yang dimaksud dalam judul di atas, Gus Dur,  adalah K.H. Abdurrahman Wahid, mantan presiden Republik Indonesia ke-4, cucu pendiri NU, seorang beragama Islam, seorang penganjur perdamaian, dan seorang penjunjung nilai-nilai kamanusiaan. Tentu masih banyak identitas lain yang dapat menerangkan siapa itu Gus Dur. Suatu identitas yang diberikan oleh orang lain atau khalayak untuk membantu mengenali dan mengaitkan Gus Dur dalam suatu kelompok tertentu. Misalnya, mungkin bagi para penggemar film mengenali Gus Dur adalah seorang yang sangat menggemari film sehingga mereka juga mengelompokan Gus Dur dalam kelompoknya. Tak peduli diantara penggemar film tersebut juga terdapat orang-orang yang beragama Kristen atau bahkan atheis. Namun suatu identitas yang dilekatkan pada Gus Dur bisa jadi suatu identitas yang diprasangkakan secara politis dan bersifat menyerang kepribadiannya (labeling). Seperti penyebutan ia sebagai agen Yahudi. Atau tak menutup kemungkinan Gus Dur “dipaksa” untuk mengenakan suatu identitas tunggal tertentu sehingga segala tindakan yang dilakukannya harus merujuk dan menunjukan loyalitas dan solidaritas pada kelompok yang memiliki identitas yang sama.

Persoalan salah paham, tak jarang berujung pada pendeskriditan, dalam mengenali Gus Dur, bagaimanapun, seringkali bermula pada upaya mengenali Gus Dur dengan melekatkan padanya suatu identitas tunggal sebagai seorang beragama Islam atau seorang NU. Dan celakanya pemaknaan Islam atau NU sebagai suatu identitas kelompok selalu mengangankan suatu tafsir tunggal yang menyanakan identitas kelompok tersebut sebagai bersifat kodrati dan terberi. Padahal kita tahu Islam sendiri memiliki sekian banyak tafsir yang dibuktikan dengan melimpahnya kelompok yang berlandas pada Islam. Bahkan NU sendiri berisi anggota-anggota yang beridentitas majemuk. Tak seperti yang dibayangkan, bahwa NU yang sering dikategorikan sebagai kelompok Islam tradisionalis ternyata tidak semua anggotanya mempunyai pola pikir tradisional. Sebagaimana yang dikatakan Gus Dur, anggota NU disamping banyak yang memiliki gagasan mistis juga banyak yang berpegang pada rasionalitas.

Bagaimanapun, apa yang ditulis oleh Emha Nabil Haroen mengenai sepak terjang Gus Dur dalam Kompas, Rabu, 18 Juni 2008 merupakan salah satu upaya mengenali sosok Gus Dur sebagai seorang yang beridentitas tunggal. Emha N.H. meletakan Gus Dur sebagai seorang tokoh politisi PKB dimana PKB yang dimaksud Emha adalah PKB yang identik dengan NU. Artinya, Emha beranggapan PKB adalah sayap politik NU, dan karena dilahirkan oleh NU, maka PKB harus melayani NU. Oleh karenanya segala tindakan politik yang dilakukan oleh Gus Dur dianggap sudah seharusnya ditakar dan dinilai seberapa besar menguntungkan dan merujuk dan selaras kebijakan-kebijakan NU, baik secara “prosedural” maupun “esensial”. Hal ini bukan hanya keliru pada cara berpikir bagaimana memaknai PKB sebagai partai politik yang tidak hanya diisi oleh orang-orang NU. Namun juga keliru mengenali Gus Dur hingga berakibat pada kesalahan menafsir apakah tindakan Gus Dur berlandas pada kepentingan politik praktis atau gagasan yang lebih besar. Kesimpulan yang sangat pragmatis yang ditarik Emha dari upaya Gus Dur mencabut Tap MPRS Nomor XXV tahun 1966, merupakan contoh gamblang bagaimana Emha keliru menilai tindakan Gus Dur sebagai tindakan yang berlandas pada kepentingan politik praktis. Padahal hal tersebut mastinya dilihat sebagai upaya Gus Dur mewujudkan cita-cita kebebasan yang berlandas pada nilai-nilai kemanusiaan.

Bahkan bagi Emha, sebagaimana pandangan pada umumnya, seorang politisi mestilah harus mengedepankan perhitungan-perhitungan strategis untuk membangun dan mengamankan karier politiknya. Dan jika berhasil menduduki jabatan tertentu tentu ia harus memelihara dan mempertahankannya selama mungkin dengan sekian sikap kompromi. Jika terpaksa, ia mesti mengorbankan cita-cita idiilnya. Pandangan ini tercermin dari pernyataan bernada penyesalan Emha atas kejatuhan Gus Dur dari jabatan presiden yang disinyalirnya karena tidak melakukan sejumlah kompromi birokratis. Pastilah cara berpikir semacam ini sangat berbeda, atau bahkan bertentangan, dengan Gus Dur yang justru meletakan gagasan idiil sebagai landasan dalam mengambil tindakan praktis. Seperti bagaimana ia tidak khawatir atas kecemasan umum yang ditampakan oleh para pengamat politik saat ini terhadap PKB yang berkemungkinan tak dapat mengikuti pemilu karena deraan kemelut internal.

Hari ini kita sering terjebak dalam pemaknaan budaya dan peradaban yang berlandas pada gagasan identitas-identitas tunggal yang tak jarang dianggap bersifat kodrati dan terberi serta saling bertentangan, sebagaimana tesis Samuel P. Huntington mengenai benturan antarperadaban berlandas pada hal tersebut. Bahkan menurut Amatya Sen berbagai upaya kemanusian juga seringkali terjebak pada gagasan identitas tunggal yang ilusif yang justru berakibat pada pengerdilan nilai kemanusiawian. Upaya perdamaian yang terlalu sering melibatkan tokoh-tokoh agama dalam label “dialog antar tokoh agama-agama” misalnya, seolah meniadakan banyak identitas lain yang lebih praktis dan berdimensi keseharian yang dapat juga dibangkitkan untuk menggalang upaya perdamaian. Hal ini menyatakan bahwa umat manusia hanya terbagai dalam kelompok-kelompok agama belaka dan seolah menegaskan pertikaian tersebut hanya bersumber pada agama. Suatu pernyataan yang berpamrih menyeru perdamaian juga tak jarang terjebak pada pengingkaran adanya identitas lain yang sejenis hanya karena berkarakter keras, misalnya dengan menyebut bahwa mereka yang sering bertindak keras dan kasar bukanlah Islam. Hal ini bukan hanya suatu gagasan ilusif, namun sekaligus mengingkari sejarah peradaban yang penuh kekerasan sekaligus kebajikan. 

Salah satu yang paling berharga dari Gus Dur adalah bagaimana ia tidak mau tunduk dalam suatu identitas tunggal yang diprasangkakan padanya dan bagaimana ia menolak memandang manusia atau peradaban manusia dalam kerangkeng identitas tunggal. Oleh karenanya Gus Dur melancarkan kritik keras atas label atau identitas “muslim” yang melekati kelompok cendekiawan yang beberapa tahun lalu marak. Karena dengan pelabelan semacam itu justru membonsai tugas/kewajiban, posisi, fungsi kecendekiaan yang mengambil dan memberikan manfaat keilmuan dari dan kepada siapapun atau golongan apapun.

Pandangan-pandangan dan tindakan-tindakan Gus Dur terkesan sulit untuk dipahami karena pemaknaan yang dilakukan terhadapnya tidak sesuai dengan gagasan yang melandasi tindakan-tindakan Gus Dur yang jauh dari sektarian. Dan salah satu hal yang paling membuat Gus Dur sering disalah pahami adalah karena ia berhasil menjadi seorang yang mampu mengoperasikan seluruh identitas di dalam dirinya. Sedangkan para pengamat hampir selalu terpaku pada ilusi identitas tunggal tertentu yang dianggap melekati Gus Dur.

________________
Catatan: Istilah "identitas" dalam tulisan ini digunakan secara longgar.
*) Dwi Pranoto adalah penggiat sastra dan pemerhati budaya yang concern dengan pemikiran-pemikiran kritis.
https://lepasparagraf1.blogspot.com/2017/07/gus-dur-ilusi-identitas.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez