DM Ningsih
http://riaupos.co
“Carilah makna kata sampai ke putih tulang!” Chairil Anwar
Penyair adalah penjelajah kata-kata, ia berjuang dalam petualangannya memburu sekaligus menciptakan makna baru yang turut memperkaya bahasa. Setiap kalimat yang terangkai tentulah mempunyai kualitas yang sama. Saat seseorang salah mengetik sebuah larik puisi, baik itu tanda baca ataupun huruf dan kata perkata, maka makna puisi tersebut bisa saja jadi berbeda, pesan yang disampaikan kadang menjadi buram.
Puisi bercerita bukan hanya melalui pengertian leksikal namun melainkan hadir bersama metamorfosis, simbolis maupun kekuatan asosiatif. Kedalaman puisi tidaklah selalu muncul dalam kerumitan, bahkan dengan kalimat sederhana, mencakup makna yang luas dan dalam. Puisi Kunni Masrohanti perempuan bulan
; ketika siang tinggal sepenggal
bulan menatap langit
tenang melepas menunggu
meredam diam
basah melepas mencari
meredam aku merekam bisu
menikam dalamdalam
merundum geram bulan
Tampak penggalan puisi di atas sebagi puisi sederhana, namun di sana terkandung kedalaman makna; siapakah perempuan bulan itu? Bulan menatap langit/tenang melepas menunggu/meredam diam ; imaji kita berkelana secara liar mengenai seorang yang penuh kesepian dalam penantiannya, kemarahan dan kegeraman dalam hati hanya tertumpah pada diri sendiri dan pada akhirnya ia hanya bisa pasrah pada penantian yang tak kunjung henti.
Bulan diam menunggu berbulanbulan
Tak terbilang malam
Lusuh
Ke ujung waktu
Di bawah tanah yang tak pernah basah
Saat penantiannya bagai musim kemarau, kering kerontang bahkan tanahpun tak tersentuh air, bagaimana kan dirinya melepas dahaga? Perempuan dalan tubuh puisi kunni masrohanti dalam perempuan bulan sungguh perempuan yang penuh dengan kepasrahan dalam penantiannya, dalam penantiannya yang dahaga, terkandung amarah,duka dan kesunyian.
Tanpa meninggalkan kualitas metafornya, penyair menyelusupkan ironi bahkan kritik juga tanpa kesan mendesakkan keinginannya lalu memainkan irama yang ada di alam seperti sungai, hutan, rimba, sawah, gunung, ladang. Seperti pada penggalan puisi nya gelap, tak lagi
harusnya kita berteriak
kita telah merdeka
bebas dari penjara waktu yang pernah mengungkung
dan membunuh
lari dari kerisauan, bergantanggantang, berzamanzaman
menebar semangat, membakar bebal setiap lorong kecil
di jalanjalan raya
ke seberang sungai, hutan, rimba, jalanjalan setapak, ke ladang, ke sawah, ke cerukceruk kampung, ke rumah tak bernyawa, ke istana negara bahkan ke jalanjalan sunyi
dalam batin kita
Penyair dengan fasihnya bercerita tentang perempuan, dengan kerisauan dalam menggenggam zaman yang terus laju berpacu dengan waktu tanpa ada jeda sedikitpun. Mampukah perempuan dalam kekinian memperlihatkan jati dirinya sebagai perempuan yang selalu menjaga batin dunia?
Perlu diingat bahwa tanda apapun dalam puisi harus dicurigai mempunyai makna, pada puisi-puisi Kunni Masrohanti, reduplikasi yang tak menggunakan tanda hubung seperti bergantanggantang, berzamanzaman, jalanjalan, berbulanbulan, dalamdalam yang biasanya menunjukan keserempakan. Namun pada pusi Kuni Masrohanti, bukan saja keserempakan yang terlihat namun kata-kata reduplikasi itu malah menguatkan makna yang akan disampaikan
pada puisinya (perempuan bulan) penghadiran suasana sunyi, penantian berkepanjangan, amarah tertahan dan hanya tumpah pada diri sendiri begitu terasa ; mulai malam berganti bertahuntahun silam/ sampai bulan bertandang bersalam pada malam/malammalam/tak terhitung petang/basah diam bulan/ lama di ujung dahan/mengambang/ resah disumpahsumpah tak patut disebutsebut/tak kuat dihujathujat/ lantaklah lantak. Pilihan diksi reduplikasipun sungguh terasa asik dalam pengucapannya (resah disumpahsumpah tak patut disebutsebut).
Dalam puisi-puisinya, Kunni Masrohanti menggambarkan kultur etnik yang melingkari dan membesarkannya, licentia poeticanya berjalan tanpa ada rasa paksaan. Kemelayuan dalam setiap kata-kata yang ia hujamkan disetiap diksi tersusun menawan (ke cerukceruk/lantaklah lantak).
Saat perempuan berbicara tentang perempuan, ia bukan menjadi pelakon sampingan yang sedang dibicarakan atau menjadi hasrat terdalam dari orang yang mendambakannya, melainkan sebagai pelakon utama. Kepedihan perempuan diungkapkan dengan kata-kata yang terkadang tegas. (Bukan aku) Kunni Masrohanti ; ia tangguh melawan badai dalam hidupnya/pandai pula menyiasati gelap dalam hidupmu/…. Tak banyak penyair ketimbang novelis, seperti tak banyak penyair berjenis kelamin perempuan di hadapan penyair berjenis kelamin lelaki. Dalam karya para perempuan, tak pelak suasana bathin akan menggores warna puisi mereka. Sebagian datang dari kesadaran metakognisi, namun Kunni Masrohanti menggoreskan dengan konsientisasi (conscientization) ideologi feminisme secara sadar, seperti yang mewarnai puisi-puisinya dalam makna penguatan (affirmative) bagi perempuan lainnya. Berapa banyak yang seperti dia di Riau?
Perempuan masuk dalam tubuh puisi, suara-suara feminism masuk menyelusup tanpa bisa dibendung. Tak hanya para penyair perempuan saja yang menghujamkan pesona dan kegelisahan perempuan dalam puisi. Para lelaki penyairpun kadang bercerita tentang perempuan dalam hasrat mereka, seperti puisi Syaukani Al Karim yang saya kutip dalam medsosnya:
Layla
maka hatiku pun menyala
bagai misbah mencahayai gelap gundah
sumbu sumbu rindu membakar diri
menjadi pelita di gelap nan bahri
pisau cintakah
yang melukai hatimu?
sebab merah yang menyerlah
menderas ke hati
mengalirkan seri di sepanjang nadi
duhai Layla
pada daun daun yang memerah
harapku menyandarkan pasrah
Seorang perempuan yang bernama Layla mampu menjadi cahaya, kerinduan akan sosok layla membakar dirinya. Sosok hawa untuk adam tersebut menjadi samudera keindahan yang tak habis direguk. Maka sangat wajar bila perempuan selalu menjadi bahan perbincangan, termasuk dalam puisi. Kepadatan, kekentalan, kelugasan penting dalam puisi mengingat wilayah puisi bermain dalam citraan dan asosiasi. Syaukani dengan menggunakan diksi yang indah juga memadatkan kata dengan makna yang dalam ; pada daun daun yang memerah/.harapku menyadarkan pasarah.
Berikut puisi Sapardi Djoko Damono Adam dan Hawa
biru langit
menjadi sangat dalam
awan menjelma burung
berkas-berkas cahaya
sibuk jalin-menjalin
tanpa pola
angin tersesat
di antara sulur pohonan
di hutan
ketika Adam
tiba-tiba saja
melepaskan diri
dari pelukan perempuan itu
dan susah-payah
berdiri, berkata
“kau ternyata
bukan perawan lagi
lalu Siapa gerangan
yang telah
lebih dahulu
menidurimu?”
Kecemburuan lelaki pada sosok perempuan terlihat jelas, puisi yang muram dan sinis. Adam sebagai seorang lelaki memahami makna suatu hubungan, ia menggugat perempuan atas kepemilikan tanpa batas yaitu diri perempuan. Kenaifan Adam dalam hubungannya dengan perempuan. Disinilah perempuan selalu disalahkan, disingkirkan, diabaikan, bukan sebagai subyek yang merdeka, jangankan merdeka untuk hal di luar dirinya, merdeka atas dirinyapun harus digugat oleh Adam.
Menurut Aristoteles, puisi adalah ayat Tuhan yang terjatuh dan diterima oleh penyair. Tak jarang dalam bait puisi pembaca menemukan kebajikan luar biasa. Bahasa halus penyair, bahasa sederhana, dan pilihan diksi mengena menambah kesan suci dari tubuh puisi itu sendiri. Seperti keindahan bahasa puisi Khalil Gibran menggambarkan perempuan Hati nurani wanita tidak berubah oleh waktu dan musim, bahkan jika mati tetap abadi, hati itu takkan hilang sirna. Hati seorang wanita laksana sebuah padang yang berubah menjadi medan pertempuran; sesudah pohon-pohon ditumbangkan dan rerumputan terbakar dan batu-batu karang memerah oleh darah dan bumi ditanami dengan tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak, ia akan tenang dan diam seolah tak ada sesuatu pun terjadi.
Berbicara tentang perempuan dalam tubuh puisi tak kan sudah-sudah, akan memerlukan puluhan lembar kertas untuk mengungkapkan keindahan, kegelisahan, ketegaran, amarah dan keinginan terdalam perempuan. Kami adalah perempuan batu karang/tak kan hancur oleh hempasan gelombang/ saat badai menawan/kami genggam tawa dalam pedih tertahan; Dm Ningsih.***
Pekanbaru, 15/02/2016
http://riaupos.co/3231-spesial-perempuan-dalam-tubuh-puisi.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar