Sabtu, 14 Juni 2014

MEMUNGUT JEJAK FIGUR RAHMATAN LIL’ALAMIN

Judul Buku: Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Jenis Buku: Kumpulan Esai Budaya dan Agama
Pengarang: Aguk Irawan MN
Tahun: 2013
Penerbit: Jalasutra Yogyakarta
Tebal: x + 434 hlm; 15 cm x 23 cm
Peresensi: Imamuddin SA
http://sastra-indonesia.com

Aguk Irawan merupakan salah satu dari sekian banyak sastrawan Indonesa ternama. Setelah sekian lama ia bergelut dalam bidang prosa dan puisi, kini karya-karyanya semakin sempurna dengan hadirnya buku esainya yang berjudul “Pesan Al Quran untuk Sastrawan”. Buku ini mengukuhkan dirinya tidak hanya sebagai sastrawan tetapi juga sebagai seorang kritikus sastra.

Karya-karya yang hadir dalam buku ini merupakan karya yang berkualitas tinggi. Hal itu ditunjukkan dengan keberadaan karya tersebut yang diambil dari karya pribadi Aguk yang telah termuat di berbagai media masa, baik nasional maupun daerah. Saya katakan sebagai karya berkualitas tinggi sebab untuk bisa menembus media masa itu sangat sulit dengan integritas kompetisi yang ketat dari para penulis.

Kumpulan esai ini sempat dibedah di tanah kelahiran penulisnya, Aguk, di Lamongan. Tepatnya di pondok pesantren Al Fathimiyah Banjarwati Paciran Lamongan. Sebelah baratnya Pondok Pesantren Sunan Drajad. Buku ini dibedah oleh seorang sastrawan dan esais asal Lamongan pula yaitu Nurel Javisyarqi. Menurut Nurel, karya Aguk ini menghidangkan santapan lezat bagi pembaca sebab dilandasi dengan kebenaran, megetengahkan keindahan bahasa yang santun, memperluas kewaspadaan perasaan insani. Karya ini juga karya yang lurus dan tidak aneh-aneh, tidak keblinger atau nyleneh. “Pesan Al Quran untuk Sastrawan” berawal dari hati yang teguh dan diselimuti dengan cahaya keimanan, penalaran kuat, penghayatan yang dalam, bukan rakitan apalagi akrobatik kata laksana sulapan.

“Pesan Al Quran untuk Sastrawan” ini hadir di tangan pembaca sebagai bentuk apresiasi kritis dari Aguk terhadap ranah sosial-budaya, agama, dan estetika yang tengah bergejolak di tengah kemelut zaman. Buku ini tersaji dengan empat bab utama, yaitu Antara Sastra dan Pesan Agama, Jati Diri dan Identifikasi Lewat Seni, Problem Tekstualitas dan Modernitas, dan Ruang Publik dan Nasib Humaniora.

Antara Sastra dan Pesan Agama berisi dua belas subbab. Kedua belas subbab tersebut yaitu “Binhad Nurrohmat dan Kembalinya Unsur Sastra Jahiliyah, Penyair yang Jatuh Cinta pada Nisan, Maulid Nabi dan Getar Cinta para Penyair, Maulid Nabi dan Kitab Puisi, Mencoba Memahami ke-Malaikatan-an Saeful Badar, ‘Mengintip’ Latar Sastra Pesantren, Penyair dan Al-Quran dalam Rekaman Sejarah, Pesan Al-Quran untuk Sastrawan, Sastra Islami, Sastra Seks; Pragmatis atau Ideologis?, Sastra Seksual dan Pembusukan Budaya, serta Sastra Islam dan Sastra Pesantren”.

Jati Diri dan Identifikasi Lewat Seni mengandung sembilan belas subbab. Kesembilan belas subbab tersebut yaitu “Ketika Puisi Mengalienasi Kita, Dari Shinigami; Melacak Denyut Cerpen Arab-Indonesia, Engkau Pergi [Ketika] Kami Belum Merdeka, Ketika Jati Diri dan Karakter Bangsa Mulai Memudar, Ketika Sastra Alpa dari Bangku Sekolah, Membaca ‘Kursi yang Malas Menunggu’, Mencoba Memahami Ke-aku-an Chairil, Menimbang Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (Scb) dari Buku Nurel: Menggugat Tanggungjawab Kepenyairan, Pendidikan Sastra dan Mental yang Sakit, Puisi-Puisi yang Membakar Perjuangan, Sastra, Kiyai dan Pesantren, Religiusitas Cinta dan Permasalahannya, Sajak Melankolisme Taufik Ismail, Sastra Arab dan Karya-Karya Goethe, Visi Sastra dan Tantangan Duni Cyber, Pertemuan Sastra dan Pasar, Penyair Tua, Penyair Muda dan Permasalahannya, dan Perihal Tersingkirnya Puisi dari Industri Buku”.

Problem Tekstualitas dan Modernitas berisi delapan belas subbab. Kedelapan belas subbab tersebut yaitu “(1849-1905) 100 Tahun Muhammad Abduh, Problematika Modernitas dan Demokrasi, Ikhwanul Muslimin Moderat; Wajah Baru Mesir, Inkulturasi Nilai Islam dalam Tradisi Padusan, Kearifan Pemimin Lokal dan Asketisme Mbah Maridjan, Ketika Fungsi Agama Tenggelam, Kesejajaran dan Perentangan Sains dan Agama, Menuju Kebudayaan Baru Itu Meniri Barat, , Militer dan Isu Global, Multikulturalisme, Islam dan Cinta Suci, Pergolakan Menemukan ‘Aku’ dalam Diri, Plato dan Pemimpin Pilihan Rakyat, Filsafat Pragmatisme-kontemporer, Revolusi Putih, Roy, Renaisans dan MUI, Perihal Kejumudan dan Studi Islam, Sejarh Lekra vs Manikebu: Hanya Intepretasi Tunggal, dan Membaca Pemikiran Adonis dalam Tsabit Wa Mutakhawil”.

Ruang Publik dan Nasib Humaniora terkandung sembilan subbab. Kesembilan subbab tersebut yaitu “As Dharta dan Sedikit Harga Mati Politiknya, Dunia dan Strategi Baru Pesantren, Ketika Buku Bukan Lagi Ilmu, Lebaran di Mesir; Sebuah Pengalaman Pribadi, Melacak Hubungan Agama dan Kesenian, Penguasa, Buku dan Peradaban, Profesi yang Terlupakan, Hanya Sebuah Karikatur, serta Tradisi Kenduren, Kearifan Lokal, dan Identitas Budaya.

Judul kumpulan esai ini diambil dari bagian pertama bab. Muatan buku ini sarat dengan kompleksitas problematika, baik dari sisi religius, sosial, budaya, kebangsaan, bahkan kesusastraan. Kesan yang tertangkap paling mutlak dan utama dari buku ini menghilir pada tindak perenungan dan permenungan para sastrawan, baru kemudian bermuara pada masyarakat baca secara umum. Hal itu ditandai dengan penyematan judul “Pesan Al Quran untuk Sastrawan” sebagai judul utama buku ini.

Dalam subjudul “Pesan Al Quran untuk Sastrawan” Aguk mereview kembali hakikat surat As-Syu’ara. Selain itu, pembahasan dalam subbab ini juga sebagai bahan introspeksi dan perenungan bagi para penyair. Aguk menegaskan bahwa para sastrawan memiliki derajat yang sangat tinggi bahkan derajatnya satu tingkat di bawah derajat para nabi.

Dalam kanca perjuangan Islam para sastrawan muslim memiliki peranan penting saat terjadi perang Muktah antara kaum muslimin melawan bangsa Romawi. Saat itu jumlah pasukan muslim sangat kecil sedangkan bangsa Romawi sangat banyak bahkan tak ada habisnya. Fenomena itu menjadikan kaum muslim ciut nyali dan terdesak nyaris kalah bahkan nabi Muhammad SAW sempat mengintruksikan pasukan untuk mundur. Tetapi Ibnu Rawaha berhasil memberikan suntikan mentalitas dan semangat juang yang tinggi kepada prajurit muslim melalui puisi-puisi patriotiknya. Berkat kobaran api semangat Ibnu Rawaha itulah akhirnya kaum muslim berhasil memukul mundur dan mengalahkan bangsa Romawi. Sejak saat itu para sastrawan muslim berhasil membawa pembaharuan terhadap sastra Arab kebudayaan secara keseluruhan.

Dalam tulisannya itu, Aguk juga mengkritisi para sastrawan dengan bertumpu pada surat As-Syu’ara yang menjustifikasi para penyair terjerumus dalam lembah-lembah kesesatan. Para sastrawan yang dikatagorikan terjurumus dalam lembah kesesatan tersebut adalah mereka yang hanya mengungkapkan khayalan-khayalan yang jauh dari kebenaran, mengumbar syahwatnya melalui kata-kata berkaitan dengan cinta dan pencabulan, cumbu rayu, menyebut sifat dan tubuh perempuan dengan telanjang, janji dusta, bangga dengan ketidakbenaran, dan suka menghina sesamanya.

Tulisan Aguk ini jika ditarik satu benang merah dengan sastra Indonesia modern akan mengerucut pada sastra Indonesia yang berstyle SMS (Sajak Madzhab Selangkangan), FAK (Fiksi Alat Kelamin), Sastra Wangi, Sastra Lembab dan yang sejenis. Karya sastra yang berstyle seperti itulah yang berada dalam garis hitam kesesatan bersama para sastrawannya. Dan para sastrawan yang derajatnya satu tingkat di bawah derajat para nabi adalah mereka yang beretika, selalu mengingat Tuhan, mengajak kepada kebaikan, dan menjauhi segala kefasadan.

Melalui karya yang berjudul “Ketika Jati Diri dan Karakter Bangsa Mulai Memudar”, Aguk mengkritisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika melihat realitas bangsa Indonesia yang ada, kita seolah berkaca pada cermin yang retak. Tidak ada satu kesemprnaan yang ditampilkan dari para figur yang ada. Indonesia mengalami krisis figur ideal sehingga mengakibatkan para generasi muda anak bangsa banyak yang mengalami degradasi moral dan cenderung bermuara pada tindak penghapusan jati diri dan karakter bangsa.

Nilai luhur budaya bangsa semakin lama semakin terlupakan. Itu tidak hanya terjadi pada satu ranah melaiankan semua lapisan terjangkit firus ini. Tontonan yang tampak setiap harinya adalah ketidakstabilan sosial-politik, penyalahgunaan wewenang kekuasaan, korupsi, kolusi, dan nepotisme, meningkatnya kemiskinan dan kapitalisme, hilangnya nilai kejujuran dan integritas, menjamurnya separatisme dan radikalisme, maraknya budaya suap dan mafia hukum, terkikisnya kegotongroyongan, keramahtamahan dan kesopansantunan, serta merebaknya budaya saling tuding.

Daya magis Pancasila tampak tak bertuah. Ketuhanan Yang Maha Esa berubah menjadi keuangan yang maha esa. Kemanusiaan berganti perjuangan HAM, Persatuan Indonesia dimanifestasikan dam bentuk otonomi daerah. Kerakyatan yangdipimpin kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan diganti dengan perjuangan demokrasi. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjelma menjadi perjuangan kepentingan kelompok.

Indonesia saat ini merindukan figur ideal sebagai satrio piningit. Figur ini adalah figur yang bersikap tidak menolak melainkan mengawinkan dan tidak menentang tetapi mewarnai sebagaimana sosok Syeh Malaya (Sunan Kalijaga) yang dulu pernah bersemi di negeri ini. Ia berhasil mengawinkan tradisi dengan ajaran agama. Ia berhasil menumbuhkembangkan kelegowoan hati masyarakat dengan menyebarluaskan ajaran agama Islam tanpa menghapus adat-istiadat dan kesenian daerah.

Agar bangsa ini tidak semakin terpuruk karena merosotnya moralitas anak bangsa, tonggaknya ada di tangan para pemimpin. Ia harus menjadi figur ideal yang dapat menginspirasi dan dapat dijadikan panutan oleh para generasi muda. Untuk itu para warga selakyanya lebih selektif dalam memilih seorang pemimpin bangsa. Masyarakat harus tahu karakteristik seorang pemimpin yang dapat dijadikan tuntunan dan tontonan semua orang. Kriteria pemimpin tersebut telah dinukilkan Aguk dalam “Plato dan Pemimpin Pilihan Rakyat”. Aguk mengutip konsep Plato yang menyatakan bahwa kriteria pemimpin yang ideal harus mencerminkan empat aspek yaitu memiliki pengendalian diri, keberanian, kearifan, dan keadilan.

Buku esai “Pesan Al Quran untuk Sastrawan” karya Aguk ini membahas permasaahan yang aktual di zamannya. Kritikya tegas, wawasan luas, memukul mundur sastra wangi, SMS, dan FAK. Namun terdapat sedikit kekurangstabilan. Aguk masih mengamini Chairil Anwar sebagai maestro puisi Indonesia Baru tanpa adanya justifikasi terhadap mentalitas plagiat Si Binatang Jalang. Selain itu dalam buku ini juga masih terdapat pengulangan ide pembahasan sehingga menimbulkan satu kebosanan tersendiri atau ini bisa jadi bentuk penguatan atau penegasan ide. Maklum ini juga munkin faktor pengaruh tuntutan media masa juga sebab karya-karya aguk yang terkumpulkan dalam buku ini banyak yang diambil dari karya-karyanya yang tengah terpublikasikan di media masa. Meskiun demikian, sedikit hal yang mungusik itu tidak begitu mempengaruhi kekuatan karya secara utuh. “Pesan Al Quran untuk Sastrawan” masih sebuah karya yang tidak akan kedaluarsa oleh arus zaman. Topiknya hangat dan aktual yang tak patut dilewatkan oleh pembaca yang merindukan wawasan, keilmuan, dan perenungan yang mendalam. Selamat membaca. Ada hikmah melimpah-ruah yang akan terejawantah.

Jumat, 13 Juni 2014, Lamongan, Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez