Suryadi *
Kompas, 27 Okt 2008
MENULIS biografi lengkap seorang tokoh besar yang sudah meninggal ratusan tahun lalu mungkin tak semudah menulis biografi (pesanan) seorang penguasa/pengusaha yang masih hidup. The Power of Prophecy (Kekuatan Nujum) menyuguhkan biografi lengkap Pangeran Diponegoro (1785-1855), seorang Muslim yang saleh, tetapi tetap dipengaruhi kosmologi Jawa, yang mengobarkan ”perang suci” melawan Belanda (1825-1830).
Buku ini adalah sebuah studi yang mendalam mengenai riwayat hidup Pangeran Diponegoro (PD), bangsawan Keraton Yogyakarta, penentang paling gigih aneksasi Belanda terhadap tanah Jawa. Ia melukiskan detail kehidupan PD dalam turbulensi politik pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 ketika kekuatan penuh kolonialisme Eropa memukul Indonesia, menghancurkan orde lama Jawa untuk selamanya, serta mendorong kekuatan kembar Islam dan identitas nasional Jawa ke dalam konfrontasi frontal melawan Belanda.
Dalam konfrontasi itu, yang dikenal sebagai Perang Jawa (atau ”Perang Diponegoro”), PD kalah dan akhirnya dibuang—fase yang menandai dimulainya periode kolonisasi modern Belanda di Indonesia yang berakhir dengan kedatangan Jepang pada tahun 1942. Buku ini membahas konteks kesejarahan Perang Jawa serta seluruh ”aktor” yang terlibat di dalamnya, dengan PD sebagai ”protagonis”-nya.
Tebal buku ini mencapai hampir 1.000 halaman, terdiri dari 12 bab yang diperkaya dengan 84 ilustrasi plus 11 peta, 2.260 catatan kaki yang sarat rujukan arsip dan sumber pertama, dan 16 lampiran yang membantu pembaca memahami posisi genealogis PD serta konteks sosial, politik, dan historis yang melahirkan, membesarkan, dan menentukan jalan hidupnya.
”Tulang punggung” (backbone) buku ini adalah otobiografi PD sendiri, naskah Babad Dipanagara (beraksara Pégon) yang ditulisnya di Manado. Penulis juga menggunakan banyak sumber pribumi lainnya serta catatan-catatan Belanda dan Inggris, khususnya kumpulan arsip kolonial yang berasal dari Karesidenan Surakarta dan Yogyakarta yang sekarang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Peter Carey, yang mengaku mulai terpesona oleh figur PD sejak tahun 1969 ketika memulai studinya di Universitas Cornell, juga menapaktilasi dan merekonstruksi seluruh rute yang pernah ditempuh PD sebelum, selama, dan sesudah berlangsungnya Perang Jawa. Bahkan, ia mengaku melakoni beberapa acara ritual-mistis ala Jawa selama melakukan studi lapangan, salah satunya bermalam di Goa Secang, Selarong, Bantul, tempat PD pernah melakukan meditasi.
Konteks historis Perang Jawa
Membaca buku yang penyusunannya memakan waktu lebih dari tiga dekade ini, pembaca dibawa menelusuri berbagai sisi personalitas PD serta alasan pribadi dan sosio-politik yang mendorongnya maju menjadi pemimpin Perang Jawa.
Bab I memaparkan konteks demografi, sosio-ekonomi, dan politik the sounth-central Javanese world tahun 1792-1825, dunia tempat PD dilahirkan dan menjalani masa kanak-kanak dan remajanya. Bab ini juga melukiskan ”kemajuan” sistem administrasi kekuasaan Keraton Yogyakarta dan sistem kemiliteran yang mendukungnya, serta membahas kehidupan kaum tani, sistem perpajakan, birokrasi, dan pengusahaan tanah, yang memengaruhi dinamika sosio-politik masyarakat Jawa pada masa itu.
Rekonstruksi masa kanak-kanak PD sampai berusia 20-an tahun ketika Daendels menganeksasi Kesultanan Yogyakarta—keputusan yang, langsung atau tidak, telah ikut mendorong PD mengobarkan ”perang suci” melawan ”kafir murtad” Belanda—dibahas dalam tiga bab berikutnya.
Kelahiran PD di Istana Yogyakarta—nama kecilnya Bendara Radèn Mas Mustahar, lalu menjadi Radèn Antawirya—dengan berbagai mitos yang menyertainya dan lingkungan sosial Desa Tegalreja tempat PD menjalani masa kanak-kanaknya, dilukiskan dalam Bab II. Ayah PD, Hamengku Buwono III, baru berumur 16 tahun lebih sedikit dan ibunya, Radèn Ayu Mengkarawati, baru berusia 15 tahun ketika ia melahirkan PD. Di tubuh PD mengalir seperempat darah Madura karena nenek buyutnya, Ratu Kedathon (ibu Hamengku Buwono II), adalah keturunan Pangèran Cakraningrat II yang berdarah Madura.
Masa remaja PD dan inisiasi yang dijalaninya sehingga menjadi seorang dewasa yang terjadi pada tahun 1803-1805 digambarkan dalam Bab III. Carey melukiskan penampilan fisik, tabiat, dan kapabilitas intelektual PD, proses pendidikan yang dilaluinya, minatnya pada sastra dan ilmu keislaman, serta hubungannya dengan orang Eropa. Pada tahun 1804, dalam usia 19 tahun, PD menikah untuk pertama kali dengan Radèn Ayu Madubrangta, putri Kiyai Gedhé Dhadhapan, kepala pathok negeri Dhadhapan, Distrik Sleman.
Bab IV mendeskripsikan ziarah lelana PD ke tempat tirakatnya di pantai selatan dan ”pertemuannya” dengan Ratu Kidul di Gua Langsé. Di sanalah ia mendengar suara Sunan Kalijaga, konon, yang mengingatkannya akan datang bencana menghancurkan Kesultanan Yogyakarta yang menandai kejatuhan Tanah Jawa. PD juga menerima sinyal-sinyal mistis menyangkut peran historis yang akan dilakoninya pada masa depan. Ziarah PD selesai akhir tahun 1805 dan ia kembali ke Tegalreja.
Dua bab berikutnya melukiskan penaklukan Belanda terhadap Jawa Tengah yang sinyalnya telah diterima PD dalam ziarahnya. Proses penaklukan ini, yang dipimpin Gubernur Jenderal HW Daendels, diuraikan secara rinci dalam Bab V. Aneksasi terhadap Kesultanan Yogyakarta menyebabkan timbulnya gerakan anti-Belanda di kalangan bangsawan dan golongan ulama. Pada tahun 1809 meletus pemberontakan yang dipimpin Radèn Rongga Prawiradirja III. Bab VI membahas latar belakang pemberontakan ini dan dampak politisnya. Radèn Rongga tewas di Sekaran, di tepian Sungai Sala, 17 Desember 1810.
Bab VII melukiskan aksi ”pencabulan” (rape) yang dilakukan Inggris terhadap Kesultanan Yogyakarta menyusul kolapsnya Pemerintahan Franco-Dutch di Jawa. Yogya jatuh ke tangan Inggris pada 20 Juni 1812. Proses konsolidasi kekuasaan Inggris di Jawa, yang juga cukup menyengsarakan rakyat walau hanya berlangsung singkat (5 tahun), beserta dampak sosio-politiknya diuraikan dalam Bab VIII (hal 345-430).
Bab IX menggambarkan dinamika sosio-politik the sounth-central Java setelah kepergian Inggris pada tahun 1816. Carey memberi judul bab ini ”Binding on the iron yoke” untuk melukiskan berbagai kebijakan baru Belanda di bidang sosial, politik, dan ekonomi sampai 1822 yang makin memiskinkan rakyat. Konflik internal di kalangan bangsawan Yogyakarta akibat aneksasi Belanda semakin meruncing, salah satu faktor yang memicu timbulnya Perang Jawa (Bab X, hal 505-603). PD dan para pengikutnya yang menentang pendudukan Belanda atas Yogyakarta menyingkir ke Tegalreja. Seiring dengan itu muncul tanda-tanda ramalan Jayabaya tentang akan datangnya Ratu Adil, antara lain meletusnya Gunung Merapi pada Desember 1822.
Tegalreja, basis pasukan PD, diserang Belanda dan kolaborator lokalnya pada 20 Juli 1825. Mereka gagal menangkap PD yang dengan pasukannya sudah lebih dulu mundur ke Selarong. Penyerangan itu menandai dimulainya Perang Jawa. Jalannya peperangan itu (1825-1830), cara-cara pembiayaannya, dan konsekuensi sosio-politisnya diuraikan dalam Bab XI.
Bab XII memaparkan secara rinci antiklimaks Perang Jawa ditandai oleh kekalahan yang dialami pasukan-pasukan PD dalam beberapa front pertempuran yang kemudian memaksanya berunding dengan utusan Belanda, JB Cleerens, di Rèmakamal. Dengan tipu daya the commander-in-chief’ pasukan Belanda, Letnan-gubernur HM de Kock, akhirnya PD ditahan saat mereka berunding di Magelang tanggal 28 Maret 1830.
Rekonstruksi proses penangkapan PD beserta para pembantu utamanya, sampai dia dibawa ke Batavia melalui Pelabuhan Semarang pada 5 April 1830 (PD sampai di Batavia pada 8 April) dan perjalanan panjang menuju tempat pembuangan di Manado dan akhirnya sampai ke Makassar diuraikan dalam bab ini.
Banyak kisah menarik
Buku ini mengungkapkan berbagai sisi kepribadian PD yang selama ini jarang kita ketahui: misalnya, waktu kecil PD dikelilingi oleh banyak wanita anggota keluarga, termasuk neneknya yang sangat memengaruhi minatnya belajar Islam. Carey juga berhasil mendapatkan satu-satunya sketsa wajah PD muda dalam pakaian Jawa memakai belangkon (hal 118). Ternyata PD tidak bisa berbahasa Melayu dengan baik dan juga berbahasa Belanda. Bila marah kepada pejabat Belanda, ia cenderung berbahasa Jawa Ngoko.
PD ingin tahu banyak mengenai peta Hindia Belanda dan Tanah Arab. Ia juga sangat mengerti tata cara makan ala Eropa. PD suka makanan Belanda seperti ”kentang Welanda” dan roti bakar (hal 700). Meski menolak minum wine, sekali waktu dalam pelayaran dengan Corvette Pollux dari Batavia ke Manado ia terpaksa meminumnya sebagai ”obat”.
Pascaberakhirnya Perang Jawa, PD yang terserang penyakit malaria hanya ingin diakui sebagai pemimpin agama tertinggi di seluruh Jawa (ratu paneteg panatagama wonten ing Tanah Jawa sedaya). Setelah menjadi tahanan Belanda, PD yang tetap diizinkan memiliki keris pusakanya, Kyai Ageng Bandayuda, ingin sekali ke Mekkah. Ia menyisihkan sebagian uang tunjangan pemberian Belanda. Menjelang bertolak dari Semarang dengan SS Van der Capellen, PD minum air zam-zam pemberian seorang haji di Magelang. Namun, sampai akhir hayatnya permohonan PD untuk pergi naik haji tidak pernah dikabulkan Belanda.
Menurut Carey, ada faktor kembar yang mendorong PD, adiwangsa Keraton Yogyakarta yang semula bersikap netral dan tidak menunjukkan ambisi politik apa pun, mendeklarasikan ”perang suci” melawan Belanda, yaitu krisis agraria yang melanda Jawa Tengah tahun 1823- 1825 dan berbagai tindakan yang tak pantas yang ditunjukkan para petinggi Belanda di Yogyakarta (hal 757). Hal itu antara lain terefleksi dalam sindirannya kepada Residen Yogyakarta HG Baron Nahuys van Burgst dalam babad-nya: ”Karemannya mangan minum / lan anjrah cara Welanda’” (Sukanya makan-minum dan menyebarkan kebiasaan orang Belanda) (hal 434).
Banyak lagi sisi-sisi kehidupan PD yang berhasil diungkapkan Carey dalam buku ini, juga lingkungan Keraton Yogyakarta memiliki pasukan wanita (royal Amazon corp) dengan kepandaian menunggang kuda dan menggunakan senjata yang membuat Daendels terkagum-kagum. Di The ‘Versailles of Java’ itulah PD dilahirkan sebelum fajar menyingsing pada Jumat, 11 November 1875.
Mungkin hanya sebuah kebetulan atau keajaiban terakhir: sama seperti waktu kelahirannya 70 tahun sebelumnya, PD, yang selama hidupnya memiliki tujuh istri dan beberapa istri lagi yang tidak diketahui namanya (Appendix IV), wafat menjelang fajar menyingsing pada hari Senin 8 Januari 1855 di biliknya dalam Benteng Rotterdam, Makassar.
Sebagai seorang anak manusia, this pious and complex man’ telah menyelesaikan tugas sejarahnya. Agaknya benar diktum Karl Popper yang disitir Carey: ”[H]istory is the struggle of men and ideas” (hal 757).
Studi sejarah Indonesia
Tampaknya buku ini amat dinantikan oleh peminat studi (sejarah) Indonesia, mengingat kabar mengenainya telah beredar sejak 33 tahun lalu ketika Peter Carey sukses mempertahankan disertasinya, ”Pangeran Dipanegara and the Making of Java War, 1825-30”, di Universitas Oxford pada November 1975. Edisi kedua buku ini telah dicetak, menyusul edisi pertamanya (Desember 2007) yang sudah terjual habis.
Peter Carey, yang kini menjadi dosen di Trinity College, Inggris, telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menyusun buku ini. I can say that I have lived under the shadow of the Prince [Diponegoro] for nearly all my adult existence, akunya dalam Jurnal Itinerario.
Buku ini sangat patut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia supaya anak bangsa ini dapat mengetahui secara mendalam riwayat hidup dan perjuangan salah seorang pahlawan nasional mereka. Di sampul dalamnya, Carey menulis: Dedication. For the family and descendants of Pangéran Dipanagara. In honour and respect. Kalimat itu seperti mengimbau pewaris Keraton Yogyakarta untuk mengirim pesan rekonsiliasi kepada arwah nenek moyang mereka yang dulu sempat terpecah karena perang yang dipimpin PD.
Semoga pewaris Keraton Yogyakarta (baca: Sultan Hamengku Buwono X), juga Pemerintah Republik Indonesia, tergugah untuk mengusahakan penerjemahan buku ini ke dalam bahasa Indonesia.
*) Suryadi, Dosen dan Peneliti pada Opleiding Talen en Culturen van Indonesië, Universiteit Leiden, Belanda
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/10/tokoh-biografi-lengkap-pangeran.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar