Senin, 05 Desember 2011

Surau dan Kerisauan Orang Minang

Nelson Alwi*
Suara Karya, 20 Sep 2008

EKSISTENSI atau pun sumbangsih surau bagi keselarasan (ke)hidup(an) sosial-keagamaan masyarakat Minang, tak bakalan tergerus dari ingatan. Ya, surau pernah berperan besar lagi sangat signifikan sekali. Selain sebagai tempat beribadah, surau berfungsi menampung kakek-kakek uzur tiada berdaya, para duda, musafir atau anak dagang, apalagi anak-anak serta remaja yang hendak menuntut ilmu: dunia dan akhirat.

Di surau, seorang anak -terutama remaja putra akilbalig- tidak hanya diwajibkan mengaji-mendalami Al-Quran atau mempelajari seluk-beluk agama Islam, tetapi juga dibekali ilmu bela diri pencak silat maupun kesenian dan, secara tidak langsung dilatih menyimak dan menuturkan sebuah cerita berikut berbagai pengalaman sehari-hari di samping belajar mendiskusikan permasalahan hidup dan kehidupan yang serba komplit.

Pendek kata memang demikian situasi dan arti keberadaan surau, setidaknya, pada beberapa dekade akhir abad XIX hingga penggalan kedua abad ke-20. Tak heran kalau dari surau kemudian muncul banyak tukang kaba yang piawai berkisah, yang keprofesionalannya diperhitungkan di berbagai ajang seperti acara “alek nagari”, pesta perkawinan, khitanan dan juga di stasiun-stasiun kereta api atau di lepau-lepau kopi. Artinya adalah, surau turut serta mengukuhkembangkan tradisi sastra(wan) lisan Minangkabau.

Bahkan, ada yang mengklaim, bahwa benang merah peralihan dari sastra lisan ke sastra tulis pada etnik yang tak punya aksara ini, bisa ditelusuri melalui sejarah pertumbuhan pendidikan surau. Orang-orang surau, pada kurun tertentu, dengan gemilang berhasil membudidayakan huruf Arab -menjelma menjadi aksara Arab-Melayu- untuk mengkonkretkan buah pikiran mereka dalam bentuk tulisan atau buku. Dan sebagaimana diketahui, setelah mengenal huruf Latin, sederetan panjang (nama) pengarang asal daerah ini eksis mendominasi paling tidak tiga dekade awal blantika kesusastraan Indonesia modern.

Lebih jauh dapat dikatakan, hampir semua tokoh kenamaan di berbagai bidang mengawali segalanya di dan dari surau. Sebutlah umpamanya para intelektual (ekonom, ahli hukum, politikus, jurnalis, sejarawan, negarawan maupun diplomat ulung) sekaliber H Agoes Salim, Bung Hatta, M Yamin, Adinegoro, Natsir, Hamka dan lain sebagainya. Demikian pula dengan tokoh pembaharu pelopor Sumatera Thawalib seperti H Abdul Karim Amrullah alias Inyiak Rasua (yang juga dikenal sebagai Doktor HC pertama di Indonesia) dan Zainuddin Labay El Yunusi, atau Abdullah Ahmad pendiri perguruan Adabiah -ketiganya murni berpendidikan surau dan, untuk sekian lama mengajar atau berkiprah di Surau Jambatan Basi Padang Panjang.

Ya. Pada masanya, kehidupan institusi (ke)surau(an) di Ranah Minang tampak begitu bergairah. Surau senantiasa membuka pintu selebar-lebarnya buat semua orang. Surau berhasil menyalurkan aspirasi para orangtua. Surau menjadi tumpuan harapan masyarakat Minang. Agaknya, tak ada “urang awak” yang tak pernah bersentuhan dengan surau.

Ironinya, kenapa tradisi kesurauan yang terang-terangan bermanfaat dan berhasil melahirkan sejumlah figur kharismatik bertaraf (inter)nasional itu sirna dan, tidakkah seyogianya dihidupkan saja kembali? Tak berlebihan kiranya kalau muncul kesadaran dan pemikiran yang mengusik seperti itu, yang kemudian mengental setelah melihat kenyataan semakin minimnya orang Minang yang berprestasi dan sukses di forum-forum bergengsi lagi menentukan, semakin tipisnya pemahaman (ber)agama dan kian merosotnya rasa serta nilai-nilai keminangkabauan di tengah masyarakat.

Nah. Tetapi menurut hemat saya, kerisauan maupun keprihatinan atau katakanlah persoalan orang Minang saat ini takkan selesai dengan hanya mendengung-dengungkan tradisi kesurauan melalui wacana “kembali ke surau”. Dengan kata lain, idiomatik “kembali ke surau” yang beberapa waktu berselang santer diteriakkan sebagian orang Minang (baca: para sentimentalis-konservatif) memang tidak lebih dari semacam jargon yang, kini benar-benar sudah kehilangan gaung.

Seperti dan atau bagaimana surau yang dimaksud/diprogramkan itu memang belum jelas rumusan dan duduk-tegaknya. Setidaknya saya membayangkan sebuah surau yang lengkap dengan fasilitas modern seperti perpustakaan, sarana dan prasarana olah raga, peralatan musik, televisi, komputer serta pe-es yang game-gamenya bernuansa Islam(i), sehingga anak-anak maupun remaja betah.

Kecuali itu, kalaulah kita mencoba membolik-balik lembaran masa lalu bangsa ini, akan ditemui sesuatu yang mencengangkan, yang bisa jadi dicap sebagai tesis atau analisis yang harus dibuktikan kebenarannya.

Politik atau sistem pemerintahan yang diterapkan kolonialisme Belanda selama berabad-abad begitu membelenggu bangsa Indonesia, termasuk etnik Minangkabau. Dan ini, lambat-laun membuat kalangan bernalar tinggi sadar, bahwa kalau ingin maju dan merdeka kita musti berani menentukan sikap. Dalam segala hal kita tidak perlu tergantung pada penguasa lalim yang senantiasa membatasi ruang gerak kita di Tanah Air sendiri, terutama hak untuk memperoleh pendidikan (formal).

Lantas, mereka yang memahami pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan pun melirik dan berbondong-bondong mendayagunakan surau, yang kala itu merupakan salah sebuah (atau mungkin satu-satunya) alternatif paling aman. Surau toh merupakan lembaga agama dan produk budaya asli yang relatif steril dari campur tangan pemerintah Hindia Belanda.

Dengan demikian jelaslah, pada satu kurun waktu tertentu orang-orang sadar, cerdas dan bersemangat pergi dan menimba ilmu di surau-surau. Komunitas atau masyarakat surau bukan hanya terdiri dari orang-orang yang “berputus-asa”. Pamor surau tidak identik lagi dengan orang tua uzur, para duda, remaja tanggung, orang kemalaman dan keserbalusuhan “pakiah” (santri): memakai peci yang sudah memudar, baju gunting cina, berkain sarung, kemana-mana menyandang buntil(an) beras dan kotak wakaf, berjalan atau berujar membungkuk-bungkuk dan tidak berani menatap mata lawan bicara yang kelihatan lebih “wah”.

Jadi, bicara tentang “kejayaan” (pendidikan) surau adalah menyangkut situasi dan kondisi zaman semata, yang tidak boleh tidak menuntut konsekuensi logis dalam hal memilih yang dirasa paling baik dan efektif.

Sekadar berargumen, setelah bangsa Belanda angkat kaki dari negeri ini orang Minang seolah-olah “membelakang” ke surau. Para orangtua, dan begitu pula dengan anak-anak tergolong pintar punya kecenderungan kemodernan lahiriah dalam bentuk mengutamakan pendidikan yang dilaksanakan di gedung-gedung mentereng yang berorientasi ke dunia belahan Barat yang, walau bagaimanapun, memang lebih menjanjikan dan menawarkan harapan-harapan (bersifat) duniawi.

Dan dewasa ini sosok surau mengedepan memperlihatkan wujud dan corak tersendiri. Di pedesaan surau sering dimanfaatkan oleh para remaja yang suka begadang. Sementara di wilayah perkotaan, surau pada umumnya ditangani garin alias mahasiswa “praktik” yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi berbasis (agama) Islam untuk kemudian hengkang setelah meraih gelar sarjana guna mencari pekerjaan yang dipandang lebih baik. Namun, kendati surau seolah tidak bisa lagi memposisikan diri sebagai sentra sosio-kultural berorientasi (ke)agama(an), satu hal, surau tetap merupakan tempat beribadah: sembahyang dan mengaji.***

* Nelson Alwi, Budayawan, tinggal di Padan
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/09/surau-dan-kerisauan-orang-minang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez