Senin, 19 Desember 2011

Sekularisme Religius sebagai Kritik

–Sekularisme sebagai Kritik–
Asarpin
http://sastra-indonesia.com/

Kawan, perdebatan tentang apa yang disebut sekular dan sekularisasi—ada yang menulis sekuler dan sekularisasi—memang belum memperlihatkan tanda-tanda melelahkan. Padahal kurang apa kerasnya polemik yang pernah terjadi antara kelompok Bung Karno-Bung Hatta dengan kelompok Natsir-Hamka–Siradjudin Abbas—A.Hasan tentang soal ini. Kedua polemik ini memiliki pengikut, dengan corak dan gayanya masing-masing.

Bung Karno begitu lantang menyerukan model sekularisasi radikal yang dilakukan Turki, Bung Hatta mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang diusulkan para pemimpin Islam Indonesia, yang membuat sebagian besar aktivis Islam waktu itu marah.

Gagasan Bung Karno tentang pemisahan agama dan negara, sebagaimana yang terjadi di Turki, tampaknya disalah-pahami oleh lawan-lawan debatnya. Bung Karno ingin menegaskan, dan itu kita ketahui kemudian ketika ia berdebat dengan salah satu tokoh HMI, bahwa tidak ada negara Islam. Gagasan ini kelak kita temukan dalam pemikiran Amin Rais, Cak Nur dan Roem.

Perdebatan tentang dua pandangan itu makin hari makin banyak pengikut, dan masing-masing tampak mempertajam, memperkuat basis dukungan dengan sekian banyak ungkapan turunan, hingga lahirlah pemisahan antara sekularisme dan sekulrisasi dari tangan Cak Nur, dan kemudian berlanjut dengan adanya “kompromi” atau “jalan tengah”, yang sekarang kita kenal dengan istilah “sekularisme religius”.

“Sekularisme religius” adalah hasil kompromi politik yang memanas. Kita tak tahu siapa yang pertama kali mencetuskan istilah ini, tapi sebagian besar tulisan kaum intelektual kita mengutip W.E. Shepard tentang Islam dan ideologi di International Journal for Middle Eastern Studies (1987). Yudi Latif pun mengutip pendapat tokoh ini, dan tampaknya intelektual muda jebolan pesantren Gontor ini berusaha mengkampanyekan gagasan sekularisme religious.

Di Lampung, kamu tampaknya berusaha ambil bagian dalam tema yang sensitif ini. Dalam tulisannya yang terakhir, setelah lebih dari setahun berhenti menulis, menunjukkan kalau kamu begitu terpesona oleh gagasan seniormu itu, terutama tentang frase “sekularisme religius” tersebut. Kenapa tidak sekalian menggunakan istilah “sekularisme Islam?”

Tampaknya, baik Yudi maupun kamu tak mau terjebak pada istilah yang justru bakal memperuncing situasi. Walau kalian berdua lebih fokus dengan Islam sebagai sebuah agama mayoritas di sini, namun kalian masih malu-malu kalau harus menyebut “sekularisme Islam”. Dengan “sekularisme religius”, kalian mengandaikan bahwa gagasan itu tak hanya berlaku bagi agama Islam, tapi semua agama. Lagi pula istilah religius di situ tidak dimaksudkan sebagai agama formal.

Kau, Damanhuri, tampak tak yakin kalau orang Amerika Serikat kebanyakan sekular, tapi justru sebaliknya. Dari mana kau peroleh data ini, kawan? Bukankah menurut Norris dan Inglehart dalam bukumu yang pernah aku pinjam, kecenderungan yang terjadi di dunia menunjukkan dua hal: Pertama, masyarakat-masyarakat yang kaya seperti Amerika, menjadi makin sekular, tetapi dunia secara keseluruhan makin religius. Ini akibat pertumbuhan penduduk yang jomplang, di mana yang miskin bertambah banyak dan religius, sementara pertumbuhan penduduk di negara kaya justru stagnan.

Kau juga menyebut sekularisasi sebagai paket dari luar yang didesakkan kaum kolonial. Bukankah Islam itu juga paket dari luar yang didesakkan para pendakwah dan kaum sufi dari Parsi atau pedagang dari Gujarat? Ini sama dengan pendapat salah satu lembaga kursus bahasa Arab yang mengatakan bahwa bahasa Arab itu bukan bahasa asing, karena Indonesia mayoritas Islam. Bahasa Agama Islam adalah bahasa Arab, jadi orang muslim di belahan dunia mana pun memandang bahasa Arab sebagai bahasa ibunya, sekalipun orang muslim tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa tersebut.

Harus diakui, produk negosiasi antara aktivis yang mendesakkan Islam dengan aktivis sekular melahirkan produk berupa falsafah, semboyan dan undang-undang yang tidak tegas. Tak heran jika ada anggapan bahwa Indonesia bukan negara sekular, bukan negara agama, bukan sosialisme, bukan pluralisme, bukan ini bukan itu, dan sebagainya. Mesti dimaklumi jika sampai sekarang elite politik kita—walau tidak hanya elite politik saja tapi para penulis—masih terus menerus merapalkan retorika “Indonesia bukan negara sekular dan bukan negara agama”, sebab Pancasila dan UUD 1945 hasil kompromi dua golongan yang berbeda, dan hasilnya tak mungkin tegas, bulat dan padu.

Yang perlu diselidiki kini, adalah: kemungkinan adanya kesalahan dalam pemahaman kita tentang sekularisasi. Kita selalu menyamakan sekularisme dengan anti-agama, menolak Tuhan, dan memisahkan agama dari politik. Padahal tidak pernah ada sebuah negara yang betul-betul sekular, yang betul-betul menolak agama dan Tuhan. Nietzsche yang kita anggap sebagai menegasikan Tuhan karena mengatakan “Tuhan telah mati” justru dipahami banyak orang sebagai yang sangat religius.

Dengan demikian, makna sekular sama sekali tidak terkait dengan penolakan agama dan anti-Tuhan. Kalau bukan itu, lalu apa? Saya lebih tertarik meletakkan sekularisasi sebagai sebuah kritik atas dominasi agama. Jika betul dominasi agama di segala bidang ada bahayanya, maka apa yang dilakukan oleh kaum sekular selama ini justru bisa diterima. Harus diakui, hanya kaum sekular yang paling kritis terhadap agama, gejala-gejala keagamaan, ketimbang yang menghujat sekularisme dengan dasar keyakinan agamanya yang paling benar.

Kritik sekular kini terasa relevan, minimal membuat kita kaum beragama tidak mudah merasa paling suci, paling benar dan menganggap yang di luar kita kotor dan profan. Apa yang dikritik Comte, Marx, Weber, Nietzsche, Said, dll., tentang agama, menunjukkan kritik sekular yang tidak lagi membawa-bawa agama ke segala ruang dan waktu, karena agama lebih terkait dengan penghayatan pribadi.

Kalau betul paham sekular akan menggerogoti agama, berarti kita tak percaya bahwa agama itu suci, dilindungi, dan pemberian Tuhan yang tak mungkin akan runtuh oleh setajam apa pun kritik yang dilontarkan oleh umat manusia.

Ungkapan “sekular religius” lebih baik dipahamai sebagai kritik religius. Maksud para pencetusnya adalah bagaimana dua hal yang selama ini terkesan berlawanan, seperti istilah sekularisasi dan islamisasi, ternyata tidak. Keduanya justru paket yang bisa bernegoisiasi, membangun sinergi (ungkapan terakhir banyak digunakan aktivis LSM dan para politikus).

Yang penting dan relevan memang pertanyaan bagaimana proses sekularisasi itu mampu bernegosiasi dengan identitas keagamaan masa kini, dan orang-orang beragama tidak lagi alergi mendengar kata sekularisme. Kalau ini bisa terjadi—dan memang mesti terjadi—sudah saatnya kita meletakkan sekularisme sebagai sebuah kritik diri, bukan sebuah paham atau aliran yang beroposisi dengan Langit Suci.

__________
*) ASARPIN, lahir di dekat hilir Teluk Semangka, propinsi Lampung, 08 Januari 1975. Pernah kuliah di jurusan Perbandingan Agama IAIN Raden Intan Bandar Lampung. Setelah kuliah, bergabung dengan Urban Poor Consortium (UPC), 2002-2005. Koordinator Uplink Lampung, 2005-2007. Pada 2009 mengikuti program penulisan Mastera untuk genre Esai di Wisma Arga Mulya, 3-8 Agustus 2009. Tahun 2005 pulang lagi ke Lampung, dengan membuka cabang Urban Poor Linkage (UPLINK). Di UPLINK pernah menjabat koordinator (2005-2007). Menulis esai sudah menjadi bagian perjalanan hidup, yang bukan untuk mengelak dari kebosanan, tapi ingin memuaskan dahaga pengetahuan. Sejak 2005 hampir setiap bulan esai sastra dan keagamaan terbit di Lampung Post. Kini telah beristri Nurmilati dan satu anak Kaila Estetika. Alamat blognya: http://kailaestetika.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez