Kamis, 09 Februari 2012

Terpikat Rumi 8 Abad…

Binhad Nurrohmat
http://www.korantempo.com/

Dan bila Dia menutup semua jalan dan celah di hadapanmu – Dia akan menunjuk satu setapak rahasia yang tak seorang pun tahu! (Jalaluddin Rumi, Diwan-Syamsi-Tabriz, 765)

Juru bicara terpenting dan tersohor dari Barat mengenai mistikus-penyair Jalaluddin Rumi, Annemarie Schimmel, pernah menulis: “Tidakkah aneh, mistikus abad ke-13 dari Balkh, yang bekerja di Anatolia dan terpukau kekuatan cinta mistis yang nyaris tak mungkin dibayangkan, bisa relevan dengan manusia modern abad ke-20?” Bagi Schimmel, Rumi telah mencurahkan banyak petunjuk untuk kehidupan kita melalui pancaran filosofis puisinya.

Tulisan Rumi dihimpun dalam sejumlah bunga rampai, di antaranya himpunan puisi Diwan-Syamsyi-Tabriz, Matsnawi-ya-Ma’nawi, dan Rubaiyat. Sedangkan bunga rampai percakapan, surat, dan kotbahnya dihimpun dalam Fihi Ma Fihi, Makatib, dan Majalis-i-Sab’ah.

Gaya puisi bahasa Arab Rumi mengagumkan karena begitu indahnya mengubah ideal dan citraan puisi Persia ke dalam bahasa Arab yang berselang-seling antara larik bahasa Arab dan Turki (bilingual) dengan beragam pola maupun gabungan bahasa Arab, Turki, dan Persia (trilingual).

Puisi Rumi menampakkan teknik penulisan kelas tinggi, antara lain, berupa teknik penanjakan rima yang merupakan gambaran kekhusyukan atau kemabukan dalam proses penciptaannya: Dar jam-i may awikhitam/andisya ra khun rikhtam/ba yar ikhud amikhtam/zira darun-i parda’am (Aku bergelayut di cawan anggur dan dukaku dalam darahnya karam. Aku berpadu dengan kekasih di balik tirai) atau dawran kunun dawiran-iman/gardun kunun hayran-iman/dar la-makan sayran-i man/farman zi qan awurda’am (Kitaran tubuh kini kitaranku; langit berkilau menembusku. Perjalananku kini sampai Negeri Antah Berantah; sebuah perintah Tuhan kubawa sudah).

Keterampilan retorik ini amat canggih dan murni, namun spontan dan alamiah. Gaya bahasanya memainkan rima akustik makna dengan mendayagunakan simbol huruf dan bunyi (konkretisasi fonetik) yang menjelmakan nada mistis.

Puisi Rumi kerap memanfaatkan paradoks: “Orang hendaknya diam lantaran tanda Cinta hadir berkebalikan”, “Orang dipukul kepalanya oleh Cinta”, “daya pikir digantung seperti maling”, maupun “tak hanya haus yang mencari air, air pun mencari dahaga”.

Ungkapan-ungkapan non-logis ini serupa ulta bhansi dalam khazanah mistik India untuk mengungkap ihwal pengalaman mistik yang “terbalik” lantaran melampaui pagar atau batas nalar. Rumi menggubah banyak ungkapan yang nyaris tak bisa diterjemahkan lantaran ekstase meta-logis yang mungkin digubah untuk mengguncang atau menyihir sikap dan pandangan “normal” atau awam tentang kenyataan kasat mata. Bagi Rumi, akal itu belenggu, dan kekuatan yang menghidupkan segala wujud adalah Cinta, suatu perasaan kepayang yang tak masuk akal.

Dalam puisinya, Cinta kerap terdedah dalam kemabukan, kegilaan, dan ketaksadaran. Kemabukan dan anggur menjadi simbolisme sufi tentang jiwa terkekang yang melepaskan belenggu akal atau pikiran rasional. Kegilaan memungkinkan kekuatan puitis memain-(mainkan) kebijaksanaan yang mengekang kebebasan unta mabuk (syotor-e mast) atau unta birahi mencegahnya berkeliaran di gurun pasir atau rasa gandrung Majnun tersesat dalam belantara cinta dalam Diwan.

Paradoks puisi Rumi merupakan cerminan ajaran sufi tentang Kesatuan Wujud visioner yang menyiratkan “penglihatan hati” kaum sufi, “sang pemilik hati”. Kaum sufi menjauhkan diri dari ego dan kepribadian yang fana dan merenung melalui “penglihatan ilahi”. Kesatuan Wujud visioner berbeda dengan Kesatuan Wujud teoritis yang menyembul dari lubuk nalar rasional yang menghampakan kespiritualan atau keruhanian. Bagi kaum sufi, realitas tak dapat diketahui melalui jalan akal. Puisi Rumi menjadi menarik, antara lain, lantaran menampakkan persenyawaan memikat antara nalar dan kepayang, tarik-ulur akal dan khayalan.

Rumi juga mencemooh penyair dengan menyindir dirinya sendiri yang terlibat dalam suatu tradisi puisi yang ditampiknya: “Apalah arti puisi untukku sehingga aku harus mendustainya. Aku punya seni lain yang berbeda dari yang dimiliki penyair. Puisi itu awan gelap, aku di belakang selubung serupa rembulan. Jangan sebut aku awan hitam atau bulan yang bercahaya di angkasa.”

Puisi Rumi merupakan penerus perjalanan panjang tradisi puisi Persia. Puisi Persia terolah dan berkembang di kerajaan dan lingkungan pemerintahan sejak abad ke-9 di Iran bagian timur dan menyebar ke wilayah lain yang berbahasa Persia. Mulanya, tradisi kepenyairan muncul sebagai pertunjukan yang menghadirkan lirik karangan sendiri yang diiringi musik dalam perjamuan resmi kerajaan. Tradisi ini berakar dari masa Iran pra-Islam yang agaknya terpengaruh oleh kasidah Arab.

Prinsip estetika dan norma cita rasa penyair kerajaan berbahasa Persia pun ditetapkan dengan memakai model Arab: puisi merupakan wicara berirama dan bersyair untuk menggugah takjub penonton dengan menerapkan prinsip estetika dan norma cita rasa itu. Tapi, penyair Sana’i dari istana Ghazna melakukan transformasi yang mengubah arah puisi Persia menuju pandangan mistis. Sana’i-lah yang merintis jalan dan menggelorakan kedalaman samudera batin yang diarungi Rumi penuh keberanian artistik dan teologis.

Tak seperti Hafizh yang masih menempatkan sejumlah realitas di bawah standar estetis, Rumi menyentuh secara sepadan semua urusan yang dianggap atau dipercaya sebagai perkara yang agung hingga yang remeh-temeh. Rumi begitu asyik dan santai membincang Tuhan, birahi, bulan, takdir, bawang, makanan, kuda, serangga, hingga kencing, dan pantat keledai. Rumi memandang aspek simbolis setiap benda atau makhluk yang dianggap bernilai rendah atau tinggi, yang dianggap bejat atau bijak, sebab untuk meraih keutuhan dan kesubliman memerlukan kebalikannya. “Cacat adalah cermin dari kesempurnaan, sesuatu dibuktikan melalui kebalikannya,” kata Rumi.

Rumi percaya metafora merupakan jembatan menuju hakikat kenyataan dan ke mana pun dia menemukan beragam wujud atau laku Tuhan yang menuju kesatuan Abadi dan kebenaran tertinggi, seperti “kredo” yang akrab dinyanyikan oleh kaum sufi: Wa fi kulli syai’in lahu syahidun yadulla ‘ala annahu wahidun (Dalam segala sesuatu bersemayam tanda, jejak bukti, yang menegaskan Dia melulu Satu).

Menurut para ahli tentang Rumi, puisi Rumi serupa pohon dengan cabang, daun, bunga, dan buah yang tumbuh dari satu akar yang dalam menghunjam dan membentuk kesatuan utuh yang tak terbagi. Sumber dan struktur pemikiran mistisnya dan hakikat serta proses kreatif puisinya terkait dan tak terceraikan, di dalamnya bersemayam Kebenaran yang merupakan inti yang dicari manusia sepanjang masa.

Pada tingkatan teologis, Rumi suka menggunakan istilah kibriya’ (Kebesaran Ilahi) dalam puisinya, cahaya Tuhan yang bersinar serupa matahari. Muhammad Iqbal kerap menyebut istilah ini saat membincang Rumi. Pada tingkatan praktis, Rumi suka memakai kata bu (bau wangi) yang membangkitkan ingatan masa silam dalam puisi Rumi yang berwarna-warni: “Bulan purba wajahnya, syair dan gazal bau wanginya –bau wangi bagian jelmaan yang tak terikat dengan pandang sejatinya.”

Dalam tradisi Islam, kata bu mengandung konotasi kisah Yusuf (dalam Al-Quran) yang terpisah dari ayahnya yang buta, Yakub, dan sembuh oleh bau wangi pakaian Yusuf. Kibriya’ dan bu merupakan sebagian “kata kunci” puisi Rumi.

Tak ada puisi dari dunia Islam yang dikenal baik di Barat melebihi puisi Rumi. Bahkan, menurut Sayyid Hussein Nashr, Islam tak akan pernah menyebar seluas sekarang ini tanpa meruahnya kehadiran para manusia bijak dan pujangga Persia. Rumi begitu mahir menyisipkan ayat Al-Quran, kutipan hadis, maupun ujaran sufi ke dalam puisinya.

Pada abad ke-15 akhir ada yang menyebut Matsnawi merupakan Al-Quran dalam bahasa Persia. Sejumlah mistikus di sejumlah wilayah yang jauh dari pusat pembelajaran dan arus utama kehidupan sastra dikabarkan menyerahkan seluruh perpustakaannya, kecuali Al-Quran, Diwan Hafiz, dan Matsnawi Rumi.

Puisi Rumi merupakan gabungan kuat bentuk dan makna melalui keterampilan bahasa yang tampil alamiah serta menawarkan kedalaman makna yang memukau dan indah. Puisi Rumi dibangun oleh kesadaran artistik yang bagus sekaligus kedalaman pencarian realitas Ilahiah yang tak terbatas dan tak terlukiskan. Bagi Rumi, “kata-kata itu santapan malaikat”, “bahasa itu kapal”, dan “makna adalah lautan”.

Semua inilah kiranya yang bisa melantari puisi Rumi yang digubah delapan abad yang sudah lewat masih memikat dan relevan hingga kini, dan barangkali masih terus bergema sekian abad kelak guna memenuhi angan Diwan Rumi: “Gubahlah gazal yang bakal tetap dilagukan manusia dalam seratus abad!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez