Senin, 11 September 2017

Perempuan dalam Tubuh Puisi

DM Ningsih
http://riaupos.co

“Carilah makna kata sampai ke putih tulang!” Chairil Anwar
Penyair adalah penjelajah kata-kata, ia berjuang dalam petualangannya memburu sekaligus menciptakan makna baru yang turut memperkaya bahasa. Setiap kalimat yang terangkai tentulah mempunyai kualitas yang sama. Saat seseorang salah mengetik sebuah larik puisi, baik itu tanda baca ataupun huruf dan kata perkata, maka makna puisi tersebut bisa saja jadi berbeda, pesan yang disampaikan kadang menjadi buram.

Puisi bercerita bukan hanya melalui pengertian leksikal namun melainkan hadir bersama metamorfosis, simbolis maupun kekuatan asosiatif. Kedalaman puisi tidaklah selalu muncul dalam kerumitan, bahkan dengan kalimat sederhana, mencakup makna yang luas dan dalam.  Puisi Kunni Masrohanti perempuan bulan

; ketika siang tinggal sepenggal

bulan menatap langit
tenang melepas menunggu
meredam diam
basah melepas mencari
meredam aku merekam bisu
menikam dalamdalam
merundum geram bulan

Tampak penggalan puisi di atas sebagi puisi sederhana, namun di sana terkandung kedalaman makna; siapakah perempuan bulan itu?  Bulan menatap langit/tenang melepas menunggu/meredam diam ; imaji kita berkelana secara liar mengenai seorang yang penuh kesepian dalam penantiannya, kemarahan dan kegeraman dalam hati hanya tertumpah pada diri sendiri dan pada akhirnya ia hanya bisa pasrah pada penantian yang tak kunjung henti.

Bulan diam menunggu berbulanbulan
Tak terbilang malam
Lusuh
Ke ujung waktu
Di bawah tanah yang tak pernah basah

Saat penantiannya bagai musim kemarau, kering kerontang bahkan tanahpun tak tersentuh air, bagaimana kan dirinya melepas dahaga? Perempuan dalan tubuh puisi kunni masrohanti dalam perempuan bulan sungguh perempuan yang penuh dengan kepasrahan dalam penantiannya, dalam penantiannya yang dahaga, terkandung amarah,duka dan kesunyian.

Tanpa meninggalkan kualitas metafornya, penyair menyelusupkan ironi bahkan kritik juga tanpa kesan mendesakkan keinginannya lalu memainkan irama yang ada di alam seperti sungai, hutan, rimba, sawah, gunung, ladang. Seperti pada penggalan puisi nya gelap, tak lagi

harusnya kita berteriak
kita telah merdeka
bebas dari penjara waktu yang pernah mengungkung
dan membunuh
lari dari kerisauan, bergantanggantang, berzamanzaman
menebar semangat, membakar bebal setiap lorong kecil
di jalanjalan raya
ke seberang sungai, hutan, rimba, jalanjalan setapak, ke ladang, ke sawah, ke cerukceruk kampung, ke rumah tak bernyawa, ke istana negara bahkan ke jalanjalan sunyi
dalam batin kita

Penyair dengan fasihnya bercerita tentang perempuan, dengan kerisauan dalam menggenggam zaman yang terus laju berpacu dengan waktu tanpa ada jeda sedikitpun. Mampukah perempuan dalam kekinian memperlihatkan jati dirinya sebagai perempuan yang selalu menjaga batin dunia?

Perlu diingat bahwa tanda apapun dalam puisi harus dicurigai mempunyai makna, pada puisi-puisi Kunni Masrohanti, reduplikasi yang tak menggunakan tanda hubung seperti bergantanggantang, berzamanzaman, jalanjalan, berbulanbulan, dalamdalam yang biasanya menunjukan keserempakan. Namun pada pusi Kuni Masrohanti, bukan saja keserempakan yang terlihat namun kata-kata reduplikasi itu malah menguatkan makna yang akan disampaikan
pada puisinya  (perempuan bulan) penghadiran suasana sunyi, penantian berkepanjangan, amarah tertahan dan hanya tumpah pada diri sendiri begitu  terasa ; mulai malam berganti bertahuntahun silam/ sampai bulan bertandang bersalam pada malam/malammalam/tak terhitung petang/basah diam bulan/ lama di ujung dahan/mengambang/ resah disumpahsumpah tak patut disebutsebut/tak kuat dihujathujat/ lantaklah lantak. Pilihan diksi reduplikasipun sungguh terasa asik dalam pengucapannya (resah disumpahsumpah tak patut disebutsebut).

Dalam puisi-puisinya, Kunni Masrohanti menggambarkan  kultur etnik yang melingkari dan membesarkannya, licentia poeticanya berjalan tanpa ada rasa paksaan. Kemelayuan dalam setiap kata-kata yang ia hujamkan disetiap diksi tersusun menawan (ke cerukceruk/lantaklah lantak).

Saat perempuan berbicara tentang perempuan, ia bukan menjadi pelakon sampingan yang sedang dibicarakan atau menjadi hasrat terdalam dari orang yang mendambakannya, melainkan sebagai pelakon utama. Kepedihan perempuan diungkapkan dengan kata-kata yang terkadang tegas. (Bukan aku) Kunni Masrohanti ; ia tangguh melawan badai dalam hidupnya/pandai pula menyiasati gelap dalam hidupmu/…. Tak banyak penyair ketimbang novelis, seperti tak banyak penyair berjenis kelamin perempuan di hadapan penyair berjenis kelamin lelaki. Dalam karya para perempuan, tak pelak suasana bathin akan menggores warna puisi mereka. Sebagian datang dari kesadaran metakognisi, namun Kunni Masrohanti menggoreskan dengan konsientisasi (conscientization) ideologi feminisme secara sadar, seperti yang mewarnai puisi-puisinya dalam makna penguatan (affirmative) bagi perempuan lainnya. Berapa banyak yang seperti dia di Riau?

Perempuan masuk dalam tubuh puisi, suara-suara feminism masuk menyelusup tanpa bisa dibendung. Tak hanya para penyair perempuan saja yang menghujamkan pesona dan kegelisahan perempuan dalam puisi. Para lelaki penyairpun kadang bercerita tentang perempuan dalam hasrat mereka, seperti puisi Syaukani Al Karim yang saya kutip dalam medsosnya:

Layla
maka hatiku pun menyala
bagai misbah mencahayai gelap gundah
sumbu sumbu rindu membakar diri
menjadi pelita di gelap nan bahri
pisau cintakah
yang melukai hatimu?
sebab merah yang menyerlah
menderas ke hati
mengalirkan seri di sepanjang nadi
duhai Layla
pada daun daun yang memerah
harapku menyandarkan pasrah

Seorang perempuan yang bernama Layla mampu menjadi cahaya, kerinduan akan sosok layla membakar dirinya. Sosok hawa untuk adam tersebut menjadi samudera keindahan yang tak habis direguk. Maka sangat wajar bila perempuan selalu menjadi bahan perbincangan, termasuk dalam puisi. Kepadatan, kekentalan, kelugasan penting dalam puisi mengingat wilayah puisi bermain dalam citraan dan asosiasi. Syaukani dengan menggunakan diksi yang indah juga memadatkan kata dengan makna yang dalam ; pada daun daun yang memerah/.harapku menyadarkan pasarah.

Berikut puisi Sapardi Djoko Damono Adam dan Hawa

biru langit
menjadi sangat dalam
awan menjelma burung
berkas-berkas cahaya
sibuk jalin-menjalin
tanpa pola
angin tersesat
di antara sulur pohonan
di hutan
ketika Adam
tiba-tiba saja
melepaskan diri
dari pelukan perempuan itu
dan susah-payah
berdiri, berkata
“kau ternyata
bukan perawan lagi
lalu Siapa gerangan
yang telah
lebih dahulu
menidurimu?”

Kecemburuan lelaki pada sosok perempuan terlihat jelas, puisi yang muram dan sinis. Adam sebagai seorang lelaki memahami makna suatu hubungan, ia menggugat perempuan atas kepemilikan tanpa batas  yaitu diri perempuan. Kenaifan Adam dalam hubungannya dengan perempuan. Disinilah perempuan selalu disalahkan, disingkirkan, diabaikan, bukan sebagai subyek yang merdeka, jangankan merdeka untuk hal di luar dirinya, merdeka atas dirinyapun harus digugat oleh Adam.

Menurut Aristoteles, puisi adalah ayat Tuhan yang terjatuh dan diterima oleh penyair. Tak jarang dalam bait puisi pembaca menemukan kebajikan luar biasa. Bahasa halus penyair, bahasa sederhana, dan pilihan diksi mengena menambah kesan suci dari tubuh puisi itu sendiri. Seperti keindahan bahasa puisi Khalil Gibran menggambarkan perempuan Hati nurani wanita tidak berubah oleh waktu dan musim, bahkan jika mati tetap abadi, hati itu takkan hilang sirna. Hati seorang wanita laksana sebuah padang yang berubah menjadi medan pertempuran; sesudah pohon-pohon ditumbangkan dan rerumputan terbakar dan batu-batu karang memerah oleh darah dan bumi ditanami dengan tulang-tulang dan tengkorak-tengkorak, ia akan tenang dan diam seolah tak ada sesuatu pun terjadi.

Berbicara tentang perempuan dalam tubuh puisi tak kan sudah-sudah, akan memerlukan puluhan lembar kertas untuk mengungkapkan keindahan, kegelisahan, ketegaran, amarah dan keinginan terdalam perempuan.  Kami adalah perempuan batu karang/tak kan hancur oleh hempasan gelombang/ saat badai menawan/kami genggam tawa dalam pedih tertahan; Dm Ningsih.***

Pekanbaru, 15/02/2016
http://riaupos.co/3231-spesial-perempuan-dalam-tubuh-puisi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez