Selasa, 07 Agustus 2012

Polemik Kebudayaan Lesbumi

Judul: Lesbumi Strategi Politik Kebudayaan
Penulis: Choirotun Chisaan
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan: 1 (Maret) 2008
Tebal: 247+XVI Halaman
Peresensi: Matroni *
http://www.nu.or.id/

Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) merupakan lembaga kebudayaan yang berafiliasi dengan politik seperti partai Nahdlatul Ulama (NU) saat organisasi itu menjadi partai politik pada 1960-an.

Ketika NU memutuskan menjadi partai politik tersendiri, sangat baik, agar NU mempunyai peran di politik. Lahirnya Lesbumi dari rahim NU menunjukkan langkah maju dari NU, yang berarti berani mengambil perjuangan seni budaya sebagai bagian dari tanggung jawabnya meski di dalamnya banyak ‘duri’ yang belum selesai disapu atau dipertanyakan.

Ketika pertentangan politik semakin panas, semua kegiatan lembaga kebudayaan, antara pro dan kontra komunis, lebih berbau politik. Justru mereka yang tidak tergabung dalam lembaga kebudayaan yang memiliki sikap budaya yang jelas, seperti Manifesto Kebudayaan (Manikebu).

Menarik untuk direnungkan bahwa karya seni-budaya lembaga-lembaga seni budaya itu dipublikasikan melalui media massa masing-masing partai politik. Publikasi itu seringkali memicu “polemik” politik dalam wilayah kebudayaan. Pendapat umum mengatakan bahwa perdebatan mengenai seni-budaya di Indonesia yang dinilai cukup sengit pada masa itu, justru ditemukan pada tataran aliran, seperti perdebatan mengenai realisme sosialis dan humanisme universal. Antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) satu pihak dan para pencetus Manikebu di pihak lain.

Kenyataan itu sangat menarik, sebab, di satu sisi, Lesbumi merupakan unsur penting dalam paham Nasionalisme, Agama dan Komunisme (Nasakom), di samping Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Setidaknya, Lesbumi memiliki orientasi politik yang hampir sama dan senada dengan unsur-unsur yang ada dalam Nasakom, seperti LKN (PNI), atau Lekra (PKI).

Di satu sisi, secara kultural aktivis-aktivis Lesbumi, Asrul Sani, dan Usmar Ismail, pernah menjadi pemrakarsa utama, surat kepercayaan gelanggang yang muncul pada 1950. Surat kepercayaan gelanggang yang menjadi tongkat estafet sastrawan-seniman yang menamakan diri “Angkatan 45” inilah yang kemudian dipandang cikal-bakal paham humanisme-universal dalam kebudayaan Indonesia yang kemudian muncul sebagai “pewarna” dalam Manikebu.

Namun, di balik itu semua, ada wajah baru yang ingin diperdengarkan oleh Lesbumi di tengah riuhnya pertarungan aliran berkesenian pada masa-masa tersebut. Wajah lain itu akan tampak pada surat kepercayaan yang lahir pada 1966, surat yang juga diprakarsai Asrul Sani.

Karakter utama yang membedakan Lesbumi dari Lekra dan Manikebu adalah kentalnya warna “relijius” dalam produksi ekstrim antara kubu Lekra dan Manikebu. Pada titik ini, sebenarnya Lesbumi memberikan alternatif baru dalam berkesenian dengan memberikan tempat bagi unsur keagamaan (Islam) setara dengan kebudayaan melalui sebuah “kontestasi” seni-budaya ketimbang sebuah “pertarungan” politik. Sikap “tengah-tengah” (moderat) nampaknya coba diterima Lesbumi senada dengan garis ideologi Ahlussunnah wal Jamaah yang menjadi landasan politik keagamaan NU, organisasi induknya.

Lesbumi dianggap sebagai penanda kemodernan di tubuh NU. Modern di sini jika dilihat dari kacamata NU melalui Lesbumi yang sama sekali baru terhadap perkembangan seni-budaya. Jika dilihat dari para pendapat tokohnya, seperti, Djamaluddin Malik, Usman Ismail, dan Asrul Sani. Inilah bentuk apresiatif NU terhadap modernitas, terutama menyangkut relasi agama dan politik dalam konteks “kemusliman” melalui pendefinisian ulang terhadap seni-budaya “Islam”. Kemudian, mengapa Lesbumi seakan-akan lenyap dari wacana perbincangan sejarah seni-budaya dan politik di Indonesia. Inilah sebenarnya yang dijawab dalam buku ini, yaitu polemik kebudayaan Lesbumi yang terjadi pada kurun waktu 1950-1960.

Lahirnya Lesbumi tidak hanya counter-responses terhadap kedekatan Lekra dengan PKI yang dianggap selama ini diyakini banyak pihak. Lesbumi lahir justru harus dilihat dari dua sisi “momen historis” yang melingkupinya. Momen politik dan momen budaya. Momen politik adalah lahirnya Manifesto Politik pada 1959 oleh presiden Soekarno dan ideologisasi Nasakom dalam tata kehidupan sosial-politik. Sedangkan momen budaya adalah perlunya advokasi terhadap kelompok-kelompok seni-budaya dan kebutuhan akan modernisasi seni-budaya. Dari sinilah diperlukan pemaknaan ulang “agama” dalam konteks Indonesia yang sedang dalam proses nation-building, khususnya di bidang kebudayaan.

Lalu, di mana letak posisi seni-budaya pesantren yang tidak lain merupakan basis kultural Lesbumi NU, dalam konteks kebudayaan nasional? Dalam pandangan para tokoh Lesbumi, seni-budaya pesantren akan menemukan ruang tersendiri sosio-kulturalnya dalam pentas budaya nasional jika ia diapresiasi menggunakan bahasa kebudayaan, karena suatu fenomena yang sebelumnya tidak ditemukan termasuk seni-budaya dipandang tradisional, kolot, ke-Arab-Arab-an, dan tidak sejalan dengan modernitas.

Polemik Lesbumi dalam perjumpaan dengan kebudayaan di Indonesia ada sesuatu yang unik, dalam lintasan sejarah di mana tahapan tersebut dapat dirunut sejak awal NU berdiri pada 1926 sebagai organisasi pendidikan dan sosial-keagamaan. Perjumpaan itu terus berlangsung secara intensif dan terus-menerus seiring dengan perubahan NU yang menjadi gerakan politik pada 1952 hingga mencapai mementumnya pada 1960-an. Pada tahap ini, perjumpaan NU dengan gerakan kebudayaan di Indonesia mengalami proses formalisasi dan pelembagaan melalui pendirian Lesbumi.

Dalam catatan di atas Lesbumi mencari bentuk relasi agama seni dan politik, di mana sejak menarik diri dari Partai Masyumi, Partai NU terus berupaya memodernisasi dirinya. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, di awal penarikan diri, NU telah memiliki badan-badan otonom yang mencerminkan perhatiannya pada masalah pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, pertanian, perempuan, pemuda, dan buruh.

Lesbumi adalah salah satu bentuk yang menghimpun berbagai macam pelukis, bintang film, pemain pentas, dan sastrawan, di samping juga ulama yang memiliki latar belakang seni yang cukup baik. Inilah yang dianggap tidak menjaga martabat NU.

Seiring dengan perubahan kebudayaan pada 1950-1960 terjadi peristiwa penting yang menonjol dalam memandang kelahiran Lesbumi. Pertama, dikeluarkannya Manifesto Politik pada 1959 oleh Soekarno. Kedua, pengarusumutan Nasakom dalam tata kehidupan sosio-budaya dan politik Indonesia pada awal 1960-an. Ketiga, perkembangan Lekra pada 1950. Organisasi kebudayaan semakin mendekatkan diri dalam hubungan dengan PKI, baik secara kelembagaan maupun ideologis. Keempat, faktor eksternal tersebut yang melingkupi proses kelahiran Lesbumi. Pada satu sisi, kelahirannya memperhatikan momen politik kerena faktor-faktor eksternal yang melingkupi.

Di samping faktor eksternal, ada juga faktor internal. Pertama, kebutuhan akan pendampingan terhadap kelompok seni-budaya di lingkungan Nahdliyin. Kedua, kebutuhan akan modernisasi seni-budaya. Dengan mempertimbangkan faktor eskternal dan internal, sebagaimana dikemukakan di atas, momen historis kelahiran Lesbumi dipengaruhi dan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari momen politik dan momen budaya.

Dalam konteks politik-kebudayaan Indonesia, kelahiran Lesbumi merupakan condition sine qua non bagi jalannya revolusi Indonesia yang menganut gagasan Nasakom Soekarno. Tapi, dalam spektrum yang luas, keniscayaan Lesbumi disebabkan, menurut Asrul, sebagai sebuah tantangan yang datang dari berbagai arah yang mengitari kaum muslimin.

*) Peresensi adalah Direktur Eksekutif Pustaka Monrea Banni dan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez