Selasa, 11 Oktober 2011

Diksi Traumatik Acep Zamzam Noor

Beni Setia
http://cetak.kompas.com/

Struktur kumpulan puisi terakhir Acep Zamzam Noor, Menjadi Penyair Lagi, (Pustaka Azan, 2007), dibangun dua fondasi: “Ada yang Belum Kuucapkan” (AyBK), yang terdiri dari 53 sajak, dan “Menjadi Penyair Lagi” (MPL), yang terdiri dari 38 sajak. Bukanlah satu kebetulan bila kumpulan itu diawali dengan sajak “Setelah Mencintaimu” (dari AyBK) dan diakhiri sajak “Di Malioboro” (dari MPL) yang memang diletakkan di pengujung.

Memang ada dua sajak yang mengawali sajak “Setelah Mencintaimu”. Namun, sajak “Preluda” memang dihadirkan untuk mengartikulasikan kehadiran sebuah sajak sebagai ikon dari sebuah peristiwa yang telah lewat. Asilum untuk menurunkan beban kekinian, retreat, dan bagaimana semua itu ditinjau sebagai liku hidup yang menjadi harta batin, dengan segala suka dan duka yang selesai. Adapun sajak “Lagu Berdua” merupakan proklamasi estetis penulisan kreatif puisi Acep Zamzam Noor.

Ada dua fenomena dalam sajak itu. Fenomena riil pada tiga bait pertama, dan fenomena puitis haiku dalam tiga bait selanjutnya. Kesejajaran teks yang tak beda jauh antara yang ingin diungkapkan, yang ditandai, dan yang mengungkapkannya, sang penanda, merujuk pada pengakuan (kata pengantar) sang penyair kalau ketika itu (April 2007, sebelum kumpulan itu terbit), ia kembali ke pola ungkapan sederhana.

Ungkapan sederhana-sehingga apa yang terkandung dalam teks puisi gampang ditebak-berkaitan dengan intensitas pengalaman, kepekatan empati memaknai kejadian, dan kejernihan perumusan peristiwa yang mengusung diksi yang memiliki gigil bat?n khas puisi lirisjauh dari benturan kejadian yang mendorong rumusan naratif bersifat berita, balada, dan puisi protes sebagaimana yang diisyaratkan dalam sajak “Menjadi Penyair Lagi”. Substansi pola dan metode kreasi sederhana Acep Zamzam Noor ini, dengan jernih ditangkap Mikihiro Moriyama, dan diungkapkannya dalam pengantar yang simbolik memotret suasana pastoral dan guyub insan pedesaan Singaparna, Tasikmalaya. Manifestasi mencintai

Dalam kerangka itu, kita bisa menandai pentingnya kehadiran sajak “Setelah Mencintaimu”, yang bertumpu pada peristiwa perpisahan sepasang kekasih di Stasiun Tugu, Yogyakarta, setelah terjalin saling pengertian. Sebuah perpisahan yang bersifat wajib agar sang penyair yang dikodratkan untuk selalu mencari terra incognita bisa mencari wanita lain. Si anonim yang harus dikenalinya, dan yang akan melahirkan pengalaman mencintai yang tak kesampaian, mencintai yang kesampaian, mencintai yang ditolak, mencintai yang dicampahkan, dan seterusnya. Yang melahirkan lentikan pengalaman otentik yang berasal dari diskursus alamiah dengan yang berkualitas terra incognita.

Satu kreativitas yang bermula dari ingin mengalami yang baru di antara hal-hal yang biasa terjadi dan ada di sekitar kita, tetapi tampil otentik sebagai yang dirasuki dan merasuki batin si bersangkutan sebagai diskursus fenomenologis yang menggetarkan-dalam terminologi Acep Zamzam Noor-membuat bulu kuduk berdiri. Konsepsi dasar yang rumit ini bisa kita jabarkan dengan merujuk satu tulisan rama Sindhunata, tentang pola kreasi seorang Martopangrawit, yang teramat tergantung pada eksistensi pengalaman romantis otentik pracipta, sehingga kita tak bisa membedakan apakah ia Cassanova yang pangrawit atau pangrawit yang playboy (“Martopangrawit, Empu Gending: Perasaan adalah Pangkal Utama dalam Menggubah”, dalam Cikar Bobrok, Penerbit Kanisius dan Bentara Budaya, cetakan VI/2002, halaman 51-57).

Sementara itu, sajak “Di Malioboro” kembali menempatkan sang penyair di Stasiun Tugu. Bedanya, dulu ia naik kereta api untuk pergi ke barat, tetapi kini ia turun dari kereta api yang beranjak ke timur. Sebuah siklus telah genap. Ia kembali menemui kekasih dan mengukuhkan kenyataan-semuanya telah selesai. Telah menjadi berita pada majalah lama, menjadi satu episode catatan sejarah di kata pengantar, Acep Zamzam Noor mengakuinya sebagai, “yang mengingatkan saya pada sejumlah tempat dan peristiwa…sejumlah nama.” Sebuah ziarah puitis yang berperan sebagai ekspresi kesetiaan (sajak “Mei”) atau isyarat ketuaan (sajak “Remang”), yang menandai teramat banyak kepiluan hubungan pria dan wanita.

Goenawan Mohamad berpuisi untuk (atau tentang) mengabadikan sesuatu yang kelak (pasti) retak. Sapardi Djoko Damono (dalam satu sajaknya) merumuskan keikhlasan pengorbanan dan penghancuran (eksistensi) sebagai manifestasi mencintai. Acep Zamzam Noor berpuisi tentang mengekalkan luka sambil mengenangkan yang terindah dari percintaan yang harus buyar meski tidak gagal. Penghukuman diri

Sajak “Menjadi Penyair Lagi”-dengan pembacaan pola sajak “Lagu Berdua”-sebenarnya mengungkap (1) kenangan satu peristiwa percintaan dan (2) rumusan reflektif atas kenangan kuat yang bertumpu pada saat menziarahinya pada masa kini. Ini merupakan teks puisi karena merujuk pada yang ditandai pada masa lalu sehingga (3) hakikat puisi adalah kehadiran (penghadiran) diksi otentik yang memproyeksikan pengalaman masa lalu yang traumatik, tetapi disaring sehingga tidak sekadar lanturan. Maka, bagi Acep Zamzam Noor, bencana alam, peristiwa sosial, dan seterusnya hanya fatamorgana, narasi ilusi lancung tanpa otentisitas pengalaman aku lirik.

Meski sosok Acep Zamzam Noor sebagai manusia dan penyair baur, ia tetap bisa dingin akademik, obyektif memisahkan kebauran itu dan sigap analisis mengerat-ngerat perasaan dan batinnya sendiri, agresif memisahkan aku-manusia, yang mencari terra incognita di mana pun dan kapan pun, dari aku-penyair yang terlena. Peneguhan yang mampu menyebabkan aku-penyair bangkit, dan terjadilah proses penghukuman (diri) yang agresif dan luka-luka itu langsung diempati sehingga pengalaman otentik tersuling.

Sebuah proses penyiksaan diri yang membangkitkan harga diri seperti yang dilakukan seorang samurai yang ber-seppuku dengan pisau pendeknya. Seperti yang diungkapkan Mikihiro Moriyama, “…tidak langsung diekspresikan, tetapi ditahan dan dikiaskan.” Tidaklah mengherankan, kumpulan puisi yang mengerat-ngerat diri ini, setelah dengan amat sadar ia terlebih dahulu mengeluyurkan itu, bisa memenangi KLA 2007 di bidang puisi.

Sebuah anugerah bagi satu pola kreasi yang berpangkal dari pengembaraan dan ditutup dengan upaya dingin agresif menghukum diri secara empatik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez