Senin, 05 Desember 2011

Ingatan Yang (Di)lupa

Salamet Wahedi
Jawa Pos, 11 sep 2011, judul “ingatan di sini, kekuasaan di sana”

Dalam bukunya, The Book of Laughter and Forgetting (1978), Kundera, pengarang Ceko yang tinggal di Paris, menuliskan paragraf terkenal: kini tahun 1971, dan Mirek mengatakan bahwa perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan manusia melawan lupa. Berpuluh tahun lamanya, ungkapan ini hanya sebagai ‘kata lain’ dari berbagai peristiwa kekuasaan yang tak pernah mengindahkan maksud dan tujuan awalnya. Bahkan, meminjam istilah ini, era reformasi yang didengungkan 1998 pun hanya sebatas usaha melawan kelupaan orde baru terhadap nilai-nilai UUD 1945 dan Pancasila yang dihambur-hamburkan. Lalu apa hubungan lupa dan kuasa? Kok seolah-olah keduanya memiliki kaitan yang kuat?

Inilah cerita yang menarik: Yukio Hatoyama, mantan Perdana Menteri Jepang, pada tahun 2010 terpaksa mengundurkan diri. Alasannya cukup sederhana: dia ingat, kalau dia –waktu kampanye pemilu- berjanji untuk ‘mengusir’ marinir AS Futenma dari pangkalan Oikinawa. Tapi setelah pemerintahannya berjalan sembilan bulan lamanya, marinir AS ternyata masih ongkang-ongkang kaki di Okinawa. Andai dia lupa dengan janjinya, mungkin 17 ribu orang dengan formasi rantai 13 kilometer, akan terus melawan kelupaannya. Sayangnya, Hatoyama ingat, dan merasa dirinya gagal. Karena gagal, ia memtuskan mengundurkan diri dari kursi empuk perdana menteri. Karena kekuasaan tidak lupa, maka tak perlu ada perlawanan berlarut-larut.

Lain lagi cerita tentang Si Pawang ular di sebuah arena pasar malam yang mati karena ‘lupa’. Awalnya dia ingat nasihat moyangnya: ular memiliki racun yang mematikan. Berusahalah ia menjinakkan ular tersebut. Atas usahanya ini, Si Pawang menjelma penguasa ular. Sayangnya kekuasaan yang puluhan tahun dijalaninya membuatnya lupa: ular tetaplah ular. Konon, di suatu pementasan: ular yang ‘dikuasainya’ dimasukkan dari mulutnya dan dikeluarkan lewat hidungnya. Adegan ini menghibur sekaligus penuh tantangan. Tapi karena Si Pawang sudah lupa, ia pun terlena. Pada satu pertunjukan Si Ular pun tidak keluar dari hidungnya. Si Ular lebih memilih masuk ke dalam kerongkongan Si Pawang dan menancapkan patukannya tepat di dalam dada Si Pawang. Tamatlah riwayat kekuasaan Si Pawang karena ‘lupa’.

Di era-SBY, kata-kata tokoh Mirek-nya Kundera di atas menemukan cerita konkret: saya minta kepada Bapak SBY jangan sakiti istri saya. Saya tidak akan ngomong apa-apa. Saya lupa semuanya, kata Nazaruddin. Entah benar atau tidak omongan Nazaruddin, tapi yang terjadi Nazaruddin memang ‘lupa’ tentang nyanyiannya. Beberapa waktu lalu, Nazaruddin lewat video skype mengungkapkan: bahwa banyak teman-teman sejawatnya di Partai Demokrat: Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, ‘ibu-artis’ Angelina Sondakh, Mirwan Amir, ‘Putra-Mahkota’ Ibas, dan lainnya, merupakan para pemain sandiwara nomor wahid. Bersama mereka proyek-proyek penghisap uang negara lahir dan berjalan dengan santun. Tidak hanya itu, O.C. Kaligis yang beberapa waktu lalu sempat menemui Nazaruddin di Singapura, juga menegaskan: yang tersimpan dalam memori Nazaruddin sangat menyeramkan. Andai berapa persennya saja dibuka ke publik, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan goncang. Mungkin lagu “Untuk Bumi Kita” tak akan sempat diperdengarkan di sela upacara bendera tujuh-belasan? Apalagi penghargaan untuk ibu Negara Ani Yudhoyono yang berjasa atas perannya sebagai ‘simbol-aplaus’ Presiden di berbagai acara, mungkin tak akan sempat disematkan.

Lupanya Nazaruddin pada nyanyiannya; pada orang-orang yang seharusnya menemaninya di Rutan Mako Brimob, bisa jadi karena Nazaruddin sudah mendapat salinan buku Kundera di atas. Dengan membaca buku itu, mungkin Nazaruddin sadar, ingatannya ternyata melawan kekuasaan. Mungkin ia juga sadar, presiden kita yang sekarang bukanlah Abdurrahman Wahid, atau Megawati, atau Habibie yang ‘rakyat-sipil’. Presiden kita sekarang yang dihadapinya alumni “korps-loreng”. Ia pun mungkin ingat cerita ‘mendebarkan’ Orde Baru yang juga dikomandoi alumni “korps-loreng”. So, Nazaruddin akhirnya sadar melawan kekuasaan, berarti mengancam keselamatan anak-istrinya. Ia pun memutuskan, menjadi pelupa adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan semuanya. Mungkin setelah mengidap penyakit lupa, Nazaruddin berharap menjadi sakti lagi. Serupa Nunun Nurbaeti, yang pernah diisukan mengalami penyakit pikun akut, dan sampai sekarang belum tertangkap. Atau Nazaruddin juga berkeinginan menjadi tokoh Mirek, tapi dalam dongengan buku Cikeas dan mengatakan: cara terbaik menyelamatkan diri jadi ancaman kekuasaan adalah menjadi manusia pelupa.

Alangkah baiknya, untuk sekadar melupakan yang teringat, kita kembali membolak-balik kitab ramalan. Bukan karena apa, di kitab ramalan kita tidak akan mengalami lupa atau ingat, apalagi ingin berkuasa. Sebab semakin kita ‘mengingat’ semakin banyak ruang-ruang kosong yang semestinya kita isi dengan golak perlawanan. Apalagi para elite politik hari ini semakin gencar berakrobat: ada yang blusukan ke pasar-pasar rakyat; ada yang menggelar buka bersama; ada yang getol bersuara biarkan hukum yang memproses. Semua akrobat itu hanya satu tujuannya: agar kita semua lupa. Lupa akan yang kita ingat: Lapindo masih mengepul dan siap ngebor lagi; Century hangat-hangat tahi ayam; Gayus yang cengengesan diganjar tak sebanding akal bulusnya; dan tentunya Nazaruddin yang tiba-tiba jadi anak shaleh dan pendiam.

Sekali lagi, menerawang suasana dan kondisi Kundera menuliskan paragraf terkenalnya di atas, penulis mendapati wajah-wajah elite politik negeri ini yang suka berkelakar dan berbisik: di negeri ini, Anda –siapa pun dan di mana pun- jangan sok ingat. Ingatlah ala kadarnya, lalu lupakan secepatnya. Kalau tidak, Anda akan diingat sebagai orang yang memiliki penyakit pikun akut, dan akan dilupakan sebagai pengingat yang sia-sia. Sebab ini kekuasaan!

*) Salamet Wahedi, Lahir di Sumenep, 03 Mei 1984. Menulis puisi, cerpen, dan esai. Karya-karyanya pernah dipublikasikan di berbagai media, antara lain: Majalah Sastra Horison, Radar Madura, Suara Pembaruan, dan Batam Pos. Juga dalam beberapa antologi: Nemor Kara (antologi puisi Madura, Balai Bahasa Surabaya, 2006), Yaa-sin (antologi puisi santri Jawa Timur, Balai Bahasa Surabaya, 2007), dan lain-lain. Tinggal di di Lidah Wetan, Gang VI No. 24 Surabaya.
Sumber: http://www.facebook.com/notes/set-loka-atena/ingatan-yang-dilupa/10150379054397275

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez