Sabtu, 27 Agustus 2011

Sastra, Seks dan Moralitas Anak Bangsa

Lukman Asya*
Republika, 16 Sep 2007

POLEMIK tentang kebebasan berekspresi, agama dan moralitas selalu menarik. Begitu juga polemik yang disulut oleh dituduhkan Taufiq Ismail (TI) terhadap Fiksi Alat Kelamin (FAK), Mazhab Sastra Selangkangan (MSS), dan Gerakan Syahwat Merdeka (GSM), yang sejauh ini belum menemukan titik temu.

Menurut saya, pembacaan TI hendaknya disikapi terbuka dan bijaksana. Saya meyakini TI punya argumentasi kuat untuk itu, meskipun disampaikan dengan cara-cara seorang tua yang konservatif dan terkesan nyinyir. Intinya, TI memprihatini jagat “esek-esek” yang saat ini sudah pada tingkat membahayakan generasi muda, dan lebih berbahaya lagi ketika karya sastra ikut merayakannya.

Beberapa media massa cetak dan elektronik saat ini pun banyak mengabaikan sisi-sisi moralitas, dan seakan mendukung kebebasan seks yang sangat membahayakan pola pikir dan gaya hidup anak bangsa. Maka TI, selaku orang tua, mencoba bernasihat, meski kemudian dibantah oleh mereka yang ‘memberhalakan’ kebebasan berekspresi, termasuk ekspresi seks bebas. Bagaimanapun, karya-karya mereka yang berbau porno telah ikut melengkapi VCD dan situs-situs porno yang kini menjamur di internet, yang menurut TI merupakan bagian dari GSM.

Sebagai orang tua, TI hendak mengatakan bahwa karya-karya sastra seksual dapat mengganggu stabilitas moral anak bangsa yang semestinya membangun kebudayaannya dengan mengedepankan moral dan kemaslahatan bersama. Karya-karya yang secara detail menggambarkan tubuh dan seks memang tidak semestinya menjadi produk bangsa yang dikenal religius dan berfalsafahkan Pancasila ini. Karena itu, TI angkat bicara dan direspon oleh Hudan Hidayat, sehingga melebarlah persoalan sampai pada penghujatan terhadap komunitas (KUK) yang disinyalir sebagai penyebar virus sastra seks.

Ketika membicarakan seks dan erotisme, dan kemudian dikompori (diwacanakan) oleh media massa, maka seks menjadi teks yang memantik kegairahan siapapun untuk menanggapinya. Apalagi, kemudian, komite sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pun ikut merayakannya dengan mempertunjukkan sastra erotis melalui program bulanan Lampion Sastra-nya.

Di tengah situasi yang memprihatinkan itulah TI angkat bicara. Pada orasi budayanya di Taman Ismail Marzuki (TIM) tak lama setekah pergelaran sastra erotis itu, kita bisa melihat TI sebagai orang tua yang gelisah menyikapi kondisi zaman, masa ketika teknologi informasi seakan telah menjadi sarana penyebar racun kebebasan seks yang potensial memporakporandakan moralitas bangsa, dan ini seakan mendapat sokongan dari sementara sastrawan dan pengurus komite sastra DKJ.

Kenyataan pun menunjukkan bahwa televisi kita pun ikut memproduksi tayangan pemanja syahwat. Seks dan erotisme seakan dipaksakan untuk masuk dalam mindset kita dan mengatur gaya hidup kita. Siaran televisi yang memanjakan syahwat perlu dikurangi dan diimbangi tayangan-tayangan lain yang lebih bermanfaat, semisal nasib gadis miskin yang rela membanting tulang demi membayar utang orang tuanya, atau guru yang suka rela mengajar anak-anak gelandangan.

Dengan kegelisahannya itu, sesungguhnya TI hendak menunjukkan kecintaan terhadap anak bangsa di tengah kepungan media dan sajian internet yang begitu bebas membuka akses ke situs-situs porno yang mengarah pada gaya hidup serba bebas dan meminggirkan budaya Timur yang menjaga hubungan kasih sayang yang sakral dalam ruang transenden.

Lantas, apakah TI ingin memberangus karya-karya sastra yang bebas mengobral imaji seksual? Tentu, TI tidak punya kewenangan dan kekuasaan. Namun, sebagai penyair yang membaca kondisi yang tak sejalan dengan konsep moral dan estetikanya itu, adalah wajar dan bisa diterima, apapun pernyataan dan kritik TI terhadap sastra seks yang mendukung GSM itu. TI hanya khawatir dan mengingatkan kita bahwa kalau menulis utamakanlah kepentingan pencerahan masyarakat pembaca terlebih dahulu ketimbang kepentingan syahwat.

Presiden Susilo Bambang Yudoyono, pada awal masa kepemimpinannya, pun sempat mengkhawatirkan fenomena para penyanyi di televisi yang begitu biasa membuka dan mempertontonkan pusarnya kepada publik. Fenomena itu, menurut hemat Presiden, hanya akan menyeret bangsa ini ke jurang degradasi moral.

Saya mencoba mengarifi sikap TI, yang bersikap konservatif, dan mengkritik kehidupan sastra yang sebatas menyoal sensasi seks. TI berusaha menegaskan kembali sikap bersastranya, yang semoga berguna di kemudian hari sebagai filter bagi kebudayaan bangsa.

Pemanfaatan seks bisa perlu bisa pula tidak dalam konteks sosial dan budaya, dalam kehidupan ini. Rendra pernah menulis sajak Bersatulah Pelacur Kota Jakarta, sebagai sajak perlawanan yang membela hak-hak kemanusiaan kaum proletar. Begitu pun dengan Sajak SLA-nya yang mengkritisi sistem pendidikan kita.

Dalam sajak Rendra, erotisme tidak tampil secara vulgar, dan kemunculannya memang diperlukan. Namun, seks dan erotisme menjadi tidak perlu ketika ditulis hanya sekadar untuk mencari sensasi syahwati yang melupakan batas-batas moralitas bangsa. Apalagi, ketika seks dibela sebagai standar ekspresi estetik dengan argumentasi yang mentah dan mengada-ada.

Seorang sastrawan mantan santri, yang semoga saja masih Muslim, seringkali berdalih dan mengkoneksikan kerja estetikanya yang bermazhab selangkangan dengan suatu kitab seks yang ditulis oleh ulama besar, tanpa melihat konteks ditulisnya kitab itu. Bahkan, karena gegabah, ia terjebak untuk menyandarkan pola kerja ekspresi sastra seksnya terhadap kitab tersebut tanpa lebih jauh menelaahnya bahwa kitab tersebut sungguh di jaman sekarang menjadi kurang berguna.

Dalam konteks ini, nasionalisme budaya menjadi penting diwacanakan sebagai filter bagi kebudayaan dan keberbangsaan kita. Nasionalisme budaya tidak serta merta dianggap tak perlu hanya kerana ada penguasa yang secara kamuflatif memanfaatkannya sebagai politik bahasa dalam menjalankan hegemoni kekuasaanya dan melanggengkan keserakahannya. Makna nasionalisme budaya dalam konteks ini adalah kemaslahatan bagi bangsa dan generasi muda.

Marilah kita tetap merasa tabu dalam persoalan seks. Artinya, tidak menjadikan dan menajamkan seks sebagai fokus utama. Justru yang lebih penting adalah melawan kapitalisme. Dan, untuk melawan kapitalisme perlu langkah-langkah taktis dan strategis. Kapitalisme, dengan tangan kanan liberalisme, inilah yang membahayakan tatanan nasionalitas budaya kita. Kerja kapitalisme adalah menjajah dan mencekoki pola pikir anak bangsa dengan produk-produk budaya yang dapat menjauhkan kita dari nilai-nilai sosial, karena terlalu terpusat pada spirit kebebasan individual.

Saya membayangkan, ketika seks kembali menjadi tabu, maka permasalahan yang menyangkut umat –bukan sekedar menyangkut kamar individu– menjadi tak terabaikan. Butuh perhatian yang lebih serius terhadap persoalan nasionalisme budaya yang kian tergerus dan seringkali dikotori oleh kekuasaan yang hipokrit. Bangsa ini perlu dibebaskan dari imperialisme budaya yang menyeret masyarakat ke konsumtifme dan kebebasan tanpa batas.

* Lukman Asya, Penyair dan guru sastra
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/09/wacana-sastra-seks-dan-moralitas-anak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez