Kamis, 16 Juni 2011

Surat Terbuka untuk M Fadjroel Rachman Dkk

Kuswaidi Syafi’ie*
Media Indonesia, 19 Agust 2007

DI dalam tulisanmu yang berjudul ‘Membela Manusia, Merayakan Kebebasan’ (Media Indonesia, 29 Juli 2007), Anda mengandaikan tidak ada tujuan dan ukuran apa pun di luar kehidupan manusia dan kemanusiaan. Saya pun jauh-jauh hari sudah memahami ungkapan demikian, tepatnya 20 tahun yang silam ketika saya mempelajari kitab Manthiq di sebuah pesantren. Adagium Al-insanu miqyasu kulli syayin dikumandangkan dengan lantang oleh filsafat subjektivisme.

Akan tetapi, adagium tersebut bukanlah tanpa masalah. Terutama ketika coba diejawantahkan di tengah gelanggang hidup yang gaduh dan majemuk. Karena, setiap varian humanitas terdiri dari sekian asas yang tidak sama, terdiri dari sekian ideologi yang tidak bisa ditekuk menjadi tunggal, dan terdiri dari sekian iman yang jelas tidak seragam. Semua itu menuntut implementasinya masing-masing untuk senantiasa menjadi (becoming) dan menjadi ada (to being) secara ontologis di atas gerbong hidup yang terus berlari.

Jika demikian adanya, lantas ukuran kemanusiaan universal macam apa yang akan diterapkan dalam kehidupan sastra dan kebudayaan Anda? Bahkan, judul tulisanmu yang seolah dengan tandas mengisyaratkan pembelaan terhadap manusia itu pun menjadi masygul dan rancu.

Mungkin Anda akan mengajukan seutas jawaban sebagaimana kalimat klise yang tertera dalam Memo Indonesia dengan Anda yang terlibat sebagai penggagasnya. ‘Hukum dan demokrasi adalah tempat kami mengembalikan segala keberbedaan’. Akan tetapi, bukankah sedari awal sudah dimaklumi, bahkan oleh orang yang paling jahil sekalipun, apa yang disebut sebagai hukum itu pada akhirnya merupakan pagar bahkan sering kali berwajah seram terhadap kebebasan yang Anda (dan kawan-kawan Anda yang lain) kibarkan dalam Memo Indonesia? Konkretnya, kebebasan yang Anda maksud bukanlah betul-betul kebebasan, melainkan semu belaka.

Maka itu jelas pada dataran filsafat logika, kalimat-kalimat yang terpacak dengan kaku dalam Memo Indonesia itu sesungguhnya mengalami kekacauan pada kawasan logic of meaning.

Lantas perkara idiom demokrasi yang juga Anda sebut dalam Memo Indonesia itu. Tidakkah Anda sadar demokrasi itu sebenarnya senantiasa menagih dan menelan jenis korbannya sendiri? Di tengah pusaran dan beliung demokrasi, segala ihwal yang minoritas dan ganjil mesti bersedia (baik dengan sukarela maupun terpaksa) untuk menyingkir dan tersisih dari gemuruh sosial yang menempuh jalur ‘konsensusnya’ sendiri itu.

Karena dengan berpegang kepada demokrasi, tentu semestinya Anda dan kawan-kawan Anda yang terlibat dalam pembuatan Memo Indonesia itu bersedia untuk tidak gusar ketika menerima getahnya.

Konsensus Moral

Akan tetapi, Anda dan kawan-kawan Anda ternyata tidak sanggup me-legowo-kan diri untuk menerima gelombang demokrasi yang melanda pikiran dan jiwa Anda, lain di ‘mulut’, lain pula di tindakan. Hipokrisi Anda dan kawan-kawan Anda itu betul-betul menjadi kentara ketika atas nama masyarakat luas yang masih teguh berpegang pada keagungan dan kemuliaan moral di tengah kehidupan sosial, Taufiq Ismail merisaukan adanya ‘gelombang syahwat merdeka’ yang menerpa sebagian generasi kita hari ini.

Termasuk menyeruduk sebagian kecil sastrawan di negeri ini yang menulis puisi, cerpen, dan novel, yang menurut istilah Taufiq Ismail dalam orasi kebudayaannya (gerakan syahwat merdeka), yang disampaikan di depan para mahasiswa Akademi Jakarta 2006 silam. Ia mengatakan, “Sudah mendekati VCD/DVD porno tertulis.” Suara Taufiq Ismail dalam orasinya itu adalah suara setiap orang tua yang tidak mau menyaksikan anak dan cucunya tergilas oleh deru seks bebas, terjerat oleh situs porno, kecanduan film-film biru, dan seabrek lagi tindakan yang sungguh memalukan. Suara Taufiq Ismail dalam orasinya itu tidak lain adalah suara setiap nurani yang bersih, suara setiap pikiran yang sehat, suara setiap jiwa yang terjaga, dan suara setiap sukma yang menyala.

Mungkin itulah sebabnya, di mailist, kita setiap saat bisa menyaksikan barisan orang-orang yang rela berbondong-bondong meletakkan diri di ‘belakang Taufiq Ismail.’ Walaupun tentu saja jumlah yang menumpuk tidak mesti identik dengan kebenaran. Orang-orang itulah yang, meskipun di antara mereka ada yang merasa dirinya bobrok, masih sanggup untuk memilah barang-barang berharga di antara serakan sampah.

Pembelokan substansi

Sungguh saya mengakui terus terang Anda dan kawan-kawan Anda (Hudan Hidayat, Mariana Amiruddin, dan Rocky Gerung) betul-betul ‘cerdik’ dalam memanfaatkan kebesaran Taufiq Ismail dan peluang media massa, terutama koran.

Secara tidak persis sama, jurus yang Anda gunakan adalah jurus layang-layang. Anda dengan sengaja dan sekuat tenaga menantang angin supaya Anda sendiri ‘mengangkasa’. Akan tetapi, setiap orang yang pernah mempelajari urut-urutan dan hierarki logika pasti betul-betul paham apa yang Anda (dan kawan-kawan) terapkan itu sungguh merupakan pembelokan substansi secara terang-terangan dari orasi kebudayaan Taufiq Ismail itu.

Taufiq Ismail menumpahkan kerisauannya terhadap moralitas yang ambrol dan dekil, akan tetapi Anda malah melenguh dengan geram bahwa apa yang disampaikannya itu adalah penghujatan terhadap kebebasan sekelompok sastrawan. Taufiq Ismail mengekspresikan tanggung jawabnya yang getir demi tegaknya kemaslahatan sosial, akan tetapi Anda malah berteriak dengan lantang bahwa hal itu adalah pembelengguan dan pemasungan kreativitas.

Taufiq Ismail ingin menandaskan dengan konkret, sebagaimana dulu Immanuel Kant (1724-1804) menyatakan, “Langit sedemikian tak terperi di atasku dan hukum moral melengking dalam jiwaku.” Namun, Anda malah menuding hal itu tak lebih dari ekspresi paham keagamaan yang konservatif.

Adanya upaya pembelokan substansial seperti itu mengandaikan Anda dan kawan-kawan Anda itu sesungguhnya tidaklah (belum?) sanggup membuktikan diri sebagai sastrawan-sastrawan terhormat yang ditopang karya-karya besar sebagai puncak-puncak prestasi dalam kancah kesusastraan. Anda tidak sanggup menginvestigasi dengan tekun dan mendalam untuk melahirkan karya-karya sastra yang sanggup menyodorkan inspirasi bagi lahirnya perubahan paradigmatik dan kesadaran baru yang lebih mulia di kalangan para pembaca. Karena itu, untuk ‘meninggi’z Anda memerlukan teknik dan jurus lain di luar gorong-gorong karya sastra melalui sejumlah intrik dan friksi yang nista.

Melampaui tubuh

Kalau Anda mencermati dengan seksama, apa yang diteriaki Taufiq Ismail dalam orasi kebudayaannya itu sesungguhnya bukanlah perkara kelamin dan selangkangan secara an sich. Karena, toh keduanya merupakan ‘benda-benda’ alami yang mewakili impuls-impuls yang dimiliki setiap manusia. Keduanya bisa bergerak dan berubah pada kebaikan atau keburukan.

Yang menjadi masalah krusial bagi Taufiq Ismail adalah kenapa dua ‘benda’ yang sensitif itu tidak diolah secara matang dan mendalam di dalam beberapa karya sastra yang dilahirkan sebagian penulis negeri ini.

Karena itu, penyajian kedua ‘benda’ tersebut tidak sanggup memancing munculnya impresi apa pun selain gambar yang jorok dan menjijikkan.

Di dalam wacana dan khazanah kesusastraan kaum sufi, anggota-anggota tubuh manusia yang dianggap tabu oleh publik untuk dicelotehkan itu ternyata dieksplorasi sedemikian rupa demi melahirkan telaga makna yang jauh melampaui ketubuhan itu sendiri. Dalam bahasa Coleman Barks, momen-momen memalukan terkait dengan seks, ereksi, dan keloyoan tiba-tiba sehabis sanggama, dorongan kelentit yang tidak kenal batas, bisikan bejat untuk menyetubuhi pasangan orang lain, semua itu, tak lain dijadikan lensa untuk meneropong pertumbuhan rohani di kalangan kaum salik. Karena itu, yang terkesan bukan joroknya, tapi iktibar spiritual yang sublim dan menggetarkan.

Karena itu, bukanlah merupakan sesuatu yang mengherankan kalau seorang pelukis Belanda Hieronymus Bosch (1450-1516) sampai betul-betul ‘keranjingan’ pada puisi Jalaluddin Rumi yang porno sekaligus sufistik, Pentingnya Keterampilan Labu.

Puisi yang termaktub dalam Al-Matsnawi jilid V itu (saya membaca versi Arabnya), menggambarkan perihal seorang babu yang mempunyai seekor keledai yang terampil memberikan servis layaknya laki-laki perkasa. Dari sebuah labu, si babu meraut pengapit yang pas untuk zakar si keledai agar penis keledai itu tak masuk terlalu dalam padanya. Hal itu dirancang untuk menuntaskan berahinya.

Ketika si babu bersetubuh dengan keledai itu, sang nyonya rumah mengintipnya lewat celah pintu. Ia melihat zakar mengagumkan dan kenikmatan si babu yang menelentang di bawah keledainya. Sontak, nyonya rumah mengetuk pintu dan memanggil si babu keluar untuk suatu urusan yang lama dan ruwet.

Si babu membatin, “Oh nyonyaku, mestinya kau tak menyuruh pergi ahlinya. Saat kau awali perbuatan tanpa ilmu yang utuh, kau gadaikan hidupmu. Kau malu bertanya perihal labu itu, padahal kiat itu tak kau kuasai.” Hingga akhirnya si nyonya mati diseruduk penis keledai.

Rumi kemudian menukasi puisinya dengan menulis, ‘Pembaca, jangan korbankan dirimu/ untuk kebinatanganmu!/ Jika kau mati demi kenikmatan tubuh/ Kau hanya seperti perempuan di lantai itu/ Ia gambaran dari perangai yang berlebih-lebihan’.

Fadjroel, nuansa porno yang sedemikian kuat mendorong transendensi itu ternyata tak kutemukan di dalam karya-karya sastra yang ditulis kawan-kawanmu. Tidak di Kuda Ranjang, tidak pula di Tuan dan Nyonya Kosong.

* Kuswaidi Syafi’ie, dosen tasawuf di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/08/sastra-surat-terbuka-untuk-m-fadjroel.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez