Senin, 23 Mei 2011

Membaca Nurel, Membaca Sutardji *

Fanani Rahman
http://sastra-indonesia.com/

“ akulah Jala Suta, memberontak
adalah siasatku menghormati nenek moyang.”

Kutipan di atas adalah penggalan dari larik terakhir puisi panjang Nurel Javissyarqi, Balada Jala Suta, yang ditulisnya lebih 10 tahun lampau, dalam kembara kreatifnya di Yogyakarta. Dari larik puisi itu pula saya mencoba silaturahmi “mengenal” proses kreatifnya, sebab akan terkesan sok akrab kalau saya mengistilahkan “menyelami” atau “mengupas” atau istilah lain — yang malah kurang nyaman.

Saya belum pernah bertemu langsung dengan Nurel, hanya sekali bersapa via sms, seminggu lalu, atas budi baik Sabrank Suparno yang berbagi nomor HP, yang telah duluan jadi teman bersastra. Sementara dari catatan Fahrudin Nasrulloh, saya mendapatkan sekilas gambaran sosok Nurel, yang digelari sebagai penulis pemberontak, yang nekad dan gede nyali bikin penerbit sendiri, Pustaka Pujangga.

Sayapun akhirnya berkenalan juga dengan situs sastra-indonesia.com, situs yang konon dibuat dengan nekad pula oleh Nurel 3 tahun lampau. Yang dengan jujur saya acungi jempol, karena telah mampu menjadi lembar-lembar propaganda, menjumput karya-karya sastra yang tak tergapai media massa.

Baiklah kawan, ijinkan saya mulai masuk,

adegan I :

Fenomena Sekte Sutardji Calzoum Bahri (SCB)

Dalam sejarah sastra Indonesia, nama SCB melesat bagai kejora, sekitar tahun 1970-an, tatkala tampil membaca puisi tunggal, dengan gaya yang nyleneh, membaca puisi sambil menenggak bir dan mengayunkan kapak di atas panggung. Gelar kepenyairannya makin kokoh, ketika dia memproklamirkan “Kredo Puisi” tahun 1973, sebagai konsep bersastranya. Oleh beberapa pengamat dia dianggap sebagai pembaharu perpuisian Indonesia, bahkan diberi gelar Presiden Penyair Indonesia.

Untuk menyegarkan ingatan, berikut saya kutip kredonya :

“Dalam (penciptaan) pusi saya, kata-kata saya biarkan bebas…

Dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari di atas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mondar-mandir berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama,….

Sebagai penyair saya hanya menjaga – sepanjang tidak mengganggu kebebasannya – agar kehadirannya yang lebih bebas sebagai bentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan aksentuasi yang maksimal. Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata yang berarti mengembalikan kata-kata pada awal-mulanya. Pada mulanya-adalah Kata. Dan Kata pertama adalah Mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantera.”

Kredo puisi yang diproklamirkan itu, sungguh luar biasa efeknya, ibarat strategi memenangkan peperangan dan legitimasi atas keistimewaan karyanya. Sejurus itu, blantika sastra mengamininya, tersebutlah SCB sebagai pembaharu puisi tanah air. Konon, sejak itu SCB dianggap meluruhkan mitos Chairil Anwar Sang Pelopor angkatan 45, sebagaimana jua Chairil meluruhkan mitos Raja Pujangga Baru, Amir Hamzah.

Posisi SCB mendapat tahta yang istimewa dalam jagat sastra Indonesia, iapun banyak mendapat penghargaan sastra, antara lain South East Asia Writing Award (Sea Award) di Bangkok, Thailand (1979), dan Anugerah Sastra “Chairil Anwar” (l997-l998) dari Dewan Kesenian Jakarta. Puisinya diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan Belanda.

Hingga tergelar acara “Pekan Presiden Penyair” yang dihelat di Taman Ismail Marzuki–menara gading sastra– untuk merayakan usia 66 tahun SCB, paling tidak ini menunjukkan seberapa penting eksistensi Sutardji dalam sejarah sastra Indonesia. Konon, acaranya sungguh semarak, menghadirkan pembicara-pembicara sastra dari negeri tetangga pula. Setahu saya, belum pernah ada penghidmatan atas penyair yang diwujudkan dalam agenda sastra sebegitu meriah, sebagaimana yang diberikan terhadap SCB ini. Kecuali mungkin terhadap tokoh-tokoh yang sudah tiada, pada Chairil Anwar misalnya.

SCB telah berhasil menciptakan mitos dirinya. Telah berhasil membangun sekte sastra tersendiri (meminjam istilah Oyos Suroso HN). Betapa tidak, semua yang keluar dari dirinya selalu dianggap memukau, nyleneh, mempesona, dielu-elukan. Sosok dan penampilannya yang nyleneh, konon telah dianut dengan takdzim oleh beberapa generasi setelahnya. Kabarnya, salah seorang lomba baca puisi dalam rangkaian acara “Pekan Presiden Penyair” itu, membawakan puisi berjudul “Mas Kawin” nyaris tanpa busana dan beraksi panggung layaknya sebuah peristiwa ranjang.

Adegan II :

Nurel pun takjub pada Presiden Penyair

Sebagaimana halnya pengelana sastra yang lain, Nurel pun takjub atas kepiawaian SCB. Ini bisa dirasakan pada bagaimana buncahnya dia mengisahkan, bertemu sepanggung dengan SCB, saat rangkaian peristiwa pengukuhan Abdul Hadi WM sebagai Guru Besar, di Kampus Paramadina, Jakarta.

Pun bagaimana Nurel memberikan catatan hormat atas kumpulan esai SCB, Isyarat, terbitan Indonesia Tera, 2007. Berikut saya kutip ulasan Nurel :

“Membaca Isyarat Tardji, serasa mendengar paduan suara jaman, yang didengungkan kumpulan serangga nan berkumandang.” (dari esai “Isyarat Tardji Tergeletak dan Codot” 17 September 2010)

Pada paragraf lain, ia menulis :

“Ia telah melampaui seorang diri, genap sudah usianya melegenda; seumur hidup dikawal kalimah-kalimahnya, praktis paripurna. Bahasa menterengnya, Tardji itu segugus peradaban perpuisian di Indonesia.” (dari esai “Isyarat Tardji Tergeletak dan Codot” 17 September 2010)

Adegan III :

Jala Suta menggugat

Pada beberapa agenda apresiasi sastra, dimana SCB didaulat jadi pembicara, yang sering diapresiasi bukan pada proses pemahaman terhadap karya-karya SCB, bukan pada tematik – inti ruh karyanya, tapi lebih pada kenyentrikan dan kenylenehan style dan performa sang penyair. Ini tentu tak lepas dari keberhasilan SCB membangun mitos, yang mana sejarah dan pengajaran sastrapun mengamininya.

Dari beberapa catatan yang ada, belum saya temukan ulasan minor tentang SCB, kecuali dalam buku gugatan Nurel ini. Kalaupun ada mungkin desas desus sambil lalu, seperti cibiran kecil, tatkala SCB memutuskan untuk menerima hadiah 150 juta saat dinobatkan sebagai salah satu peraih Bakrie Award 2008.

Buku “ Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bahri” merupakan tanggapan atas esai SCB yang berjudul “Sajak dan Pertanggungjawaban Penyair”, yang disampaikan sebagai orasi budaya dalam acara Pekan Presiden Penyair, di TIM, tahun 2007 silam.

Saya sendiri mencoba menelisik, namun semenjak esai itu dilahirkan, disuarakan sebagai orasi, bahkan dimuat di beberapa sumber berita, tidak saya temukan jejak tertulis, tanggapan kritis atas pernyataan SCB (atau mungkin karena pembacaan saya yang tidak purna). Ada baiknya saya kutip kembali pernyataan SCB untuk sama-sama kita cermati:

“Peran penyair menjadi unik, karena—sebagaimana Tuhan tidak bisa dimintakan pertanggunganjawaban atas ciptaannya, atas mimpinya, atas imajinasinya—secara ekstrem boleh dikatakan penyair tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban atas ciptaannya, atas puisinya.”

Alkisah, Sang Jala Suta gelisah setelah membaca esai penyair pujannya itu. (saya membayangkan, malam itu mungkin ia tidak bisa tidur, menghisap dalam berbatang-batang rokok, menenggak bergelas-gelas kopi kental. Sebagaimana ia terseret ujaran yang diugeminya :

“Meski saya tidak rajin ibadah, melakukan dosa, jangan sekali-kali menghina agama saya, Tuhan saya, Nabi saya, keyakinan saya.”

Saya membayangkan betapa gelisahnya dia, selaksa demonstran menggedor-gedor pintu tebal penguasa. Alam pikirnya berkecamuk antara dirinya penyair, dirinya pengagum SCB, dirinya santri, dirinya manusia pengelana. Dimana dia akhirnya dengan tegas menuturkan dan menggugat:

“Penyair bukanlah turunan pokok ruhani, apalagi jasadiah para nabi. Yang jelas, ia mencintai bahasa setulus-tulusnya dan siap bertanggung jawab atas setiap perbuatan (kata-katanya) juga kisaran hayat seperti para insan yang mempertanggungjawabkan kepada sesama serta Tuhan Yang Esa, di kala dimintai pertanggungjawaban.”

Saya kira pemberontakan kawah pikirnya berhenti disitu, namun tidak, ia lanjutkan gugatannya lebih tajam:

…“Kekeliruan” penyair zaman dulu sampai sekarang, watak ugal-ugalannya karena merasa sudah sangat serius melakoni hayat bersastra dengan seluruh jiwa raga. Kesuntukan itu menggodanya meloloskan diri dari tanggung jawab dengan memanfaatkan ayat-ayat, nilai, dan corak lelaku sedurungnya, sehingga abai pada ikhtiar kehidupan.”

Begitulah Nurel, sang penulis pemberontak, mengudarasa sumbatan-sumbatan yang mengganjal di benaknya.

Menggugat pernyataan Sang Presiden Penyair, dengan kalimat pamungkas:

“Akhirnya, kukira surat Asy Syuara bukanlah bentuk penghormatan kepada para penyair, melainkan titel tersebut tak lebih sebagai hardikan serupa yang ada pada Surat Al Lahab.”

Adegan IV :

Suara angin, lalu sepi…

Buku Nurel tersebut, adalah tanggapan yang kritis atas sikap kepenyairan Sutardji. Adalah sikap pemberontak yang tak bisa tinggal diam. Tidak salah jika M.D Atmaja, eman terhadap nama Nurel yang semakin mewarna jagat sastra. Karena menggugat Sutardji, ibarat menggugat mitos, menggedor tembok raksasa. Disini, nama dan kepenyairan Nurel dipertaruhkan juga.

Namun, usai buku diluncurkan, bahkan sebelumnya secara bertahap sudah diposting di situs internet, saya belum mendengar riuh-tanggapan. Yang ada hanya dialog abu-abu. Kata-kata yang samar, lalu suara angin, lalu sepi..

Saat sepi itu, saya teringat kembali Jala Suta, yang memberontak, yang menggugat, sebagai siasat untuk menghormati Sang Presiden Penyair.

*) Secarik pengantar bedah buku: “Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bahri”, Kumpulan Esai Karya Nurel Javissyarqi, Terbitan PUstaka puJAangga dan SastraNESIA, Mei 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez